28

89 8 0
                                    

Aku menghapus sisa-sisa air mata yang luruh di kedua pipiku dengan diam-diam. Seorang bodyguard Alexis membawaku pulang, dan hatiku sedikit merasa lebih baik ketika pria psikopat itu tidak ikut mengantarku karena sebuah bisnis.

Akhir-akhir ini aku merasa hidupku sangat berat dan penuh dengan kejutan-kejutan yang tidak pernah aku bayangkan. Aku layaknya naik sebuah perahu kecil di tengah laut lepas. Setelah kenyataan mengejutkan bahwa David bukanlah kakak kandungku, kemudian disusul ia tiba-tiba terluka karena Alexis dan tiba-tiba saja papa menjodohkan aku dengan psikopat itu. Sungguh aku tidak mengerti kenapa semua bisa muncul dengan mengejutkan seperti ini. entah apa lagi kejutan lain yang akan muncul dihidupku setelah ini. aku harus mempersiapkan diri untuk hal itu.

"Antar saja saya ke kantor papa." Aku menatap ke depan, pada pria yang mengemudi.

'Baik nona." Sahut pria itu patuh dan aku merasakan jika ia menambah sedikit gasnya. Itu lebih baik, agar aku bisa segera bertemu papa dan meluruskan semua hal ini. demi apapun aku tidak mungkin bisa menikah dengan Alexis. Dia memang kaya raya, bisa membeli apapun dengan uangnya. Namun aku tidak bisa membayangkan jika terkurung di rumah itu, bersama hewan-hewan peliharaannya beserta reptilnya yang lain—yang untung saja ia tadi belum sempat memperlihatkan koleksi reptilnya padaku.

Mobil hitam itu berhenti di lobi, setelah mengucapkan terimakasih aku segera turun dana berjalan cepat masuk ke dalam gedung.

"Papa ada?" tanyaku pada resepsionis. Aku tidak tau namanya namun beberapa kali kami pernah bertemu.

"Ada mbak Alinea. Tapi sekarang bos sedang bersama dengan—"

"Terimakasih." Potongku cepat dan bergegas menuju lift. Bahkan aku tidak memberi waktu pada perempuan itu untuk menyelesaikan kalimatnya. Jawaban papa ada di dalam ruangannya saja sudah cukup. Aku tidak peduli dengan hal lainnya.

Di dalam lift, aku terus menerus menghapus air mataku. Untung aku sendirian, jadi tidak ada orang yang melihatku menangis. Pintu lift terbuka, aku berjalan cepat menuju ruangan papa. Suasana cukup sepi, bahkan meja sekertarisnya juga kosong. Namun semakin aku mendekat ke ruangan papa, sayup-sayup aku mendengar suara dari sana.

Suara itu semakin jelas ketika aku sampai di depan pintu. Awalnya aku hendak masuk begitu saja dan tidak memperdulikan tamu yang saat ini sedang bersama papa. Namun suara familiar itu membuatku berhenti tepat saat tanganku berhasil meraih gagang pintu.

"Lepaskan Sky."

Itu suara David.

"Kenapa aku harus melepaskan pria bermulut besar itu semudah itu?"

Itu suara papa.

"Dia sudah tidak terlibat apapun denganmu Anang!"

Aku terkesiap mendengar David menyebut nama papa tanpa embel-embel apapun di belakangnya. Bahkan suaranya terdengar sangat dingin.

"Tidak terlibat apapun katamu? Dia dendam terhadapmu karena kamu meninggalkannya dan teman-temannya. Dan sekarang dia terus berada di sekitar Alinea."

"Apa kau takut?" balas David.

Papa terkekah. "Takut? Itu tidak pernah ada dalam kamus hidupku anakku."

"Bedebah. Aku bukan anakmu!"

"Aku akan membunuh Sky."

"Jangan berani kamu sentuh dia bajingan!"

"Tidak....tidak....aku tidak akan membunuh dia. Kamu yang akan membunuh dia David. Seperti biasanya bukan, kamu akan tetap menurut jika aku memerintahkanmu membunuh seseorang?"

Nafasku tertahan mendengar kalimat papa. Tanganku mencengkeram gagang pintu dengan kuat. Jadi selama ini hubungan papa dan David tidak sebaik itu? Jadi papa-lah yang membuat David depresi beberapa hari terakhir karena membunuh orang. Dan itu adalah perintah papa?

MetanoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang