Inggris 24 Desember 2018
Kereta yang membawaku dari Cambridge menuju Leicester itu berjalan tanpa jeda. Sesekali, aku disuguhi pemandangan hamparan salju musim dingin, dan pohon-pohon tanpa daun, namun sesekali pula aku disuguhi dengan sungai yang beku serta rumah-rumah penduduk yang atapnya tampak putih karena tertutup salju, setelah itu gelap. Kereta membawaku masuk terowongan yang nyaris tanpa ujung, hingga akhirnya setitik cahaya muncul. Namun ,lagi-lagi salju.
Pengeras suara di kereta berbunyi, menggema di sepanjang sudut. Memberitahukan pada penumpang bahwa sebentar lagi Kereta akan sampai di stasiun Leicester. Aku segera bersiap-siap, memasukkan sebuah foto yang sejak tadi ku pegang ke dalam totebag-ku lalu menunduk, menatap pakaianku yang serba hitam. Hanya sebentar, aku mengelus overcoat-ku, takut jika ada kotoran yang menempel. Maklum aku tidak membawa pakaian ganti selain yang aku kenakan saat ini.
Kereta berhenti, dan seluruh penumpang turun dengan rapi. Begitu juga aku. Ku ambil sebuket bunga krisan berwarna putih yang aku beli di jalan tadi—di Cambridge—sebelum aku masuk ke dalam kereta. Itu bunga spesial, hadiah terakhirku untuk Evan—kekasihku.
Beberapa hari yang lalu, Evan ditemukan over dosis di kamarnya. Entah apa yang terjadi, pria itu sudah tidak bernyawa. keluarganya dan bahkan aku tidak percaya dengan hal ini. Evan terkenal dengan kebaikannya, ia bahkan tidak pernah meminum alkohol, aktif dalam kerohanian dan tentu saja pria baik-baik. Kepergiannya dengan cara mengenaskan ini sangat memukul kami—apalagi keluarganya.
Aku pikir hubungan bahagiaku dengan Evan tak akan mungkin terpisahkan oleh apapun meskipun maut sekalipun. Dua bulan lagi aku lulus dan dia berencana untuk melamarku. Namun ternyata semesta cemburu dengan cinta kami dan mengambilnya dariku.
Selama proses otopsi sampai proses pemakaman, aku selalu menemaninya. Hingga akhirnya sahabatku memintaku untuk kembali ke Cambridge untuk urusan skripsiku yang belum selesai padahal sebentar lagi aku ujian. Aku tahu Evan pasti kesal melihatku menangis berhari-hari dan mengabaikan pendidikanku. Sehingga meskipun hatiku remuk redam, aku kembali ke Cambridge dan menginap di sana semalam. Sebelum akhirnya, hari ini aku kembali ke Leicester untuk datang ke tempat peristirahatannya.
Aku menyeka air mata di sudut mataku, skemudian mengayunkan langkah di trotoar yang lembab. Natal di Leicester yang begitu semarak. Hiasan-hiasan natal mewarnai seluruh penjuru kota dan toko-toko memasang pohon natal di teras. Sungguh indah melihat semua orang bersorak merayakan malam natal yang begitu membahagiakan. Bergandengan tangan bersama keluarga atau pasangan mereka.
Tiba-tiba salju kembali turun.
Aku mendongak menatap langit yang tampak murah. Besok adalah hari natal kedua kami, namun ia telah pergi.
Aku akhirnya tersenyum. menarik nafas panjang kemudian bergumam
"Selamat natal babby, aku harap kau bahagia di sana."
![](https://img.wattpad.com/cover/321847972-288-k356978.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
RomancePost seminggu sekali Beberapa bagian dari cerita ini mengandung banyak adegan kekerasan dan adegan dewasa (18+). Dimohon bijak dalam membaca ya! Ini cerita tentang cinta dan dendam. akankah cinta bisa menghapus sebuah dendam ataukah sebuah dendam ak...