09

236 17 0
                                    

"Aku ingin kamu mengatakan tentang ciuman itu." sedetik kemudian aku merutuki omonganku. Bagaimana aku bisa memintanya untuk menjelaskan ciuman itu? padahal selama ini aku mati-matian menutupinya.

Sebenarnya aku tak ingin menanyaakan hal ini pada David. Aku berharap pria itu benar-benar dalam keadaan mabuk saat menciumku waktu itu, tidak ingat apapun, kemudian meminta maaf karena itu sebuah kesalahan. Aku juga berharap ia menjawabku dengan kalimat. 'Benarkah aku menciummu Alinea? Astaga! Aku tidak ingat!'

Itu mungkin bisa membuatku tenang. Karena berarti malam itu memang benar-benar kesalahan yang tak ia sengaja.

Tapi jawaban yang aku dapatkan adalah......

"Alinea malam itu bukan sebuah kesalahan. Aku melakukannya dengan sengaja." Ia menatapku datar.

Binar mataku meredup. Sejujurnya aku sedikit kecewa dengan jawaban itu.

"Jadi kamu ingat semuanya?" tanyaku dengan bibir bergetar. Leherku seperti tercekik sekarang.

"Iya. tentu saja. Aku menciummu." Sahutnya masih dengan ekspresi datar. Ia tak menyiratkan perasaan apapun. Apa karena memang ekspresinya tak bisa ditebak, ataukah memang ia sengaja melakukannya?

"Jadi kamu sengaja?" tanyaku dengan irama jantung yang berdentam hebat. Kepalaku tiba-tiba pusing. Aku bahkan tidak ingat lagi bahwa sekarang aku berada di kantin. Entah aku berada di mana, mungkin di hutan atau planet lain.

"Ya." Sahut David pendek.

Aku tercekat. Mulutku kelu. Hanya mataku saja yang kini terasa panas.

"Mungkin karena suasana hotel dan pengaruh sedikit alkohol membuat hasratku terlepas Alinea." Lanjut David tanpa peduli dengan eskpresiku. Cukup, bisakah ia diam dan pergi saja? Kalimatnya benar-benar membuat jantungku terjatuh entah kemana. Jika ia memang mengingat semuanya dan melakukannya dengan sengaja, berarti dia sedang menghancurkan hidup adiknya sendiri?

Aku kecewa. Aku benar-benar kecewa dengannya. Seharusnya ia melakukannya dengan tidak sengaja, seharusnya ia melakukannya karena melihat orang lain di wajahku. Setidaknya itu bisa mengobati perasaanku yang terlanjur.......

Akh, aku tidak mengerti dengan hatiku. aku kecewa dengan diriku sendiri karena menikmati ciuman terkutuk itu. jika saja aku tau ia melakukannya dengan kondisi sadar, aku mungkin sudah menamparnya kemudian pergi.

Aku menunduk. Menatap bulatan bakso urat yang mulai dingin di atas meja. Rasa lapar yang sempat menyerang perutku beberapa saat yang lalu kembali lenyap. Yang ada hanya perasaan sesak dan juga sedih yang mengiris-iris hatiku.

Oh Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi denganku? kenapa aku tersakiti dengan kalimatnya? Sebenarnya apa yang aku inginkah sekarang?

"Kamu kenapa?" David mencondongkan tubuhnya ke arahku.

Aku menggeleng. "Tidak." Sahutku sambil mengusap jejak air mata di pipiku kemudian aku berdiri, dan suara kursi yang bergesekan dengan lantai terdengar nyaring. "Aku harus kembali bekerja." Tanpa menatap matanya, aku segera berlalu begitu saja. Menahan dadaku yang terasa semakin sesak.

Bukannya langsung kembali ke IGD, aku justru berbelok ke dalam toilet. Di dalam ruangan sempit itu, aku menangis sejadi-jadinya dengan bersandar di pintu toilet. Rasanya begitu menyakitkan, seperti ribuan belati yang mencabik-cabik hatiku tanpa bersisa.

Aku tahu, semua orang pasti akan menganggapku gila jika tau apa yang ada di dalam hatiku. malam itu, aku kembali merasakan getaran lembut yang menyapa hatiku setelah bertahun-tahun tak merasakan hal itu. ciuman David membuka naluriku sebagai manusia dan sebagai makhluk yang memang membutuhkan kebutuhan biolois hidup kembali. namun yang aku tak habis pikir, kenapa harus David? dia kakakku, seseroang yang menjadi bagian dari diriku semenjak aku kecil. Seseorang yang memiliki darah yang sama denganku, berbagi makan bersama, tawa dan tangis bersama bahkan kasur yang sama semenjak aku kecil.

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang