Keesokannya, Jeremy benar-benar melamar dan melaksanakan acara tunangan dengan Clara. Acara dilaksanakan di rumah Helena.
Acara dilaksanakan pukul 5 sore dengan persiapan sederhana. Clara pun juga hanya didandani seadanya oleh Kinan, sepupu Jeremy.
"Akhirnya Jeremy ada di titik ini juga. Ternyata dia bisa juga jinakin anak kecil, ya? Biasanya tuh ya ponakan-ponakan pada takut sama Jeremy soalnya suka gemes sendiri itu orang. Atau karna Cleo nya yang tahan banting, ya?"
Kinan sedari tadi mengagumi fakta bahwa Cleo betah berdekatan dengan Jeremy. Padahal biasanya keponakan mereka akan lari tunggang langgang saat melihat batang hidung Jeremy.
Clara tertawa kecil, masih memejamkan mata saat Kinan memoles kelopak matanya dengan eye shadow.
"Hahaha. Bisa jadi Cleo nya yang tahan digemesin sama Jeremy. Malah kalo ga digemesin Jeremy anaknya malah protes."
"Bisa aja tu anak." Saat Clara membuka matanya ia bertanya, "Jeremy ga macem-macemin lo kan?"
Seketika itu, darah Clara berdesir. Ia seperti anak kecil yang dipergoki oleh orang tuanya mencuri.
"Eh? Macem-macem gimana?" Jari kakinya menekuk ke dalam, seketika teringat adegan panasnya bersama Jeremy di dalam mobil.
"Ya, misal nyakitin lo."
"Ohh kirain." Clara terkekeh kecut. "Ga kok, dia malah yang selalu berusaha ngomongin apapun masalahnya biar clear."
Kinan mengangguk kecil. Riasan sudah selesai. Rambut Clara tergerai begitu saja dengan sedikit aksen gelombang dan hiasan bando bunga. Gaun putih juga sudah dikenakan oleh Clara.
Sedikit Kinan merasakan haru saat akhirnya Jeremy satu langkah lebih maju. Jeremy diingatannya hanyalah lelaki kecil yang suka menggoda anak yang lebih muda darinya hingga menangis. Ia pikir, setelah kedua orang tuanya tiada, Jeremy lebih cepat mendewasakan diri.
Dan itu cukup membuatnya terkejut.
Seraya merapikan alat make-up, Kinan bergumam, "Gila e? Udah gede aja dia. Terakhir keknya masih menye-menye pas nilai ujiannya jelek."
Clara tertawa lagi. Kali ini ia bayangkan Jeremy dengan telinganya yang memerah saat digoda. "Jeremy kalo tau ini pasti malu sih, Mbak."
"Malu kenapa?"
"Dia paling anti nyeritain sisi lemahnya, soalnya aku selalu godain habis-habisan."
Kinan menggeleng kecil. Ia mengamati wajah Clara dari pantulan cermin. Benar-benar sosok yang berbeda 180 derajat dari Jeremy.
"Ck, Clara Clara. Kok mau si lo sama modelan Jeremy? Lo tu spek bidadari, lemah lembut, cantik, tapi dapet modelan Jeremy yang cengangas-cengenges, petantang-petenteng ga jelas. Jeremy beruntung banget dapetin lo."
"Aku juga beruntung dapet Jeremy," aku Clara dengan senyum tipis terulum. Ia kini memang menatap pantulan wajahnya di cermin, tapi di bayangannya kini ada sosok Jeremy yang tersenyum padanya.
Ia tidak berbohong. Jika saja ia ditanya apa keberuntungan yang pernah ia dapatkan dalam hidup, maka ia akan menjawab tiga hal; dilahirkan oleh Helena, melahirkan Cleo, dan bertemu dengan Jeremy. Tak peduli dengan apa latar belakang yang ia atau Jeremy miliki, yang pasti ia sudah yakin mereka ditakdirkan bersama.
Sekali lagi, Kinan berdecak saat melihat senyum tipis di wajah Clara. "Iya dehh yang bucin."
Sesaat kemudian, suara ketukan pintu terdengar membuat Clara menegang. Helena masuk bersama dengan Cleo di gendongan. Itu artinya acara sudah akan dimulai.
"Nak, udah belum?"
"Udah, Tan." Kinan lah yang menjawab karena kini Clara sibuk menenangkan dirinya.
Clara pun heran dengan dirinya sendiri. Tunangan ataupun menikah bukan lah kali pertama ia hadapi, tapi kali ini bahkan berkali-kali lipat lebih mendebarkan dibandingkan yang pertama kali. Seolah-olah jantungnya bisa meledak kapan pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...