Kejutan

340 34 23
                                    

Saat itu Adip sedang istirahat makan siang di kantin kantornya. Biasanya, ketika makan siang ia akan memilih untuk makan di luar karena menurutnya menu kantin sangat membosankan. Di antara banyaknya menu, ia hanya tertarik dengan bakso.

Karena itu lah menu makan siangnya hari ini adalah bakso.

Ia tidak sedang dalam keadaan yang baik untuk makan di luar. Ia masih kepikiran kejadian semalam.

Apakah hal yang ia lakukan bersama Kira itu benar?

Apakah mentransfer uang ke rekening Kira adalah hal yang benar?

Menurutnya itu balasan yang lumayan setimpal. Kira membuatnya puas malam itu. Dan karena ia merasa terima kasih tidak cukup, ia memberikannya imbalan uang. Ia tidak pernah tahu apakah ke depannya ia akan bertemu dengan Kira.

Saat ia sedang menyeruput butir bakso keduanya, tiba-tiba seseorang menaruh segepok uang ke mejanya. Orang itu lantas menarik kursi dan duduk tepat di hadapannya.

"Dengan cara lo transfer gitu aja ke gue, lo nganggep gue lacur."

Orang itu adalah Kira, siapa lagi? Wanita itu menaruh uang senilai 5 juta, persis sejumlah uang yang Adip transfer kepadanya.

"Kira?" Adip mengerjap sesaat kemudian menaruh kembali sendoknya ke mangkok. "Ga gitu, Mbak. Saya ga enak aja karna kita ngelakuin itu."

"Baik dari gue maupun lo ga ada unsur paksaan kan? Gue juga ga minta apapun dari lo. Bahkan pertanggungjawaban. Anggep aja one night stand."

Kira meneleng, menatap uangnya yang sama sekali tidak disentuh oleh Adip. Sepertinya juga Adip tidak tertarik dengan uang itu. Ia kembali menarik uang tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.

"Ga mau terima? Oke, gue yang bayarin makan lo hari ini dan 4 bulan ke depan."

Adip mengernyit dalam. Sedikit nyaman dengan cara bicara Kira yang jauh lebih santai padanya. "Ga perlu, Mbak."

"Gue maksa. Lagian mulai besok gue kerja di sini. Di divisi lo."

Oh, pantas saja atasannya membicarakan tentang orang baru terus sejak kemarin. Ia mengangguk kecil, kembali memakan baksonya. "Orang barunya ternyata mbak?" gumamnya setelah menelan kuah bakso yang hangat dan pedas itu.

"Gimana, sih, Pak Adip? Malah gatau pegawai barunya sendiri?" Kira menggeleng, sedikit memberikan olokan kepada calon atasannya itu.

Adip menegakkan badannya, menekuk kedua lengannya di atas meja sambil menatap lurus ke arah Kira yang terlihat sangat santai menghadapinya. "Sekarang kita bisa ngobrol santai, kan? Misal saya pake lo gue?"

"Terserah lo sih. Kalo gue sih lebih nyaman gini karna tau kita ga jauh juga umurnya."

"Emangnya kelahiran berapa lo?"

"1994." Kira tersenyum manis hingga matanya menyipit. Tentu saja ia bangga karena kini ia mendapatkan sosok pria yang sedikit lebih tua darinya. Itu berarti, ia benar-benar akan menjalani hubungan dengan pria yang lebih dewasa dan matang.

Jika memang benar-benar jadi. Doakan saja.

Adip mengangguk-angguk dengan bibir yang menjebik. "Ya, ga jauh lah."

"Emang lo berapa?"

"2001."

Kira melempar beberapa lembar tisu yang telah ia bulatkan dengan asal ke arah wajah Adip. Keduanya tertawa kecil, menertawakan kebodohan yang baru saja dilontarkan oleh Adip. Padahal ia sangat tahu, jaraknya dengan Adip adalah 2 tahun. "Najis banget, sok muda lo. Kata Pak Agus lo umur 31 tahun."

"Nah, tu tau. Pake nanya lagi."

Saat mereka tertawa, seorang wanita berkerudung membawakan dua mangkok bakso yang masih mengepul ke meja mereka. Tak lupa dua gelas es teh yang sedikit mengepul. Bedanya kepulan es teh merupakan kepulan uap dingin.

By The Irony Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang