18

163 8 0
                                    

Aku melihat mama menyusut hidungnya. Isaknya sudah tidak terdengar, namun mata itu masih berkaca-kaca dan sembab. Jujur melihat mama yang seperti ini membuatku merasa bersalah karena sudah menutupi hubnganku dengan David. seharusnya, aku segera mengatakan pada mama tentang hubungan kami setelah kembali dari pelarian hari itu. namun aku yakin, meskipun mama mengetahuinya dari bibirku atau melihatnya tanpa sengaja seperti tadi, ia akan tetap merasa kecewa dan terluka.

Setelah mengajakku pulang dan masuk ke dalam mobilnya, mama langsung mengajakku pergi tanpa mengatakan sepatah katapun pada David. Meninggalkan David sendirian yang hanya bisa menatap kami dari depan pintu klinikku yang masih terbuka. Ia memang sengaja tidak mengejar kami, karena aku yakin mama pasti akan mencari waktu untuk berbicara empat mata dengannya.

Alih-alih langsung membawaku pulang, mama justru membelokkan mobilnya ke salah satu café. Mungkin ia ingin berbicara denganku dengan ditemani cafeine agar pikirannya bisa sedikit lebih tenang.

"Alinea, kamu tidak boleh melakukan hal seperti itu dengan kakakmu. Apa yang kalian lakukan?" mama membuka suara setelah kami terdiam cukup lama. Bahkan kopi di meja sudah berkurang uap panasnya. Tapi perempuan itu sepertinya masih belum berinisiatif untuk menyesapnya.

"Dia bukan kakak kandung Alinea ma. Mama seharusnya tau akan hal itu bukan?" sahutku lugas. Aku heran, kenapa mama masih berusaha untuk berfikiran positif bahwa aku tidak tahu tentang hubungan kakak-adik tiri antara aku dengan David.

Kembali air mata turun membasahi pipi mama. Bibirnya bergetar. "Kamu....kenapa bisa tau Aliena?" ia meraih tanganku. "Siapa yang memberitahumu? Sejak kapan?" pertanyaannya bertubi-tubi. Tapi sorot matanya penuh dengan kekhawatiran yang mendalam.

"Beberapa hari yang lalu, sebelum David mengajakku menghindari Alexis." Entah mama tau atau tidak dengan pria bernama Alexis itu. namun dari ekspresinya yang terlihat biasa saat aku menyebut nama pria itu, aku yakin mama juga sudah tau.

"David yang memberitahumu?"

Aku menggeleng. "Bukan ma, seseorang yang dulu bersahabat dekat dengan David dan kini memusuhinya yang memberitahu Alinea."

Mama menyeka air matanya dengan cepat. "Apa saja yang orang itu katakan padamu Aliena?" ia bertanya setengah berbisik. Seolah-olah tidak ada satupun orang yang boleh tahu dengan pertanyaannya. Padahal café ini cukup sepi. Tapi mama bertanya dengan penuh hati-hati. Ia seperti merasa jika meja dan kursi serta tembok di sekeliling kami bisa mendengar.

"David hanya mengatakan hal itu ma." Sahutku jujur dengan mata berkeryit. Aku heran dengan ekspresi mama yang sangata berlebihan.

"Dan kalian pacaran?"

Aku terdiam sejenak lalu menunduk. Berat mengatakan hal jujur ini pada mama, namun aku tidak boleh berbohong. Lagipula mama sudah melihat kami berciuman dan tidak mungkin bukan kalau kami melakukannya tanpa perasaan?

"Iya. kami saling jatuh cinta."

"Oh Tuhan....." desis mama menutupi mulutnya.

Aku mendongak. "Mama, kami tidak salah bukan? Lagipula Alinea dan David tidak ada hubungan darah sama sekali.kami benar-benar saling mencintai satu sama lain, dan Alinea menemukan seseorang yang mencintai Alinea sepenuh hati ma."

Mama meremas tanganku dengan erat. Tangannya dingin sekali.

"Apa papa tau hubungan kalian?"

Aku menggeleng. "Sepertinya tidak. Hanya mama yang tau."

Mama terlihat menghela nafas lega. Wajahnya tidak setegang tadi, namun bukan berarti ia sudah benar-benar rileks. Raut wajah penuh khawatir itu masih melingkupinya. Aku tidak tahu kenapa mama bisa sekhawatir itu dengan hubunganku dan David. bukankah seharusnya ia lega, jika aku berpacaran dengan pria yang jelas-jelas mama kenal sejak aku kecil.

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang