Nyusul

367 41 9
                                        

Jeremy baru saja menyelesaikan acara mandi sorenya ketika ia menyadari satu hari ini tidak ada kabar dari Clara sama sekali. Berulang kali ia hubungi dari pagi hingga detik ini sama sekali tidak ada jawaban. Lokasi Clara juga tidak aktif. Helena pun ketika ia tanya tidak banyak memberi informasi.

Mungkin lagi pengen sendiri anaknya. Kalo udah baikan pasti hubungin ku lagi.

Begitu jawab Helena.

Tapi, apa jawaban itu membuatnya lega? Tidak sama sekali. Clara sama sekali tidak memberitahu apapun tentang kondisinya atau setidaknya meminta waktu untuk sendiri. Wanita itu benar-benar menghilang tanpa kabar.

Jeremy meletakkan handuk basahnya di sandaran sofa sebelum merebahkan diri di sofa panjang tersebut. Ia memejamkan mata. Ternyata stres juga diacuhkan seperti ini.

Saat ini jam menunjukkan pukul 6 sore ketika bel pintu berbunyi. Biasanya katering akan mengantarkan makanan untuknya di jam 7 malam. Apakah ada perubahan jadwal makan malam?

Dengan sedikit malas dan ogah-ogahan, ia berjalan gontai menuju pintu rumah dinasnya. Ia buka pintu tersebut. "Ya–"

"Apa benar ini rumah Pak Jeremy?"

Suara lembut seorang wanita membuat Jeremy membelalakkan mata. Pandangannya yang semula ke bawah itu langsung beralih ke seorang wanita yang menggendong anak perempuan berusia satu tahun serta di sampingnya terdapat koper cukup besar.

"Clara!" Jeremy memekik kaget. "Clar, kok bisa kamu di sini? Aku khawatir banget kamu ga bisa dihubungin. Astaga."

Yang dilakukan oleh Clara hanya lah terkikik geli. Ia menggeleng kecil ketika Jeremy sangat terkejut dan sulit berkata-kata. Ia biarkan saat Jeremy mengambil alih Cleo yang seperti menerka siapa pria dewasa di hadapannya itu.

"Ini Cleo juga, ya ampun. Om kangen banget." Jeremy menciumi pipi Cleo hingga anak perempuan itu tertawa geli.

"Maaf, Jer. Emang sengaja ga ngabarin soalnya mau surprise."

"Kamu nih iseng banget." Jeremy mencubit kecil pipi Clara sebelum menarik koper dengan tangan yang satunya. "Masuk, Sayang."

Baru saja satu langkah Clara memasuki rumah dinas Jeremy, wanita itu sudah mengernyit. Bagaimana tidak? Rumah itu benar-benar berantakan. Ia bahkan bisa lihat beberapa kemeja dan celana tersampir di kursi, meja, dan sofa. Belum lagi kaos kaki yang tersebar di lantai.

"Ya ampun, Jer. Berantakan banget. Ini kenapa dah baju-baju ga dicuci? Coba– astaga naga. Jer, ini piring kotor numpuk berapa bulan kok banyak banget." Clara memulai omelannya hari ini.

Jeremy hanya bisa tertawa kecut. "Ga sempet hehe. Kamu ke kamar dulu aja, aku beresin." Ia menarik tangan Clara yang hampir menyentuh piring-piring kotornya.

Namun, saat ia sudah tiba di depan kamarnya, ia baru ingat bahwa kamarnya bahkan tak jauh berantakannya dari ini. Ia menahan Clara yang hampir membuka gagang pintu. "Ehh, bentar, jangan! Kamarnya juga belum aku beresin."

Yang dilarang itu hanya bisa menepuk keningnya. "Ya ampun, Jeremy. Bisa-bisanya. Bukannya apartemen kamu rapi banget ya dulu."

"Ya, soalnya dulu kamu mau dateng jadi aku beresin dulu."

"Trus kalo aku ga dateng?"

"Kaya gini kurang lebih."

Clara menggeleng dengan wajah prihatinnya. "Ckck, Jeremy Jeremy."

Tanpa menunggu persetujuan Jeremy, Clara mengambil satu persatu baju-baju kotor Jeremy. Ia mungkin lelah setelah perjalanan, tapi melihat semua ini membuat lelahnya menguap.

By The Irony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang