39

128 7 0
                                    

David POV.

Debur ombak di malam ini memecah suasana. Angin laut menggoyang-goyangkan gordyn tipis di pintu balkon yang ku biarkan terbuka. Rembulan yang penuh tampak cemerlang di langit yang bersih.

Aku beringsut dari posisiku, lalu memeriksa Alinea yang tidur dengan pulas di sampingku. Meskipun suasana hanya remang-remang namun aku bisa melihat wajah cantiknya begitu damai dengan nafas yang turun naik dengan teratur. Sejak tadi mataku belum terpejam sedikitpun. Rasa kantuk memang sama sekali tak menyapaku, apalagi ketika aku memiliki banyak pikiran seperti ini. Aku memang tidur di sampingnya sejak tadi, namun aku sedang menunggunya untuk terlelap.

Kami sudah menjadi pasutri selama seminggu, dan selama seminggu ini pula kami berhasil menciptakan dunia baru kami yang damai dan nyaman. Persis seperti di alam mimpi, kami menjadi pasangan suami istri yang normal seperti yang lain.

Namun, mungkin aku terpaksa harus terjaga dari mimpi indah ini. Aku harus sadar jika banyak masalah yang harus aku hadapi dan hal lain yang aku perjuangan. Aku harus bangun, untuk mengubah kerumitan ini. Demi Alinea dan keluarga kecil yang baru saja kami bangun. Sejujurnya, melihatnya terkungkung di sini membuatku merasa iba dengannya. Alinea yang biasanya hidup tanpa tekanan, bisa pergi kemanapun yang ia sukai dan bertemu dengan siapapun bahkan semua pasiennya, dan sekarang ia hanya berdiam diri di dalam rumah dengan kewaspadaan karena takut jika suatu waktu Anang ataupun polisi menemukan keberadaan kami. jadi aku ingin mengembalikan semua yang Alinea punya, agar ia bisa bahagia dengan kehidupannya nanti.

Setelah mengecup pipinya, aku beranjak dari tempat tidurku dengan perlahan. Aku tidak mau membuatnya terjaga dan bertanya mau kemana. Sebelum meninggalkan kamar, aku menatap siluet tubuhku yang hanya mengenakan celana panjang itu dari balik kaca. Aku menghela nafas pelan, entah apa yang ku pikirkan namun semuanya sangat rumit.

Seminggu yang lalu, saat aku baru sehari menjadi pengantin baru, Sky menelponku dan meminta tolong untuk menyelamatkannya. Aku pikir dengan ia sudah terlepas dari tangkapan Anang, hidupnya sudah baik-baik saja. Nyatanya, Anang meminta Sky untuk membawa Alinea padanya. Dan pria itu hanya diberi waktu selama tiga hari. Sekarang, tiga hari itu sudah terlewat dan kabar terakhir yang aku dapat, Anang menghancurkan markas Sky di kota dan kembali membawa pria itu. Bahkan aku melihat dengan jelas video dimana Sky disiksa oleh anak buah Anang. Pria licik itu mengatakan bahwa aku harus datang menyelamatkan Sky dengan membawa Alinea.

Anang gila!

Aku sudah tau itu sejak awal. Tapi kenapa ia selalu menjadikan Alinea tumbal keserakahnnya. Tidakkan ia puas dengan apa yang ia miliki sekarang? Bisnis gelap yang membuat namanya cemerlang. Apakah ia masih menginginkan harta yang dimiliki oleh mendiang orang tua Alinea? Tidakan ia bisa berbesar hati dengan ikhlas menyerahkan apa yang menjadi hak milik Alinea? Apakah dengan membunuh dan menyakiti membuat Anang melangit dan merasa paling kuat?

Aku turun dari tangga dengan cepat. Di ruang tamu, aku sudah melihat Thomas dan Edward menungguku. Melihatku datang, kedua pria itu berdiri.

"Kamu sudah siapkan mobil Thom?" tanyaku ketika berhadapan dengan kedua anak buahku tersebut.

Thomas dan Edward saling berpandang dengan ragu.

"Bos yakin ingin pergi malam ini?" Tanya Thomas dengan ekspresi bimbang.

"Iya. Aku harus segera menyelamatkan Sky." Sahutku lantas mengambil kaos-ku yang berada di kursi dan memakainya.

"Dengan tidak mengatakan apapun pada nyonya?" imbuh Edward. Setelah menikah mereka memanggil Alinea dengan sebutan Nyonya.

Aku menatap kedua pria itu bergantian. Sejak kapan mereka terlalu banyak Tanya. Biasanya mereka akan berangkat ketika diperintah, tanpa mengatakan apapun. Tapi semenjak ada Alinea, rupanya mereka juga sangat menkhawatirkannya. Mungkin mereka juga tidak ingin Alinea marah dan kecewa ketika aku meninggalkannya tanpa pamit. Tapi aku yakin, Alinea tidak akan mengijinkanku pergi jika aku mengatakan hal ini padanya.

