Klarifikasi

380 59 45
                                    

"Tentang last kiss itu, bener aku ciuman sama mantan aku. Awalnya aku mau nglurusin perasaanku ke dia di pantai. Kamu boleh marah sama aku, tapi aku mau jelasin dulu. Boleh?"

Tepat ketika mobil keluar dari gerbang perumahan, Jeremy membuka topik. Ia mengalihkan pandangannya sesaat ke samping, melihat Clara yang sedari tadi menatap ke luar jendela.

"Aku dengerin."

Jeremy sedikit lega mendengarnya. Ia mengarahkan mobilnya ke jalan raya. Ia tidak ada rencana untuk membawa Clara keluar. Ia bahkan tidak bisa fokus menentukan ke mana mereka harus berhenti dan membincangkan ini. Ia pikir, Clara mau diajak untuk mengobrol saja ia sudah sangat bersyukur.

"Kira itu mantan aku waktu kuliah dulu. Dia mantan terakhir aku. Kami putus karna dia milih buat ke Jepang nglanjutin studi sama penelitiannya. Akhirnya, karna dia pikir LDR ga bakal berhasil, kami putus. Sama kaya kamu sama suami kamu, siapa namanya?"

"Adip."

"Iya, Adip." Lidah Jeremy terasa kelu melafalkan nama itu. "Udah lama setelah aku sama Kira pisah, dia balik ke sini. Tepatnya dua hari yang lalu. Aku ga nyangka di balik ke sini karna mau ngajak aku nikah."

"Trus kamu mau gitu?"

Jeremy menahan tawanya mendengar selipan nada cemburu di kalimat tanya itu. "Ga kok, aku bilang kalo aku dah punya kamu sama Cleo. Aku ajak dia ke pantai juga awalnya mau mastiin perasaan aku. Dari yang awalnya cuman ditemenin kelapa muda jadi tequila. Sestres itu aku waktu itu."

"Pasti kalo ga ada aku juga kamu dah nikah sama Kira. Iya kan?"

Mobil Jeremy berhenti di lampu merah. Sang pemilik mobil itu menghadap ke arah wanita dengan wajah tertekuk itu. Jika boleh ia jujur, ia baru tahu begini cara Clara cemburu. Tidak secara langsung mengatakan bahwa ia cemburu atau melarang sesuatu. Wanita itu justru sering melempar tatapan dan ucapan sinisnya.

"Kalo misal agak cringe dengernya, maaf ya? Tapi jujur, iya, Clar. Mungkin kalo ga ada kamu aku udah ngeiyain ajakan Kira. Setelah aku merenung lama, aku sadar kalo kamu adalah wanita yang ga mungkin aku sia-siain hanya demi memori masa lalu.

"Kalo kamu tanya aku nyesel atau ga ketemu sama kamu sebelum Kira balik, aku bakal dengan tegas bilang aku ga nyesel. Aku justru bersyukur banget ketemu sama wanita luar biasa kaya Clara Sean Martani. Mau wanita sesempurna Lady Diana dateng nglamar aku, aku bakal tetep maunya sama kamu."

Clara mati-matian menahan salah tingkahnya dengan tetap bersikap datar. Usapan singkat di pipinya sebelum pria itu menjalankan mobilnya membuat dirinya semakin merah. Seharusnya ia bisa bersikap lebih dingin dari ini dan menyangkal semua kata-kata manis Jeremy. Tapi ia lemah hanya karena untaian kalimat itu.

"Aku dah bilang berulang kali, aku cuman mau sama kamu. Ga cuman satu dua kali, tapi aku bakal bilang jutaan kali lagi kalo perlu. Ga perlu waktu lama buat bikin aku sayang sama kamu dan Cleo. Aku sayang banget sama kalian, sampai-sampai rasanya ciuman kemaren itu dosa terbesar yang pernah aku perbuat. Dan seperti yang ada di story Kira, itu bakal jadi ciuman terakhir."

Jeremy meraih tangan Clara untuk ia genggam. Kembali ia cium tangan itu di posisi yang sama persis seperti ciumannya tadi. "Dan kamu bakal jadi orang yang nerima ciuman terakhirku nanti," gumamnya tulus seraya mengusap punggung tangan itu dengan pipinya.

Untuk sesaat, mereka sempat beradu pandang. Melahirkan senyum baru di wajah Clara yang membuat Jeremy terkekeh puas. "Diterima ga klarifikasinya?" tanyanya, masih membuat rute asal untuk membuang waktu di dalam mobil.

"Trus tentang kemaren yang pamitnya mau tidur itu gimana maksudnya? Kamu jalan-jalan sama mantan kamu tanpa kabar apapun."

"Iya itu aku tidur beneran sebelum Kira tiba-tiba dateng. Dia bilang mau pamit pulang ke Jepang. Karna aku merasa masih ada sesuatu yang diluruskan, makanya aku ajak dia ke pantai, buat bicarain perasaan aku yang sebenernya."

By The Irony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang