Clara menurunkan ponselnya yang semula ia gunakan untuk berkomunikasi dengan ibunya. Pandangannya beralih pada tablet yang ia letakkan di atas meja, tepat di depan meja setrikanya.
Malam ini, ia dan Jeremy sepakat untuk saling menemani kegiatan masing-masing lewat sambungan video. Ia dengan kegiatannya merapikan pakaian dan Jeremy yang menyelesaikan pekerjaan kantornya.
Saat ini, Jeremy tengah sangat fokus mengerjakan sesuatu di laptopnya, ponsel yang terhubung dengan tablet Clara itu bahkan dianggurkannya sejak satu jam yang lalu. Mungkin hanya sesekali melirik Clara walaupun tanpa berkata apapun.
Setelah meletakkan ponselnya, Clara kembali melanjutkan kegiatan setrikanya. Cleo sudah tidur di ranjang di balik punggungnya, karena itu ia bisa mengerjakan pekerjaan ini dengan tenang.
"Jeremy?"
"Iya, Clara?"
Clara sedikit menjebikkan bibir ketika Jeremy sama sekali tidak menghentikan pekerjaannya. Walaupun begitu, ia sama sekali tak berniat untuk membuat perhatian Jeremy sepenuhnya teralihkan. Pekerjaan itu nampaknya sangat penting hingga membuat kening pria itu beberapa kali berkerut.
"Kamu kirim bantal pijet ke Ibu, ya?"
"Iya. Udah sampe ya? Padahal bilangnya bakal sampe besok siang. Gimana? Ibu seneng ga?" Jeremy sedikit menoleh, memberikan senyum singkatnya sebelum kembali menatap layar laptop-nya.
"Belom dipake, suruh nanya ke kamu dulu soalnya ga enak mau make."
"Suruh pake aja sambil nyantai di sofa."
Clara mengangguk-angguk. Ia tegakkan setrika yang semula ia gunakan untuk merapikan baju Cleo sebelum meraih ponselnya untuk menyampaikan pada ibunya bahwa hadiah itu dari Jeremy. Sekali lagi, ia tersenyum ketika tahu ibunya sudah memakai bantal itu dan menikmatinya.
"Udah aku bilangin. Makasih, ya, Jer."
"Hmmm, sama-sama, Sayang. Semoga bisa awet dan berguna." Jeremy memberikan senyumnya, lagi, sebelum meraih gelas kopinya dan menyeruputnya. Lagi-lagi, ia mengenyampingkan wanita yang kini tengah menatapnya dalam-dalam dari balik layar.
Saat ini, perusahaannya tengah dalam proyek besar dan ia dipercaya untuk menjadi penanggung jawabnya. Sebelum besok pagi, laporan pendahuluan proyek mereka harus sudah jadi dan dipresentasikan dengan pihak kedua. Jika bukan karena tenggat waktu yang tinggal sebentar, ia tidak akan membiarkan Clara bosan menunggunya.
Sedangkan Clara, dia sama sekali tidak merasa ditinggalkan oleh Jeremy. Dengan kehadiran wajah Jeremy yang super serius dari tabletnya itu saja sudah cukup membuat kesepian malam ini hilang, walaupun tanpa suara selain suara ketikan dan tetikus milik Jeremy.
Clara kembali menyetrika pakaian-pakaian Cleo yang hanya tersisa dua pasang. "Sebenernya aku tahu ini termasuk sogokan buat Ibu, kan?" cibirnya tanpa menatap ke arah tablet.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...