Hati-hati, part ini mengandung pertengkaran dan kekecewaan yang mendhyalam.
Siang hari ini rasanya sangat mendebarkan sekaligus mengesalkan bagi Clara. Ia benar-benar sedang tidak ingin bertemu dengan Jeremy saat ini. Rasanya muak walaupun kemarin ia bisa memaafkan kebiasaan buruk Jeremy. Ia hanya merasa wajah Jeremy sangat mengesalkan untuknya.
Seolah dirinya tidak bisa menerima fakta bahwa suaminya itu selama ini menyimpan banyak hal yang tidak ia ketahui.
Semenjak kepulangan Jeremy siang ini, Clara tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Jeremy pun ketika pulang untuk menjemputnya hanya bercanda sebentar dengan Cleo sebelum menarik tangannya menuju mobilnya. Bahkan Jeremy tidak berniat untuk mematikan mesin mobilnya. Ia hanya datang untuk menjemput Clara, bukan singgah.
Tidak ada percakapan selama di perjalanan. Jeremy tidak berhenti menatap jalan di depannya, sementara Clara melihat keluar jendela dengan perasaan campur aduk. Mobil itu terasa dingin dan panas dalam waktu yang bersamaan.
Dari jalan yang mereka lewati, sebenarnya Clara sudah bisa menebak bahwa mereka mengarah ke Puncak. Ia tidak berniat sama sekali menanyakan alasan Jeremy membawanya ke Puncak siang bolong seperti ini.
Hampir dua jam mereka melewati perjalanan yang membosankan tanpa percakapan dan musik yang menemani. Hanya suara desing mesin dan klakson yang sesekali Jeremy bunyikan sebelum melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Akhirnya mereka tiba di vila yang sama tempat mereka melangsungkan pesta pernikahan.
Tidak biasanya Jeremy turun dan membukakan pintu untuk Clara. Ia justru membuka bagasi dan menurunkan satu buah kardus besar yang nampaknya cukup berat itu. Clara yang posisi masih duduk di dalam itu akhirnya keluar, mengikuti Jeremy yang langsung membawa kardus itu ke halaman belakang.
Clara berdiri di ambang pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan halaman belakang. Melihat Jeremy di vila itu membuatnya teringat akan pernikahan mereka. Clara mengeraskan rahangnya, pikiran dan perasaannya semakin campur aduk.
Jeremy meletakkan kardus itu di sebuah kursi sementara dirinya mengambil air dari kolam renang dengan ember yang memang ada di sana. Ia letakkan air itu tepat di depan Clara berdiri sebelum membuka kardus yang tadi ia letakkan di kursi. Ia mengambil kotak-kotak rokok berbeda merk miliknya yang ia simpan di kantor selama ini. Ia melemparkan kotak-kotak yang masing-masing masih berisi penuh maupun separuhnya itu ke dalam air. Membiarkan rokok itu perlahan-lahan melebur.
Dari kardus itu juga, ia mengeluarkan total 9 botol alkohol. Entah itu yang masih utuh maupun yang tinggal satu porsi sloki. Ia tuangkan isinya ke tanah hingga kesembilan botol itu kosong. Ia melemparkan asal botol terakhir sebelum menatap tajam ke arah Clara. Napasnya terlihat menggebu-gebu.
"Ini kan yang kamu mau?"
Clara yang sedari awal hanya melihat dalam diam itu mengernyit. "Apa maksudnya kamu nanya pake nada gitu? Kenapa, kamu ga rela? Ya udah lanjutin aja."
"Bukan gitu." Jeremy mendesah keras ke udara kemudian meremas dan mengacak rambutnya dengan frustrasi.
Dengan nada tinggi dan keras, ia membentak, "Fuck! Clara, aku harus apa lagi sih biar kamu bisa maafin aku? Kamu ga percaya sama aku dan mikir aku ga bisa jaga janji aku untuk stop ngerokok dan minum? Kenapa? Kamu kecewa karna aku ga bisa bikin kamu hamil? Kamu mau balikan lagi sama Adip yang udah pasti bisa ngasih kamu keturunan?"
Clara yang menerima bentakan itu cukup terkejut. Baru kali ini ia melihat suaminya itu semarah dan semengerikan ini. Yang ia lihat di hadapannya itu bukan lah Jeremy, melainkan monster yang sedang meluapkan emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By The Irony Of Fate
FanfictionIni cerita klise yang singkat tentang Jeremy dan Clara yang bertemu karena ketidaksengajaan. Kalau ditanya bisakah cinta pandangan pertama hadir di antara dua orang dewasa, coba saja jadi saksi kisah mereka; si Jeremy yang lama menyendiri dan si Cla...