35

99 9 0
                                    

Persiapan pernikahan!

Aku pikir, menikah tidak akan secepat ini. Atau mungkin selama ini aku berfikir jika persiapan pernikahan tidak akan seribet ini. Padahal aku dan David hanya berniat mengadakan sebuah pesta pernikahan secara kecil-kecilan tanpa mengundang siapapun selain anak buah David. Kami akan menikah di sebuah gereja kecil di dekat pantai. Gereja yang berada di atas bukit dengan pemandangan pantai, dan hamparan rumput hijau di sekelilingnya. Kami memang tidak ingin bermewah-mewah. Selain karena kami masih dalam pelarian, kami juga ingin merasakan kesakralan dari pernikahan kami.

Kami tidak ingin dekorasi mewah, karena pihak gereja sudah menyediakannya. Yang aku butuhkan hanya sebuah gaun pengantin. Tentu saja! Meskipun pernikahan kami sederhana, namun aku tetap ingin terlihat cantik sebagai pengantin wanita. Apalagi ini hanya terjadi sekali dalam hidupku. Tapi aku masih bingung dengan gaun keinginanku. Padahal rencana pernikahan kami tinggal dua hari lagi.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Suara David membuyarkan konnsetrasiku yang sibuk dengan ponsel di depanku. Sejak pagi aku bahkan belum sempat sarapan karena sibuk mencari butik yang sekiranya bisa membuat gaun impianku dalam semalam.

Ini salahku. Padahal David sudah melamarku seminggu yang lalu dan aku justru sibuk dengan dekorasi bersama dengan orang gereja. Meskipun aku menyerahkan segalanya pada pengurus gereja, namun aku tetap ingin ikut serta dalam memilih bunga untuk menghias.

"Kamu belum menyentuh sarapanmu sayang...."

Aku mendongak dan menatap David yang berdiri di depan pintu sambil membawa nampan berisi sarapan. Nasi goreng dan susu hangat. Itu pasti buatan Thomas atau mungkin Edward. Meskipun mereka terlihat garang, namun mereka memiliki hobi memasak dan makanannya sangat enak.

"Aku ingin memesan gaun pengantin agar Thomas atau yang lainnya bisa mengambilkannya untukku ke kota besok." Kataku kemudian kembali sibuk menekuni ponsel yang sejak tadi terus berada dalam tanganku.

David menaruh nampan itu di atas meja, kemudian ia menggeser kursi agar menghadap ke arahku. Dengan pelan ia mulai menyendok nasi dan menyodorkannya tepat di depan mulutku.

"Tapi tidak harus melupakan makan bukan?" tanyanya.

Aku menatap sendok berisi nasi itu sesaat sebelum akhirnya membuka mulutku dan mengunyahnya. Nasi gorengnya sangat enak. Kenapa aku tidak memakannya sejak tadi?

"Kamu harus menjaga kesehatanmu." David kembali menyuapiku.

"Iya aku tau." Kataku tanpa menatapnya. "Tapi aku ingin terlihat cantik dengan baju pernikahanku nanti."

David menghela nafas. "Kamu akan tetap cantik mengenakan apapaun."

Aku meliriknya sekilas kemudian mencebik. "Gombal....." cibirku.

David tertawa kecil, kemudian kembali menyuapiku. Kami sama-sama diam. Aku sibuk dengan ponselku, dan David sibuk menyuapiku. Hingga akhirnya nasi di piringku habis tanpa sisa.

"Aku tunggu di bawah." Gumam David sambil mengemasi sisa piring kotor.

"Maksudnya?" aku mendongak menatapnya yang tengah tersenyum.

"Jangan lama-lama." David hanya memberiku kode semacam itu kemudian pergi begitu saja. Aku hanya mengerutkan kening sambil menatapnya keluar dari pintu.

Lima menit kemudian, aku turun ke lantai bawah sesuai permintaan David. Pria itu sudah menungguku di sofa sambil bermain ponsel.

"Kita mau kemana?" tanyaku ketika kami sudah berhadapan.

David beranjak dari duduknya kemudian meraih tanganku dan menariknya untuk mengikutinya. Ia menghidupkan mesin mobil kemudian melaju membelah jalanan pinggir pantai yang sepi.

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang