21

146 8 0
                                    

"Bagaimana menurutmu Alexis?" tanya papa ketika di ruang makan ini tinggal kami berdua.

Pria bernama Alexis itu telah pergi beberapa saat yang lalu. Ia mengatakan bahwa ada urusan pekerjaan yang sudah menunggunya.

"Maksudmu dad?" aku memicingkan mata. "Apa aku juga perlu memberikan ulasan untuk performa pria tadi di meja makan?"

Papa menyesap tehnya dengan tenang.

"Papa menjodohkanmu dengan dia." Ia meletakkan cangkir tehnya di atas meja, kemudian menatapku dengan sorot mata seperti biasanya. Dingin dan penuh dengan intimidasi. Kalimat yang dikatakannya tadi tidak menyiratkan bahwa ia meminta pertimbanganku, melainkan memaksaku untuk mengikutinya.

Seperti sambaran petir yang tiba-tiba meluluh-lantakkan hatiku tanpa sisa. Aku langsung terdiam sekaligus memucat. Bagaimana tidak? Apa papa sudah gila dengan menjodohkan aku dengan psikopat seperti Alexis? Apa papa sedang berusaha menjadikan puteri semata wayangnya tumbal untuk dijadikan mangsa reptil dan singa yang Alexis miliki suatu saat nanti?

"stop dad stop!" aku mengangka kedua tanganku. "Maksudnya apa?"

"Ya kalian menikah. Kamu dengan Alexis?"

"Dad kau serius?" aku mengerjap beberapa kali. "Kenapa aku harus menikah dengannya?" demi apapun, aku tidak akan mungkin bisa menikah dengan pria itu. pertama karena aku tidak mencintainya, dan aku memiliki seorang pacar, kedua aku tidak akan mungkin menyukai seseorang yang hampir membunuh kekasihku.

"Apa papa terlihat bercanda sekarang?" papa menatapku dengan tajam menembus mataku. Ada sedikit ngilu dan gamang menyusup di hatiku ketika menatapnya. Namun pernikahan bukanlah hal yang bisa dikendalikan sesuka hati. Aku akan menikah, jika aku mencintainya.

"Dad demi Tuhan aku tidak bisa." Tolakku dengan tegas.

Papa menatapku tidak suka. "Kamu tidak punya hak untuk menolak Alinea. Kurang apa Alexis? Dia tampan, baik dan juga kaya raya."

"Jadi kau sedang menjualku padanya Dad? Dengan imbalan mendapatkan kekayaan pria itu?!" mataku berkaca-kaca. Tega sekali papa melakukan hal itu padaku. Apa papa tidak tau jika sebenarnya Alexis bukanlah pria baik-baik. Ia hampir saja membunuh David, dan tidak menutup kemungkinan ia juga akan membunuhku jika aku tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Papa menghela nafas pelan. "Kalimat menjual terlalu kasar Alinea. Papa tidak bermaksud menjualmu pada Alexis. Papa hanya ingin keluarga kita bersatu, agar bisnis berjalan sesuai rencana."

"Apa bedanya?!" dengusku kesal.

"Alinea dengarkan papa. Tugasmu hanya menuruti apa yang papa dan mama minta.menikahlah dengan Alexis dan semua akan berjalan sesuai rencana."

"Aku tidak mau dad!" aku bersikukuh.

"Kenapa?! Apa kurangnya Alexis?"

Aku beranjak dari tempat dudukku.

"Kurangnya adalah karena Alinea tidak mencintainya!" aku pergi begitu saja meninggalkan papa.

*****

Aku mencorat-coret selembar kertas yang berada di depanku dengan tidak tenang. Anggap saja itu sebagai distraksi agar pikiranku yang kalut ini sedikit merasa lebih baik. Tapi semua terasa sama saja. Ku toleh jam dinding yang tergantung di klinik. Sudah pukul delapan malam, dan klinik sangat sepi karena aku memang tiba mengubah kata 'tutup' menjadi 'buka' sejak kedatanganku tadi.

Sejujurnya aku tidak tahu lagi harus kemana sekarang. Pulang? Akh aku sama sekali tidak ingin pulang malam ini. Bertemu papa justru akan membuat perasaanku kian memburuk. Jadi klinik adalah satu-satunya tempatku singgah sekarang. Jika aku sudah bosan, aku bisa tidur di hotel.

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang