Ajakan

423 51 51
                                    

Adip kembali ke rumah di atas pukul 1 malam. Kondisinya kali ini setengah sadar, dipengaruhi oleh alkohol. Sebenarnya acara makan malam kali ini hanya sampai pukul 9 tadi. Hanya saja, kawan lamanya mengajak dirinya bertemu di sebuah klub malam. Baginya itu tidak masalah, toh, ia bukan lagi pria yang terikat.

Masalahnya, ia kini bisa dibilang tengah menumpang. Ia sama sekali tidak mengabari Clara tentang rencananya untuk mabuk dan pulang malam. Ia tidak berpikir jika Clara menunggunya yang sama sekali tidak membawa kunci itu.

Setibanya di rumah, ia disambut oleh Clara yang masih terjaga. Ia menyipitkan mata, sedikit asing ketika ia pulang dan disambut seperti ini.

"Kamu mabuk, ya?" tanyanya seraya memberikan anggukan terima kasih pada orang yang memencet klakson padanya. Entah temannya atau taksi online, yang pasti orang itu sudah sangat berjasa memulangkan Adip dengan selamat.

Kedua mata Adip semakin menyipit ketika meringis. "Iya. Istriku ga tidur? Oh, iya yaa, kita bukan suami istri lagi. Tapi kamu kaya istri lagi nyambut suaminya. Anak kita udah tidur kan?"

Clara hanya mendengus. Adip yang melantur tak akan bisa berpikir jernih terhadap jawabannya. Ia segera merangkul tubuh besar Adip untuk ia bawa ke dalam kamar.

"Clar, harusnya kalo kita ga cerai, aku bisa ngerasain ditungguin gini sama kamu sampe malem," racau Adip seraya terkekeh pelan.

"Kalo kita ga cerai, kita LDR, Dip."

"Oh, iya. Kamu pinter banget, ya? Nanti anak kita pasti juga pinter kaya kamu."

Clara hanya terdiam, tak begitu mengindahkan ucapan Adip. Ia hanya berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya dan Adip yang beberapa kali sempat goyah. Yang ia fokuskan kali ini hanya lah mengantarkan Adip ke kamar.

Sesampainya di kamar tamu, ia merebahkan tubuh yang jauh lebih besar darinya ke ranjang. Dengan sabar, ia melepaskan sepatu dan kaos kaki milik Adip dan melepaskan kancing teratas kemeja batik tersebut.

"Clara."

"Hmm."

"Kamu masih suka sama aku ga?"

Pertanyaan itu membuat Clara sempat termangu. Ia menatap wajah Adip yang terlihat serius. Entah mengapa, ia rasa wajah Adip tidak lagi sesayu tadi. Mungkin kah kesadaran Adip sedikit demi sedikit kembali? Dan apakah pertanyaan itu benar-benar keluar dari Adip tanpa pengaruh alkohol?

Pria itu bangkit, membuat Clara sontak memundurkan diri dari posisinya yang merunduk di depan wajah Adip.

"Clar, jawab."

"Kita dah selesai, Dip."

"Ya, kita bisa mulai lagi."

Desakan itu membuat napas Clara terengah, sedikit tersulut emosinya. Ia memijit batang hidungnya, berusaha menenangkan hatinya menghadapi keras kepala Adip.

"Ga usah ngomong yang aneh-aneh. Dah, tidur sana."

"Clar." Adip menahan tangan Clara yang hampir meninggalkannya. Kepalanya mendongak, meminta Clara untuk berada di sisinya malam ini.

Clara mendengus. Ia ingin sekali melepaskan cengkeraman tangan Adip di pergelangan tangannya. Namun, cengkeraman itu begitu kuat sehingga ia tidak bisa lari dari pria itu. Ia mengerutkan keningnya. "Apa lagi?"

"Kalo kita bisa mulai lagi, aku ga balik lagi ke Belanda. Aku bakal stay di sini."

"Dip, kamu lagi mabuk. Omongan kamu ga sinkron."

Pekikan Clara menggema di kamar luas yang cukup kosong itu ketika Adip menarik tangannya kuat. Kini ia tidak bisa berkutik lagi saat Adip berhasil membuatnya duduk di pangkuannya.

By The Irony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang