Tak terasa 6 bulan sudah semenjak Clara resmi menjadi istri seorang Jeremy Antonio.
Sejak bangun di pagi hari tadi, Clara terus mengalami mual dan pusing. Bahkan Clara muntah-muntah sampai lemas di saat perutnya bahkan masih kosong. Parahnya lagi, ia juga punya maag yang akan kambuh jika ia tidak makan hanya karena mual.
Sebagai seorang suami yang tentunya mendambakan kehadiran seorang anak, tentu Jeremy langsung memiliki asumsi bahwa Clara sedang hamil. Setelah lebih dari 4 bulan mereka menikah, sangat besar kemungkinan Clara hamil, 'kan?
Oleh karena itu, Clara menuruti permintaan Jeremy untuk mengetes kehamilannya. Ia membeli beberapa test pack dengan kondisi lemas di apotek siangnya.
Antusiasmenya menanti kehadiran sang buah hati sempat mengalahkan rasa sakitnya. Namun, ketika mendapati hasil dari total 3 testpack yang ia beli, ia hanya bisa mendesah kecewa.
Satu garis.
Clara membuang testpack itu ke tempat sampah. Yeah, dia memang hanya flu biasa. Mungkin karena dirinya kehujanan kemarin. Bisa juga tertular dari tetangganya yang kemarin sempat ia temui.
Ia meringkuk di kasur kamar tamu karena kepalanya memang sanga pusing. Ia juga melarang Cleo untuk masuk ke kamar tamu agar anak gadisnya tidak tertular.
Ia tidak tahu total berapa jam ia habiskan untuk tidur. Akumulasi rasa kecewa dan lemas karena flu membuatnya bahkan malas untuk sekadar membuka mata dan bangun dari kasur.
Sepertinya hari sudah sore. Ketukan pintu kamar serta suara Jeremy di luar sana membuatnya berasumsi bahwa ini sudah pukul 5 sore atau lebih.
"Gimana, Sayang?" Jeremy menutup pintu di belakangnya kemudian mendekati Clara.
Dirinya sama sekali belum berganti pakaaian atau pun membersihkan diri. Ia langsung menemui Clara setelah ia masuk ke rumah.
Namun tepat setelah Jeremy duduk di pinggir ranjang, Clara segera membelakanginya.
"Aku cuma flu, ga usah deket-deket."
"Hey."
Jeremy sedikit mematung menyadari arti kalimat sedih itu. Ia meraih pundak Clara dan mengusapnya lembut. Pasti wanita itu sedih, terlihat dari raut wajahnya yang tertekuk ketika ia masuk ke kamar.
"It's okay. Ga perlu buru-buru, kok. Gak papa, kita bisa usaha lagi. Yeah?" bisiknya seraya mengecup pundak Clara.
Clara meremas selimut yang membalut tubuhnya. Rasa kecewanya saat mendengar suara lembut Jeremy itu semakin besar. Ia tahu seberapa besar keinginan Jeremy untuk memiliki momongan bersamanya.
"Sayang, kamu pengen banget punya anak?" tanyanya tanpa membalikkan badan.
Jeremy tersenyum. Lagi, ia kecup pundak Clara. Ia dekatkan lagi tubuhnya ke arah Clara.
"Aku pengen. Tapi ga buru-buru. Sama Cleo aja aku udah ngrasa cukup. Aku bisa menjadi sosok Ayah buat Cleo aja cukup, Sayang. Ga perlu dipikirin berat-berat, ya?" bisiknya dengan nada yang sangat menenangkan.
Ia berharap dengan itu Clara bisa lebih tenang dan membuang kekecewaannya.
Clara mendengus kecil. Ia menyikut pelan Jeremy. "Tapi aku serius. Aku flu. Kamu jangan deket-deket."
"Biarin. Aku habis ini minum vitamin yang banyak."
Sesudah itu, Jeremy tidak sama sekali beranjak dari sisi sang istri. Dia menempelkan tangannya ke dahi Clara yang berkeringat. Suhu tubuh itu hangat dan hidungnya memerah. Benar, Clara memang demam dan flu.
"Udah makan?"
"Udah."
"Udah minum obat?"
"Udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...