Clara mendengus kecil. Sejak siang tadi, Helena menculik Cleo untuk ia ajak ke arisan kompleks. Ia tidak tahu, semenjak ia sering berkunjung ke rumah Helena, Cleo menjadi artis di sini. Dari ujung sampai ujung lagi semuanya mengenal siapa Cleo.
Sesungguhnya ia tidak masalah sepanjang orang-orang tidak memperlakukan Cleo macam-macam. Yang menjadi masalah adalah ia sering ditinggal sendiri di rumah sementara ibunya berubah menjadi manager untuk Cleo saat ada kesempatan jumpa fans.
Clara mematikan televisi kemudian mengambil ponsel yang tadi ia isi dayanya. Dari dirinya pertama mengisi daya, hingga sekarang baterainya sudah penuh, tidak ada kabar apapun dari Jeremy. Terakhir dia menanyakan tentang makan siang apa yang pria itu akan makan di pukul 12 siang. Tapi sampai pukul 6 sore, pria itu sama sekali tidak menjawabnya.
Ada apa? Tidak biasanya pria itu mengacuhkannya.
Dengan perasaan dongkol, ia beranjak ke dapur. Daripada terus-terusan kesal, mungkin lebih baik ia menyibukkan diri dengan memasak makan malam.
Entah karena dirinya yang merasa sendiri atau memang karena keadaan hati yang dipengaruhi oleh hari pertama menstruasi, Clara menangis. Suasana hatinya campur aduk. Ia tiba-tiba membenci semua hal.
Ketika dirinya berusaha mengambil bawang putih dari lemari, tangannya itu terselip dan bawang dalam keranjang kecil itu jatuh berantakan. Hal itu membuatnya semakin kesal. Ia berjongkok dan menyembunyikan wajahnya di lututnya. Menangis sejadinya di sana sebelum Cleo pulang.
"Paket!"
Suara nyalang dari arah depan tidak membuat Clara lantas beranjak membukakan pintu. Biar saja. Kalau pun tidak dibukakan pun paket akan ditaruh begitu saja di depan pintu.
"Permisi. Paket!"
Kali ini suara itu disertai dengan ketukan pintu dan bel pintu yang menyahut-nyahut. Terasa sangat mengganggu dan membuat Clara semakin kesal.
"Ya, taruh situ aja, Mas!" teriaknya, masih dalam posisi berjongkok.
"Maaf, Kak. Paketnya COD." Sang pengantar paket menjawab, namun masih dengan mengetuk pintu berulang kali.
Siapa pula yang memesan paket Cash on Delivery? Ia sudah katakan pada ibunya untuk tidak pernah memesan paket dengan sistem COD karena takut tidak ada orang di rumah. Ia maupun Helena pun tidak pernah menggunakan sistem tersebut.
Clara mendengus kencang, merasa semakin tertekan saat gedoran itu semakin kencang. "Iya, sabar!" Ia kembali berteriak, kali ini benar-benar terdengar marah.
Beruntung setelah itu, gedoran berhenti. Sang wanita membasuh wajahnya kemudian mengeringkannya cepat dengan sehelai tisu. Setelahnya, ia berjalan cepat ke arah pintu dan membukanya kasar.
"Saya ga pesen–"
Ucapan Clara terhenti ketika melihat seorang pria gagah di depannya dengan sebuah koper di sampingnya. Pria itu memakai jaket kulit hitam yang membalut kaos putih, masker hitam, serta topi yang juga berwarna hitam. Tunggu, tidak mungkin?
"Atas nama Clara Sean Martani?" tanya pria itu, yang tak lain adalah Jeremy. Di balik maskernya, ia tersenyum geli melihat wajah kesal bercampur kaget milik Clara.
Merasa ia masih skeptis dengan sosok di depannya, Clara menarik masker tersebut ke bawah. Lengkung senyum dan lesung pipi khas itu menjadi pelengkap mata dan alis tajam di wajah itu. Ia tak sanggup berkata-kata, hanya saja semua kekesalannya luruh.
Jeremy melepaskan maskernya dan menyakukannya di jaket. Tangannya terbuka lebar. "Paketnya COD, ya, Kak. Total semuanya mohon dibayar pake pelukan."
Merasa dipermainkan, Clara memukul dada Jeremy pelan. Tangisnya yang terjeda itu kembali lagi. Ia menunduk dalam, kembali memukul dada Jeremy untuk melampiaskan sisa kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...