"Minta beberapa rekan kita untuk menjaganya disini. Akan ku pastikan jika besok kita sudah kembali." Sahutku tenang, meskipun aku tidak yakin apa yang akan Anang lakukan terhadap kami.

Untuk menyelamatkan Alinea, kami harus menyelamatkan Sky lebih dulu. Edward sudah mendapatkan informasi dimana Sky di sekap oleh mereka. Di sebuah rumah kosong diatas bukit yang tak jauh dari kota. Pria itu sudah dipukuli babak belur dan diikat di sebuah kursi.

"Dan pastikan juga bahwa Alinea aman dan tidak pergi kemanapun." Lanjutku.

Kedua anak buahku mengangguk. Setelah menyiapkan semuanya, kami akhirnya pergi menembus malam yang dingin dan sunyi. Saat mobil sudah sampai di bawah bukit, aku menoleh ke atas, dimana rumah kami terlihat begitu megah dari sini.

Aku menghela nafas pelan dengan perasaan yang tidak bisa ku gambarkan. Di dalam rumah itu, ada Alinea-ku yang tertidur dengan pulas seperti bayi, yang tidak menyadari jika saat ini suaminya sudah tidak ada di sampingnya.

Maafkan aku Alinea sayang, aku ingin menyelesaikan semua masalah ini dengan cepat.

Aku menyandarkan tubuhku di kursi penumpang kemudian mencoba memejamkan mataku. Thomas menyetir dengan kecepatan sedang, mungkin ia mengerti jika batinku sedang gundah kali ini. Sementara di belakang kami mengikuti dua mobil van hitam yang berisi Edward dan anak buahku yang lain.

Sebelum mendapatkan Alinea, aku tidak pernah takut apapun. Bahkan ketika salah satu anak buah Alexis menebas dadaku. Aku bersiap untuk semua hal terburuk di dalam hidupku. Menjadi bagian dari Anang, kemudian berurusan dengannya sudah seperti telur di diujung tanduk. Aku tidak tau kapan akan terjatuh dan diinjak. Namun setelah bersama Alinea dan menikahinya, aku sadar bahwa hidupku kini miliknya. Aku tidak ingin istriku yang sangat aku cintai itu terluka ataupun sedih ketika mendengar kabar buruk tentangku. Jadi sekarang, aku berusaha agar terus bisa bersamanya dan kembali dengan keadaan baik-baik saja meskipun aku tak bisa menjamin itu semua.

Menjelang fajar, mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah besar di atas bukit. Aku belum pernah kemari, mungkin Anang menyembunyikannya dariku. Rumah itu berlantai dua, tapi terlihat suram. Tidak ada lampu terang yang mengelilingi setiap sudut rumah itu. Satu-satunya lampu yang ku lihat adalah yang berada di depan pintu masuk. Untung fajar sudah menyingsing, sehingga aku tidak perlu kesulitan menyusun strategi.

"Sekarang bagaimana bos?" Tanya Thomas ketika kami sudah keluar dari mobil.

Aku menyisir pandangan ke sekeliling. Kenapa rumah ini sepi sekali? seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia. Apakah yang sebenarnya terjadi di dalam sana?

"Mari kita masuk. Mungkin Anang sudah menunggu kita di dalam."

Thomas dan yang lain mengangguk. Kami berjalan cepat menuju pintu depan. Di depan pintu aku berhenti sebentar, memberikan kode pada Thomas bahwa sekeliling kami aman. Thomas mengangguk, mengisyaratkan bahwa pintu bisa kami bobol.

Namun, aneh sekali. aku pikir pintu ini terkunci, tapi aku bisa membukanya sekali dorong. Aku terkejut, begitu juga dengan anak buahku yang lain.

Saat pintu sepenuhnya terbuka, dan cahaya matahari pagi menyusup lewat celah-celah kecil di setiap sudut ruangan itu, aku melihat Sky berada di tengah ruangan. Ia duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat sementara mulutnya disumpal dengan kain.

Aku menyipitkan mataku, berusaha untuk focus bahwa Sky masih hidup. Setelah yakin jika pria itu masih bergerak, aku segera berlari mendekatinya. Tubuh Sky sudah babak belur. Selama beberapa hari ini, aku yakin jika para algojo itu mengintimidasi dan memukulinya.

"Akkhh nnggg.....!" teriak Sky di balik penutup mulutnya. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Apa yang terjadi Sky, dimana mereka?!" aku berusaha dengan cepat meloloskan kain yang menyumpal mulut Sky. Pria itu berkeringat dan tubuhnya bergetar.

"Kau dijebak David!" teriak Sky dengan sisa-sisa tenaganya setelah kain itu berhasil aku lepas.

Mataku membola. Seketika aku langsung menatap matanya yang basah untuk mencari pembenaran dari kalimatnya.

"Apa maksudmu?" jantungku tiba-tiba memompa dengan cepat dan kakiku lemas. Ada pikiran buruk yang melintas di kepalaku dan aku harap itu tidak benar.

"Mereka sedang menuju markasmu untuk membawa Alinea!"

Dan, apa yang aku pikirkan menjadi kenyataan.

****** 

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang