Usai makan malam, Jeremy mengantarkan Clara serta Cleo pulang. Seperti biasa, Jeremy adalah orang pertama yang membawa Cleo dari tempat duduknya. Alasannya karena Cleo belum banyak mengenal Jeremy, begitu lah yang dikatakan pria itu ketika Clara bersikeras membawa Cleo dalam gendongannya.
Setibanya di depan pintu rumah, Jeremy baru menyerahkan makhluk mungil yang separuh tidur itu pada Clara. Sekilas, ia mencuri kecup pipi tambun Cleo sebelum kening Clara.
"Rest well, my princess and my queen."
"You too." Clara tersenyum kecil menerima usapan lembut di tengkuknya.
"Aku pulang ya? Jangan lupa besok pagi telfon aku kalo udah bangun. Mau liat muka Cleo sama bundanya." Jeremy menaik-turunkan alisnya.
Ia selalu punya cara untuk mendekatkan diri pada pasangan ibu anak itu. Salah satunya adalah dengan merutinkan panggilan video kapan pun ia senggang. Ia pikir, setelah menjalin banyak komunikasi dengan Clara membuatnya semakin yakin bahwa wanita itu adalah yang terakhir untuknya.
Semoga saja.
Clara mendorong pelan dada Jeremy sebelum pria itu semakin menahannya berlama-lama di depan pintu. "Iya. Udah sana, keburu malem."
Jeremy menarik tengkuk Clara. Kali ini ia tidak menyasar kening Clara, melainkan bibir tipis yang kini tengah melengkungkan senyum manis kesukaannya. "Love you," bisiknya pelan.
Asal semua orang tahu, kini kedua pipi dan telinga Jeremy memerah. Ia tidak main-main dengan ungkapannya itu. Bahkan ketika ungkapan cinta sudah mulai menjadi satu rutinitasnya dengan Clara, ia masih saja merasa gugup ketika mengatakannya.
Clara pun merasakan hal yang sama. Sekali lagi, mereka merasa seperti remaja lagi.
"Love you too," balas Clara sebelum melepaskan Jeremy untuk kembali ke mobilnya.
Jeremy menyisir rambutnya ke belakang sebelum masuk ke mobil. Tentu saja ia beri lambaian tangan tinggi pada Clara yang masih senantiasa menunggunya hingga pergi. Ia terkekeh pelan dari dalam mobil ketika melihat Cleo terbangun dengan wajah kebingungan. Matanya bulatnya mengedar, seolah mencari sosok yang hilang dari sisinya.
Di saat seperti ini, Jeremy membayangkan jika ia tidak pergi dari rumah itu, melainkan tinggal bersama hingga malam menjemput. Meraih tangan mungil Cleo dan mengusapnya, memastikan gadis kecil itu terlelap dalam pantauannya. Lalu tidur di samping Clara yang mungkin sangat lelah mengurus segala hal-hal rumah tangga.
Jeremy menghela napas panjang. Untuk kali ini ia harus mengalah dan menunggu saat itu tiba. Dengan perasaan hangat, ia meninggalkan kompleks perumahan itu menuju ke apartemennya.
Namun, belum juga dirinya keluar dari gerbang perumahan, ia kembali teringat DM dari Akiraka pagi tadi. Akiraka Wibisono, atau ia selalu memanggilnya Kira, adalah mantan kekasih terlama yang pernah ia miliki. Alasan perpisahan mereka pun sebenarnya hanya karena Kira memilih fokus studi dan penelitiannya di Jepang.
"Maaf, Mi. Aku ga bisa nerusin hubungan ini lagi. Sia-sia aja nanti kalo aku di sana dan kamu di sini ga saling percaya dan berakhir saling nyakitin."
"Kalo kamu minta aku untuk selalu percaya sama kamu, aku sanggup, Ra. Kamu sanggup ga percaya sama aku?"
"Sekeras apapun aku bayanginnya, aku tetep ga bisa Mi."
"Okey, aku paham. Aku juga ga akan sanggup kalo cuman berjuang sendiri. Semoga kamu sukses di Jepang. Aku bakal nunggu di sini."
Ia mengira semuanya sudah usai dengan kalimat perpisahan. Jika ditanya ia sudah melupakan Kira atau belum, jawabannya belum. Tentunya ia adalah pria biasa yang bisa saja terjebak kenangan indah masa lalu meskipun nyatanya masa depan menunggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...