(22) 𝙥𝙖𝙢𝙞𝙩

28 17 1
                                    

"𝘚𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘬𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘶𝘢𝘵, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘢𝘯𝘮𝘶"

- 𝘻𝘢𝘥𝘢 𝘧𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢 -



[𝘓𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘤𝘩𝘢𝘱𝘵𝘦𝘳 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢]

Ia pun langsung menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.

"Haloo pah, sudah pulang yaa?" tanya zada.

"Selamat malam, bu. Apa benar ini dengan nona zada?" ucap orang di sebrang sana.

"Iya benar, anda siapa ya? Kenapa handphone papa saya bisa berada di anda? " zada mulai bingung sekarang, bagaimana handphone papa nya bisa ada di perempuan itu.

"Sebelumnya maaf, kami dari pihak rumah sakit pusat ingin memberi kabar kepada nona, bahwa tuan danu dan nyonya diah mengalami kecelakaan yang menyebabkan kedua nya...." belum selesai bicara zada langsung memotong nya.

"𝙉𝙜𝙜𝙖 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣, 𝙞𝙣𝙞 𝙗𝙤𝙝𝙤𝙣𝙜 𝙠𝙖𝙣?"ucap zada histeris, ia langsung menatap wajah alvin.

Alvin yang sedari tadi mendengar pembicaraan dua orang di depan nya itu pun langsung mengambil alih handpnone zada.

"Kami segera kesana, terima kasih" ucap alvin singkat.

Zada langsung menghamburkan pelukan nya pada alvin, meminta alvin untuk mengatarkannya untuk menemui kedua orang tuanya.

"Hiks...kak tolong anterin aku, aku mau ketemu papa sama mama" tatapan zada kini kosong, dia tengah rapuh saat ini.

- 𝙍𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙎𝙖𝙠𝙞𝙩 𝙋𝙪𝙨𝙖𝙩 -

Mereka berdua sudah memasuki wilayah rumah sakit, zada pun dengan tergesa gesa bertanya kepada petugas resepsionis.

"Papa mama saya dimanaa mbaa yang barusan kecelakaan?" ucap zada mencoba terlihat tegar yang nyatanya tidak sama sekali.

"Untuk pasien atas nama tuan danu dan nyonya diah ada di ruang IGD dan akan segera dipindahkan ke ruangan jenazah" jawab petugas wanita itu.

Air mata zada kini tak bisa terbendung lagi, apa katanya barusan, orang tuanya telah meninggal? Zada langsung menepis kasar pemikirannya itu.

"Mereka janji mau kembali malam ini, ngga mungkin mereka hiks...hiks" oke cukup, zada tidak kuat lagi, ia harus segera menemui kedua orang tuanya.

Alvin menatap sendu gadis didepannya, baru kali ini bagi alvin melihat gadis itu menemui patah hati paling dalam.

Zada langsung berlari tak tentu arah seraya mengusap gusar wajahnya, zada mencari di setiap ruang ia berharap cepat menemukan kedua orang tuanya.

Sampai ketika ia melihat wajah yang mirip dengan papanya sudah terbaring kaku diatas ranjang pasien yang sedang dipindahkan menuju kamar jenazah.

"Papaaa" teriak zada nyaring, ia langsung berlari kearah papanya.

"Pah...papa lagi bohongin zada, kan? Papa udah janji sama zada buat selalu ada di samping zada, kenapa papa ngga nepatin itu?" ucap zada dengan raut wajah tak bisa terbaca.

"Mama, jadi ini hadiah mama untuk zada? Kalau zada tau hadiah ini yang mama kasih, zada ngga mungkin mau, maa. Zada ngga butuh hadiah ma, zada cuman butuh mama sama papa untuk terus ada disamping zada" lanjutnya, ketika melihat mamanya yang terbujur kaku juga.

Malam ini adalah malam paling menyedihkan untuk gadis itu. Tak pernah terfikirkan olehnya, ditinggal oleh kedua orang tuanya secepat ini. Namun, ia tak bisa menyalahkan takdir.

Alvin merangkul erat gadis di sampingnya. Ia tidak tahan melihat pemandangan seperti ini. Ia langsung membawa gadis itu dalam pelukannya. Tanpa sadar, gadis itu kini pingsan.

"Jadi ini om, pesan tadi pagi. Om ngizinin aku buat jagain zada, karna om tau hal ini akan terjadi? Alvin akan menepati janji alvin, om" ucap alvin lirih seraya mendekap tubuh gadis kecilnya itu.

Ia menatap sedu kedua orang tua zada yang tengah dimasukkan ke dalam kamar jenazah.






Jika menyukai bab ini, silahkan pertimbangkan untuk memberikan vote.

Terima kasih🙌

DAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang