Sertijab

295 43 5
                                    

Jeremy keluar dari kamar mandi setelah melewati ritual paginya. Ia segera masuk ke kamar yang ia huni itu dan memakai setelan terbaiknya karena hari ini adalah hari yang paling ia tunggu-tunggu.

Hari dimana ia diangkat menjadi seorang direktur.

Membayangkannya saja membuatnya tersenyum seperti orang gila. Ia pikir, seharusnya ia masuk ke jajaran Forbes Asia Under 30. Toh, ia saat ini masih 29 tahun.

Jeremy menggeleng kecil, menepis semua bayangan narsisnya itu dan segera bersiap. Di tengah ia bersiap di depan kaca sambil menyisir rambutnya, ia teringat. Seharusnya, Clara mau mengatur rambutnya saat ini, 'kan? Secara, ini adalah acara penting.

Namun, sebelum ia melangkah menuju kamar Clara, ia terhenti. Oh, ia lupa untuk mengingatkan Clara bahwa hari ini acara pengangkatannya. Di hari ini juga mereka ada janji untuk fitting final baju pengantin mereka.

Oh, ingatannya kenapa memburuk secepat ini di bawah usia 30 tahun?

Dengan perasaan was-was, ia masuk ke dalam kamar. Sudah ia duga. Clara saat ini tengah bersiap di depan cermin. Mencatok rambutnya dengan telaten. Kondisinya kini Clara sudah siap dengan setelan gaun midi bercorak bunga dan dengan dandanan tipis seperti yang ia selalu suka.

"Hmm? Udah mau berangkat? Bentar, ya? Dikit lagi," ujar Clara dengan semangat. Ia menggulung rambutnya hingga membentuk gelombang yang manis.

Sangat cantik di mata Jeremy. Tapi sekarang bukan saat yang tepat baginya untuk memuji.

"Sayang?"

"Kenapa?"

"Maaf."

Tanpa menghentikan aktivitasnya, ia menoleh ke arah Jeremy. "Kenapa?"

Jeremy menunduk, menatap setelan rapinya yang terasa begitu berantakan karena kesalahannya; tidak mengonfirmasi jadwalnya pada Clara.

Clara terlihat tidak paham. Ia mematikan alat catoknya ketika ia selesai menata rambutnya. Ia lantas mendekati Jeremy yang sudah sangat rapi itu. Ia rapikan sedikit letak dasi Jeremy dan menatapnya lurus.

"Kok cemberut? Bukannya hari ini kamu mau jadi direktur?"

Jeremy mengernyit. Ia balas menatap Clara. "Kok tau?"

Dan saat itu juga, Clara tertawa terbahak-bahak dengan lelucon Jeremy. Ia kira Jeremy sedang melucu sekarang.

Namun, Jeremy tidak terima. Ia menahan tubuh Clara. "Aku serius. Kamu dandan karna mau fitting baju, 'kan?"

Clara menyeka air mata di sudut matanya.

"Konyol kamu, Sayang. Aku mau nemenin kamu lah. Masa seorang direktur ga ada gandengannya?"

Jeremy mengerjap sesaat. Ia menatap lurus ke arah mata Clara dengan tatapan sedikit menerawang. "Kamu?"

"Siapa lagi? Kamu emang punya tunangan lain selain aku?"

"Bukan, maksud aku–" Ia tergagap. Setelah berpikir bahwa Clara akan pergi fitting tanpanya, ia tidak pernah membayangkan akan menjalani hari pengangkatannya itu bersama Clara.

Clara berjinjit dan meraih pundak Jeremy kemudian memeluknya. Ia mengusap pelan belakang kepala Jeremy. Sangat lembut hingga membuat Jeremy yang semula tegang itu menjadi lebih rileks.

"Mana mungkin aku lupa hari penting kamu? Fittingnya bisa digeser malem, kok. Aku udah bilang."

Suara lembut yang menenangkan itu membuat Jeremy terenyuh. Tangan kekarnya kini melingkar di pinggang kecil Clara. Membawa wanita itu lebih mendekat padanya.

"Makasih, Sayang." Ia mengubur wajahnya di pundak Clara. "Makasih."

Merasakan ketegangan itu sirna, Clara terkekeh. Pasti Jeremy takut ia lupa dan marah padanya karena tidak mengingatkannya.

By The Irony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang