Persiapan pengangkatan Jeremy menjadi manager cukup menguras waktu. Jeremy bahkan dituntut untuk pulang terlambat untuk mempersiapkan pengangkatan itu dengan baik.
Karena alasan itu lah Jeremy terlambat tiba di rumah Helena. Pada pukul 7 lewat, Jeremy baru sampai dan langsung mendapat sambutan dari Clara.
Ia sebenarnya cukup bingung. Tidak biasanya Clara sulit untuk ia ajak makan siang bersama. Entah untuk alasan apa, tapi yang pasti Clara selalu menolaknya tadi.
Clara yang sejak tadi menunggu di teras itu segera membukakan gerbang untuk mobil Jeremy agar bisa diparkirkan di carport. Ketika pria itu keluar dari mobilnya, Clara menyambutnya dengan pelukan erat.
"Hi, Sayang." Jeremy mengusap kepala Clara yang bersandar di dadanya. "Maaf, ya, nunggu lama. Tadi diajak ngobrol sama Pak Bos," ucapnya, merasa nyaman dengan pelukan yang Clara berikan padanya.
"Gapapa, Jer. Yuk, masuk."
Jeremy menahan Clara agar tetap berada di pelukannya untuk sesaat. Ia mengirup aroma manis dari leher Clara dan memberikan kecupan di pelipisnya. Asal dunia tahu, ia sangat mencintai wanita itu.
Setelah puas memeluk Clara, ia mengendurkan dekapannya. Menurunkan tangan ke pinggang sempit Clara tanpa melepaskan senyumannya. "Aku dah ganti baju sama mandi di kantor, jadi boleh pegang Cleo, 'kan?"
Clara baru sadar saat ini Jeremy sudah berpakaian sangat santai, bukan lagi dengan kemeja. Kaos lengan pendek berwarna hitam itu terbalut jaket kulit berwarna senada, sangat cocok untuk kulit putih pucat Jeremy.
"Boleh, Om," jawab Clara disertai ringisan. Ia membantu Jeremy melepaskan jaket kulit tersebut hingga tersisa kaos hitam saja.
Tubuh kekar itu langsung terekspos.
Jeremy mengacak pelan puncak kepala Clara. "Yuk, masuk."
Keduanya berjalan beriringan, masuk ke rumah Helena. Tentu dengan tangan Jeremy yang merangkul pinggang sempit Clara.
Begitu keduanya masuk ke rumah, Adip yang sedang menonton televisi di sofa itu bangkit berdiri. Ia menjebikkan bibir saat melihat keintiman Jeremy dan Clara.
"Eh, dah dateng lo?"
Jeremy mengerutkan keningnya. Menoleh ke arah Clara yang membuang wajahnya ke arah lain. "Clar, kok dia ada di sini?" bisiknya.
"Iya, nengokin Ibu." Suara Jeremy masih bisa Adip tangkap. Pria itu mendekati sepasang kekasih itu dengan tangan yang terlipat di depan dada. Matanya tajam mengintimidasi Jeremy. "Kalo lo? Oh, ngemis buat dibikinin chiffon cake?"
Rahang Clara mengeras, menatap Adip dengan tatapan malas. "Dip," desisnya.
Sedangkan Jeremy hanya bisa mencengkeram kaos Clara di bagian pinggang. Menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata kasar di rumah Helena.
Beruntung lah ketegangan itu luntur karena hadirnya Helena dari arah kamar. Cleo juga berada di gendongannya.
"Eh, Nak Jeremy dah dateng. Duduk, Nak. Kuenya dah jadi tuh. Ibu cicip tadi udah enak."
Wanita paruh baya itu menarik lembut tangan Jeremy untuk mengikutinya. Membuat Clara dan Adip tinggal berdua dengan ketegangan yang tersisa.
Helena tak membiarkan Jeremy menjemput Clara dari ketegangannya bersama Adip. Wanita itu mendudukkannya di depan meja makan, di depan kue chiffon yang sudah dingin.
"Kata Clara, kamu dipromosiin jadi GM. Bener itu?"
Clara mengembuskan napas, mengendurkan emosinya sebelum beranjak menyusul Jeremy. Ia duduk di hadapan Jeremy karena kursi di samping Jeremy sudah Helena tempati. Mau tidak mau, ia biarkan Adip menempati kursi kosong di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...