(38) 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙖𝙙𝙖 𝙥𝙚𝙣𝙤𝙡𝙖𝙠𝙖𝙣!

24 7 1
                                    


"Dia mengajariku bagaimana caranya mencintai, tapi bukan bagaimana
caranya untuk berhenti."

- zada fadila -






- 𝙃𝙖𝙡𝙩𝙚 -

Zada memilih untuk menunggu di halte yang kebetulan berada di samping sekolahnya. Untuk menunggu jemputan mantan supir ayahnya.

Namun sudah pukul 17.00 wib, pak widodo masih tak kunjung datang. Langit yang tadinya cerah kini berubah mendung yang menandakan akan turunnya hujan.

"Pak wid kemana ya? Apa zada hubungin aja kali ya." ucap zada panik.

Zada menepuk kepala nya pelan, ia baru sadar kalau baterai ponselnya telah habis sejak sejam yang lalu.

"Aduh, pake habis segala lagi. Gimana ni udah mulai gerimis lagi." lanjutnya.

Seperkian detik hujan mulai turun, yang membuat genangan air di jalanan. Banyak pengemudi bermotor yang kemudian berteduh, entah menunggu hujan reda atau sejenak berhenti untuk memakai jas hujan.

"Pulang bareng gue." suara bariton itu rasanya zada kenal, ia kemudian menoleh ke sebelah kanannya.

Benar saja, itu benar darez. Tapi mengapa dia belum pulang sejak tadi, rasanya pembelajaran sudah selesai dari sejam yang lalu.

"Hujan deras gini bakalan lama reda nya, lagian ini juga mau senja." lanjut darez, karna sejak tadi ia perhatikan kedua orang pria paruh baya yang kebetulan menunggu di halte terus menerus menatap zada.

Perasaan alvin pun tidak enak takut terjadi hal yang tidak diinginkan, dan ia langsung menghampiri zada.

"Hm, ngga usah kak. Mungkin pak wid bentar lagi sampai."

"Jangan batu. Lo mau di ganggu sama kedua orang itu." bisik darez pelan sambil memincingkan matanya kearah kedua pria itu.

Zada yang menangkap kemana arah pembicaraan darez pun, langsung bergidik ngeri. Beruntung nya ada darez saat ini dan kebetulan nengajak nya pulang bersama.

"Bo.. boleh kak." ucap zada terbata.

Darez tau sekali, gadis di depannya sangat takut. Ia langsung membawa zada dalam genggaman menuju motornya.

"Gue pastiin lo aman." ucap darez singkat membuat zada menganggukkan kepalanya dengan posisi menunduk.

Darez memakaikan helm yang sebelumnya ia beli disamping halte. Ia memakaikannya dengan hati-hati di kepala zada.

Kini zada menatap mata darez, sorot mata teduh yang sejak lama zada rindukan. Selain dari senyuman seorang darez.

Darez sadar gadis di depannya ini melamun. "Ganteng banget ya gue, sampai lo susah berpaling gitu?."

Zada langsung mengalihkan pembicaraan nya, jangan sampai ia terjerumus karna tindakannya sendiri.

"Hm, lebih baik kita pulang sekarang kak." ucap zada tidak enak.

Alvin menyalakan motornya menjauhi halte. Kedua sejoli itu seakan menari di tengah derasnya hujan.

___

Keduanya sudah sampai di perkarangan rumah zada, dengan keadaan basah kuyup. Zada menyuruh darez untuk mampir, namun darez menolaknya.

"Mulai besok lo bareng gue." ucap darez yang langsung menyalakan motornya.

"Ngga perlu kak." jawab zada, lagi pula ada pak widodo yang akan mengantar dan menjemputnya.

"Tidak ada penolakan zada fadila." darez melajukan motornya meninggalkan halaman rumah zada.

"Non zada, maaf non bapak tidak bisa menjemput. Ban mobilnya pecah, tapi bapak sudah mengabari non zada. Maaf ya non." ucap pak widodo dengan wajah bersalah.

"Ngga apa-apa pak, oh iya hp zada lowbet pak jadi ngga tau kalau bapak ngga bisa jemput."

"Lain kali bapak akan mengecek dahulu non." jawab pak widodo.

Zada menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kepada pak widodo, yang sudah sangat akrab dengan nya.

Gadis itu langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Bi titin juga sudah menyediakan air hangat untuknya.

___

Zada berbaring di kasurnya, ia mengingat kejadian bersama darez. Zada membayangkan jika tidak ada darez, ia tidak yakin bisa berada dirumah sekarang.

Tapi ia bingung, apa darez tidak mengantar kekasihnya itu? Karena zada tidak sengaja melihat keysa menaiki mobil berwarna hitam entah bersama siapa. Apa sebenarnya keysa dan darez tidak memiliki hubungan?

"Sial, kenapa gue malah mikirin hubungan mereka, apa untung nya buat gue." ucapnya seraya menggelengkan kepalanya.

"Lagian kalau keysa ada hubungan sama kak darez ya harusnya gue ngga perlu ikut campur kan." ucap zada malas, namun hatinya? Tidak bisa dibohongi.

"Apa gue belum moveon dari kak darez?." tanya zada dengan nada pelan.

Zada berdecak kesal, ia memijit pelipis nya yang mulai tak enak. Mengapa darez harus masuk lagi dalam pikirannya, disaat yang tidak tepat.

Ia lalu memikirkan ucapan darez sore tadi. Apa benar darez akan menjemputnya besok? Atau lelaki itu hanya bercanda semata? Sial.








Jika menyukai bab ini, silahkan pertimbangkan untuk memberikan vote.

Terima kasih🙌


DAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang