aku berdecak sebal. Sambil melipat kedua tangan di depan dada, pandanganku berkeliling dari bed satu ke bed yang lain. Aku pikir, shift malamku menjelang cuti akan berjalan dengan sangat kondusif dan tenang, namun ternyata bahkan sampai jam sudah menunjukkan pukul enam pagi dan shift malamku akan segera usai, pasien masih terus berdatangan.
Aku menarik nafas lega ketika melihat dokter yang akan menggantikan shift-ku berjalan masuk ke IGD. Setidaknya pertempuranku semalam akan segera berakhir dan aku bisa segera pulang, mandi kemudian berangkat menuju bandara nanti siang. Aku tidak sabar untuk bertemu dengan Helena dan bercerita banyak hal pada sahabatku itu.
"Dok, ada pasien baru!" seru seorang perawat yang berada di depan pintu. Sedetik kemudian muncul seseorang yang dipapah oleh seseorang. Pasien tersebut berjenis kelamin pria dengan kemeja putih yang berlumuran darah. Namun dari tempatku berdiri sekarang, wajah pasien tersebut sedikit kurang jelas.
Beberapa penunggu pasien menjerit, pun dengan perawat wanita. Beberapa perawat pria berlari menyusul mereka untuk membantunya menuju ruang tindakan.
"Nona!" pria yang memapah itu menemuiku dan aku terkesiap. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan wajah pria dengan stelan jas hitam tersebut. Bedanya jika beberapa hari yang lalu ia tampak rapi mengenakan jas, tidak dengan hari ini. Ia terlihat sedikit berantakan,penuh keringat dan kemeja putih sebagai dalaman jas itu penuh dengan darah.
"Thomas?!" aku segera menyambar stetoskop. Perasaanku tidak enak sekarang. "Jangan bilang kalau....." aku berjalan menuju ruang tindakan dan Thomas mengikutiku dari belakang. Langkahku lebar-lebar, ingin segera memastikan bahwa pria yang aku pikirkan dan yang berada di sana itu sama. Namun dalam hati kecilku, aku berharap pikiranku ini salah.
"Bos terluka."
Aku meremas gagang stetoskop yang berada di tanganku. Dengan cepat aku menyibak beberapa perawat yang mencoba untuk membantunya meredakan perdarahan.
Aku mengusap rambutku frustasi. kenapa lagi dengannya? Apa luka-luka lebam itu tidak cukup sehingga ia datang dengan luka terbuka di dadanya? Apa sebenarnya yang dilakukannya sampai ia mendapatkan cedera parah seperti ini?
"Kalian segera siapkan alat jahit luka." Perintahku pada dua orang perawat yang berdiri di sampingku. Aku menggigit bibirku, ketika mataku melihat David yang kini duduk di bed ruang tindakan. Baju putihnya berlumuran darah sementara dadanya yang sobek terus mengucurkan darah segar. Ia meringis sambil menatapku.
Oh Tuhan! Aku bisa gila sekarang.
"Apa yang terjadi denganmu?" aku mengambil kasa lalu menekan luka itu dengan tanganku. "Darahmu.....astaga!" aku memejamkan mata sesaat.
David tidak menjawabku. Ia hanya menatapku dengan bibir mendesis menahan nyeri.
"Apa yang terjadi Thomas?!" aku menoleh pada Thomas yang berdiri di sampingku. Ku lirik tajam pria yang sekarang terlihat panik itu. untuk ukuran luka sayatan yang panjang dan dalam ini, tidak mungkin David mendapatkannya dari dapur ketika memasak bukan?
"Jawab aku!!" aku berteriak histeris. Mataku berkaca-kaca, kemudian aku menangis. "Jika kamu tidak mau berkata jujur, aku akan membunuhmu sialan!" aku tidak peduli jika sekarang sedang mengumpat padahal aku berada di tempat kerja. Aku kesal, sedih bahkan cemas dengan keadaan David.
"Bos kena luka tebas nona." Sahut Thomas pelan.
"Luka tebas?" aku menatap Thomas dengan alis berkerut. "Kalian bukan anak SMA yang lagi tawuran kan?!"
Thomas hanya menunduk, tidak menjawab.
"Apa kamu tahu, kamu bisa mati kalau kehabisan darah!"Aku menunduk. Butiran air mata terjatuh di atas seprei putih yang kini sudah bernoda merah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
RomancePost seminggu sekali Beberapa bagian dari cerita ini mengandung banyak adegan kekerasan dan adegan dewasa (18+). Dimohon bijak dalam membaca ya! Ini cerita tentang cinta dan dendam. akankah cinta bisa menghapus sebuah dendam ataukah sebuah dendam ak...