14

223 13 0
                                    

David POV.

"Jangan berkelahi lagi ya. Aku takut kamu kenapa-kenapa."

Kalimat itu sungguh membuat kepalaku berdenyut dengan hebat. Aku bisa melihat kekhawatiran itu dari wajahnya setiap melihatku pulang dengan wajah penuh luka. Aku bisa saja berjanji untuk tetap menjaga tubuhku dengan baik, namun aku tidak yakin. Pekerjaanku selalu berhubungan dengan sesuatu yang berbau kekerasan, sesuatu yang berbau anarkis, dan sesuatu yang selalu mengintimidasi setiap orang.

Hidup sebagai David Prayoga bukanlah sesuatu yang mudah. Ketahuilah bahwa aku hanya menggunakan nama itu sebagai simbol bahwa aku telah menjadi salah satu bagian dari keluarga itu, meskipun pada kenyataannya aku tak memiliki hubungan darah dengan Anang Prayoga ataupun Rose Prayoga. Dan jika saja bisa, aku lebih memilih untuk tidak menjadi bagian dari mereka. Jika saja bisa, aku tidak ingin mengenal mereka dan bersembunyi selamanya.

Kisahku seagai anak angkat bukan seperti cerita di dalam film-film atau drama. Dimana aku tidak tahu bahwa Anang dan Rose adalah orangtua angkatku, lalu mereka membesarkanku dengan baik kemudian mereka baru memberitahuku fakta ini setelah aku dewasa.

Tidak!

Aku sendiri bahkan yang menerima permintaan untuk menjadi anak angkat mereka. Aku juga tau bagaimana orang tuaku, dimana rumahku di masa lalu dan bagaimana mereka meninggal. Jadi selama ini aku menutup semua rahasia itu dalam-dalam. selain para anggota Dragon yang sekarang dipimpin oleh Sky sialan itu, dan semua anak buahku termasuk Thomas dan Edward, tidak ada yang tau tentang rahasia ini.

Bahkan Alinea. Seseorang yang selalu menganggapku sebagai kakaknya, seseorang yang selalu ingin aku lindungi melebihi nyawaku sendiri.

"Alexis butuh bantuan kita untuk memiliki beberapa senjata api dari Amerika." Anang Prayoga membuka kalimatnya siang ini ketika kami berada di ruang kerjanya.

Ia memegang gelas anggur dan menatap lurus ke luar jendela. Salah satu tangannya masuk ke dalam saku celana. Dari belakang ia memang terlihat penuh dengan kewibawaan. Dari pakaian yang dipakainya, penampilannya, bahkan dari cara ia memegang gelas. Anang memiliki suara bariton yang tegas. Ia bisa menghabisi siapapun jika tidak menguntungkannya dan tidak bisa bekerja sama dengannya. Namun ia tidak melakukan itu dengan tangannya, tapi melalui tanganku.

"Butuh berapa?" tanyaku dingin. Kami memang sama sekali tidak dekat, aku bahkan tidak pernah memanggilnya papa ketika hanya berdua, namun berbeda jika kami bersama dengan Alinea atau beberapa kolega . Aku harus pandai berakting sebagai seorang anak pertama laki-laki di keluarga Prayoga yang sangat harmonis dengan ayahnya. Pun aku rasa juga begitu dengan Anang. Ia ingin terlihat sebagai ayah yang sangat menyayangi anak angkatnya.

"Lima ratus." Sahutnya kemudian berbalik badan dan menatapku dengan tajam. "Jangan ada kesalahan." Ia menyesap anggurnya dengan pelan sambil menikmati.

"karena Alexis adalah seseorang yang licik, maka kamu jangan sampai lengah dengannya."

Aku tidak menjawab. sebab ketika Anang mengatakan hal tersebut, itu seperti ia sedang mengatakannya untuk dirinya sendiri. Ia tak lebih licik dari pria itu.

"Aku tau apa yang harus aku lakukan." Sahutku datar.

"Dan bereskan Toni." Anang meletakkan gelas anggurnya di atas meja, lalu berjalan mendekatiku.

Aku menaikkan alis. Toni adalah mantan sekertaris Anang selama beberapa tahun, dan bebrapa bulan lalu Anang memecatnya karena beberapa kesalahan.

"Dia berencana untuk membocorkan rahasia kita pada media." Beberapa tahun menjadi sekertaris, membuat Toni paham seluk belum Anang Prayoga. Bahkan tentang bisnis gelapnya, yang bahkan negara ini saja tidak tau.

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang