Edeline menatap pemandangan di hadapannya. Kini ia tengah duduk di sebuah balkon dengan sepiring makanan yang sudah ia makan setengah. Meskipun Paul tidak melakukan sesuatu padanya, namun ia tetap was-was mengingat bagaimana pria itu nampak membecinya.
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" gumam Edeline yang tak tahu apapun saat ini. Terlebih lagi, ia tak mendapati daddy nya di mansion ini. "Aku ingin mendapat jawaban."
Di tengah diamnya, Edeline mendengar suara pintu terbuka. Dengan cepat perempuan itu menoleh, dan mendapati Paul yang masuk dengan sendirinya.
"Gadis pintar," ucap Paul ketika melihat Edeline yang sudah memakan makanannya.
Edeline hanya diam enggan menanggapi perkataan pria tua itu. Ia tidak ingin terlalu penasaran, meskipun otaknya tengah dipenuhi berbagai pertanyaan.
"Apa kau tidak penasaran?" ucap Paul seraya menatap Edeline yang telah berdiri dari duduknya. "Mengapa aku membawamu kemari?"
Dengan sendirinya Edeline berjalan ke arah Paul. Entah mengapa ia menginginkan jawaban itu sekarang, tidak peduli bagaimana Paul memperlakukannya sekarang.
"Jika kau ingin tahu, kau bisa mengikuti ku sekarang juga." Ucap Paul seraya beranjak dari kamar itu.
Edeline terdiam sejenak, sebelum langkah kakinya membawa dirinya mengikuti Paul. Sampai beberapa saat, Paul berhenti di sebuah ruangan yang hanya terdapat sebuah bangku di tengah-tengah. Edeline yang melihat itu seketika memundurkan tubuhnya. Ia salah mengira jika Paul akan berbicara baik-baik dengannya.
Paul tersenyum miring. "Apa yang kau lakukan di sana?"
Diam-diam Edeline memundurkan langkahnya, hendak berlalu dari ruangan itu. namun dengan cepat tangannya telah ditahan anak buah Paul. Sebisa mungkin Edeline memberontak, dan berusaha melepaskan dirinya. Tapi ternyata, semua itu berakhir sia-sia.
Edeline memekik keras ketika anak buah Paul mendorongnya hingga terjerembab ke atas lantai. Ia merasakan nyeri di kedua lutut, dan juga sikunya. Edeline mendongak ketika Paul tiba-tiba mencengkeram erat rahangnya.
"Jika kau berulah sekali lagi. Jangan salahkan aku, yang akan menghabisi mu saat ini juga." Bisik paul dengan seringaiannya.
Tepat saat itu, Paul membuang wajah Edeline kemudian menyuruh perempuan itu duduk di atas kursi. Edeline mengepalkan kedua tangannya, sebelum ia bangkit dari duduknya. Netra abu-abu nya memancarkan kebencian yang pekat, ketika ia tahu kakeknya tidak sebaik itu.
Dengan hati-hati Edeline duduk di atas kursi dengan Paul yang berada di belakangnya. Sampai beberapa saat, Edeline merasakan kedua tangannya ditarik kemudian diikat secara paksa.
"Diam!" bentak Paul ketika Edeline mencoba memberontak.
Edeline memilih diam seraya menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia benar-benar pasrah sekarang, untuk melawan pun ia tidak bisa. Apakah nasibnya akan berakhir saat ini juga.
"Dengarkan aku baik-baik," ucap Paul di belakang Edeline.
Edeline hanya diam dan tak ingin menganggapi satupun. Ia terlalu lelah untuk semua ini.
"Kau adalah sebuah kesalahan," ucap Paul tiba-tiba, yang membuat Edeline cukup terkejut.
"Tak seharusnya kau lahir di dunia ini. Terlebih lagi, kau lahir dari rahim jalang murahan itu." Desis Paul ketika mengingat betapa keras kepalanya Federic untuk menikahi Amber.
Edeline yang mendengar itu merasakan nyeri yang luar biasa di dadanya. Jika ia bisa memilih, ia tidak ingin lahir di dunia yang kejam seperti ini. Edeline menundukkan kepalanya seraya mencengkeram erat tangannya yang terikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXIO [END]
RomanceSEQUEL "THE DEVIL WANTS ME" Bisa di baca terpisah [FOLLOW DULU SEBELUM BACA!] DON'T COPY MY STORY❌️‼️ 17+ Awal dari bencana ini di mulai ketika Edeline harus tinggal satu atap bersama keluarga Stolen, dan lebih parahnya ia harus menetap dengan pria...