03

355 19 0
                                    

Pasien terakhirku hari ini adalah seorang nenek-nenek yang berusia sekitar tujuh puluh tahun. Ia masih terlihat segar meskipun usianya sudah begitu senja. Rambutnya digelung dengan sangat rapi dan sweeter berwarna peach yang dipakainya membuat ia terlihat lebih muda dari usianya.

"Nenek harus makan dengan teratur dan juga jangan lupa minum vitamin." Aku memberi saran. Beliau duduk di seberangku, dan sejak tadi tampak memperhatikanku. Ia menatapku begitu dalam, seperti seseorang yang menahan rindu dalam waktu yang lama.

Nenek itu tersenyum, tanpa aku duga ia tiba-tiba meremas tanganku yang berada di atas meja. Tangan dinginnya yang keriput terasa sedikit bergetar. Mungkin efek usia.

"Kamu cantik nak....." katanya kemudian yang membuat aku tersipu. "Siapa namamu?"

"Alinea nenek. Nama saya Alinea." Sungguh aku sangat membanggakan nama pemberian kedua orangtuaku itu.

Ia manggut-manggut. "Hmm.....nama yang sangat cantik." Sahutnya, kemudian membuka tas yang berada di atas pangkuannya. Entah apa yang diambilnya, namun beberapa saat kemudian aku menyadari bahwa itu sebuah foto. Foto berwarna hitam putih yang sudah tampak usang.

"Aku juga punya cucu." Ia meyodorkan foto itu padaku, dengan tujuan agar aku bisa melihatnya.

Mataku terfokus pada foto yang ada di tangan nenek tersebut. Foto seorang bayi berumur sekitar satu tahunan. Ia terlihat berdiri berpegangan pada pintu.Namun aku tidak yakin apa jenis kelamin dari bayi itu. selain fotonya yang sudah tampak kusam, aku pikir semua bayi terlihat sama. Lucu dan menggemaskan.

"Dia cucuku dan aku sangat menyayanginya." Gumamnya dengan tersenyum. tapi aku tidak yakin jika seyum itu menyiratkan begitu banyak kebahagiaan. Sebab dari sorot matanya yang tiba-tiba terlihat sendu, aku tahu jika ada sebuah hal yang disembunyikannya. Meskipun begitu, aku tidak berani bertanya.

"Ya.....dia terlihat sangat lucu." Aku mengangguk menyetujui.

"Benarkah?" matanya terbuka. Ia terlihat senang dengan pujianku terhadap cucunya tersebut.

"Iya nenek. Cucu nenek sangat lucu."

"Dia mungkin seusiamu sekarang."

Aku menaikkan alis.

"Berapa umurmu nak?" ia kembali bertanya.

"Dua puluh delapan tahun nenek."

"Oh.....aku pikir, dia lebih tua darimu sedikit." Tuturnya. "Aku selalu melupakan ulang tahunnya, karena ia juga tak pernah mengingat itu. Dia sangat sibuk, bahkan hanya mengunjungiku sebulan sekali." Ia menghembuskan nafas kecewa, namun sedetik kemudian ia kembali tersenyum. "Namun aku bahagia, karena ia selalu tidak lupa membawakanku kue setiap datang."

Aku mengangguk, mulai terhanyut dalam cerita nenek.

"Salam untuk cucu nenek." Kataku kemudian.

"Tentu....tentu saja akan aku sampaikan. Dia pasti sangat bahagia jika kamu memberikan salam untuknya nak." Ia kembali memasukkan foto itu ke dalam tas. Aku yakin jika foto itu selalu tersimpan di dalam tasnya.

Selepas nenek itu pergi, aku segera berkemas untuk pulang, kami berbicara terlalu lama sehingga lupa jika waktu sudah sangat malam. Saat pandanganku keluar menatap jendela, gerimis terlihat turun membasahi bumi. Beberapa kilat tampak bercahaya di langit. Aku mendengus, mengambil ponsel dari nakas di belakangku. Ada banyak panggilan dari mama. Ia pasti khawatir karena aku belum juga pulang. Kebiasaanku adalah aku selalu me-non aktifkan nada dering ketika bekerja.

Agar mama tidak khawatir, aku segera menulis pesan untuknya.

(Sorry mam.....hari ini aku sangat sibuk dan akan segera pulang. See you.....)

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang