41

48 6 0
                                    

Aku masih meringkuk di dalam persembunyianku, meskipun aku tau jika Anang dan anak buahnya sudah meninggalkan tempat ini, aku masih tidak berani untuk keluar dari tempatku sekarang. Karang yang menjulang ini berhasil melindungiku, dan aku merasa jika ini adalah tempat ter-aman sekarang.

Matahari semakin tergelincir ke barat, suara riuh ombak di lautan lepas membuat perasaanku membaik, ditemani dengan semilir angin pantai yang membuatku semakin lama semakin terkantuk-kantuk.

Aku tertidur.....

Sebuah lorong seperti menyeretku ke waktu yang lain.

Aku membuka mata, dan melihat David duduk menekuk lutut di sampingku. Wajah pria itu tersungging senyum, dan matanya memandang ke laut lepas. Ia tampak bahagia, senyum mahalnya terlihat jelas bahwa ia sedang merasakan kedamaian di hatinya.

"Kamu sudah bangun?" ia melepaskan pandangannya dari laut dan menatapku dengan hangat.

Aku mengangguk, kemudian mengangkat kepalaku dari pundaknya. Kami duduk berdua di pinggir pantai sambil bermain pasir sebelum aku tertidur tadi. Seperti biasanya, dengan kaki telajang.

"Aku terkejut ketika ombak kecil mengenai kakiku." Sahutku dan memperhatikan ombak kecil yang berkejar-kejaran di pinggir pantai. Sayang sekali, ombak itu menghancurkan istana pasir yang tadi sempat kita bangun.

David tersenyum, kemudian mengusap rambutku.

"Apa kita kembali ke rumah sekarang, agar kamu bisa melanjutkan tidur?"

Aku menggeleng. "Tidak, aku masih ingin menghabiskan sore bersamamu di sini."

Pria itu kembali melempar pandangannya ke laut dengan senyum tersungging. Aku memperhatikannya dari samping, ia memiliki wajah yang sangat rupawan dan aku tergila-gila padanya.

"Apa yang kamu lihat Dav? Sejak tadi ku lihat kamu tersenyum?"

David merangkulku dan aku kembali merebahkan kepalaku di pundaknya.

"Bukankah matahari terbenam sangat cantik Alinea? Aku begitu bersyukur bisa menikmati suasana seperti ini bersamamu." ia mengedik kearah matahari terbenam, dan aku mengikuti arah kedikan-nya. Benar saja, sejak tadi aku tidak memperhatikan hal itu, karena aku focus dengan wajah suamiku.

"Iya....itu sangat cantik." Sahutku lugas. Aku melihat matahari yang akan terbenam di garis cakrawala itu memang sangat indah. Apalagi diantara garis cakrawala itu, aku melihat kapal nelayan yang tengah berlayar. Seperti lukisan, sangat luar biasa cantik.

"Tapi, lebih indah wajah suamiku." Aku mengecup pipi David dengan lembut.

Pria itu menatapku tidak percaya. "Alinea, sejak kapan kamu pandai menggombal seperti itu?" ia menaikkan salah satu alisnya.

Aku tertawa. Benar, sejak kapan aku begitu mudah memuji orang lain. Tapi dia suamiku, aku bisa melakukannya sesuka hatiku. Tapi hanya aku yang boleh memujinya, karena dia hanya milikku. Aku akan membuat perhitungan pada siapapun yang mencoba menyentuh suamiku.

"Kenapa? Aku berkata jujur."

"Kamu bahagia hidup bersamaku?" David menyentil hidungku.

"Sangat bahagia!"

Kami terdiam beberapa saat.

"Kamu tau Alinea, kamu juga cantik." Gumam David kemudian.

"Aku sudah tau." Sahutku menyombongkan diri. "Kalau aku tidak cantik, aku tidak akan mungkin membuatmu tergila-gila. Benar begitu tuan muda?"

David mencebik. Ia lalu melumat bibirku dengan rakus, seperti biasanya.

"Akh, kamu tidak bisa melakukannya disini Dav!" aku melepaskan ciumannya. "Aku belum memberimu ijin untuk menciumku."

David menangkupkan kedua tangannya di pipiku. "Aku tidak perlu ijin untuk mencium istriku!" ia berusaha untuk kembali menciumku, dan aku mendorong tubuhnya menjauh.

"Tangkap aku, jika ingin menciumku." Aku bangkit dari dudukku dan berlari menjauhi pria itu.

"Alinea!" David berteriak memanggilku kemudian berlari menyusulku.

Kami berkejar-kejaran di bibir pantai mirip anak kecil. Pasir-pasir basah yang kami pijak membentuk cap kaki kami di sepanjang bibir pantai. Namun beberapa saat kemudian, jejak kaki kami menghilang disapu ombak.

"Tangkap aku honey....." teriakku berlari lebih kencang agar pria itu tidak bisa menangkapku. Tapi aku tau jika sekencang apapun aku berlari, langkah David yang lebih lebar dariku itu akan dengan mudah menyusulku.

"Jangan berlari terlalu cepat Alinea, kau bisa jatuh!" David mempercepat langkahnya, dan tiba-tiba saja ia sudah berada di belakangku.

Aku berteriak, namun pria itu berhasil meraih pinggangku dan menarik tubuhku.

"Siapa bilang aku tidak bisa menangkapmu sayangku....." pria itu lantas mengangkat tubuhku dan kami berputar dengan gelak tawa yang ringan. Angin pantai meniup rambutku yang tergerai.

David menurunkan tubuhku, dan kini kami berdiri berhadapan.

"Sudahlah jangan berlari, kamu bisa jatuh."David mengunci tanganku agar aku tidak kembali berlari. Nafasnya terengah, begitu juga aku.

Aku tertawa kecil. "Aku tidak akan pernah jatuh, karena kamu pasti akan menangkapku."

"Kamu percaya padaku?" David menunduk menatap mataku dengan tajam.

Aku mengangguk. "Aku sangat mempercayaimu. Dan aku harap kamu akan terus berada di sisiku."

Pria itu merapikan anak rambutku.

"Alinea, kamu berhasil membuatku tetap bertahan hidup ketika keputus-asaan disertai rasa dendam terus bertumbuh di benakku. Tanpa cintamu, aku bahkan tidak takut jika Anang membunuh dan menghnacurkanku. Aku hidup dengan jiwa yang mati, namun saat aku sadar bahwa di dalam hidupku ini, aku diciptakan untuk melindungimu dan mencintaimu, akhirnya aku sadar bahwa aku harus bertahan demi dirimu. Alinea, satu-satunya perempuan yang paling aku cintai di dunia ini."

Mendengar kalimat itu mataku basah. David mengusap air mataku, lalu menarik daguku dan menunduk untuk menciumku. Ia melumat bibirku dengan lembut, dan seperti biasanya aku terbuai dengan ciumannya. David selalu berhasil membahagiakanku, dalam hal apapun.

Aku tersentak dan membuka mataku perlahan. Di depanku, matahari terbenam begitu cantik menghiasi cakrawala. Sama seperti di mimpiku tadi, hanya saja saat ini aku sendirian dan duduk di balik karang mencari perlindungan. Tanpa David, atau pelukan hangat pria itu. Meskipun sejak siang tadi karang ini memelukku dan melindungiku, namun semua terasa sangat berbeda ketika itu bukan David. Aku semakin menyadari bahwa aku sangat membutuhkan dia.

"Alinea.....!" sebuah teriakan menggema di telingaku.

Aku menegakkan duduk dan memasang telingaku dengan kuat.

Apakah aku bermimpi?

***** 

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang