(34) 𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣 𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖𝙢𝙖

30 9 1
                                    

"Aku menikmati setiap detik bersamamu, jika kelak kau pergi aku telah memiliki semua itu dalam ingatanku."

- alvin altar -








[Lanjutan dari chapter sebelum nya]

Rischa, bila dan nata khawatir karna kedua sahabatnya belum juga muncul.

"Bil, dila sama caca kemana sih, udah hampir setengah jam belum balik juga."

"Apa jangan-jangan mereka lagi adu mekanik?." sungguh ucapan nata diluar dugaan rischa dan bila.

Keduanya menghembuskan nafas kasar, tapi bagaimana kalau yang dikatakan nata itu benar terjadi?

"Kita harus ngecek sekarang." ucap rischa panik, namun ketika setengah berdiri zada sudah kembali ke tenda.

"Eh, eh pada mau kemana?." tanya zada bingung.

"Itu loh kita bertiga mau ngecek lo, yakan gu...?." ucap nata dengan santainya.

Richa dan bila yang mendengarnya langsung menyenggol bahu nata yang tengah.

"Awas ya kalau lo ngomong ceplas ceplos, kita berdua remukin tuh badan." ucap rischa berbisik.

Nata bergidik ngeri, ia langsung reflek menutup mulutnya agar tidak keceplosan.

"Btw gimana kalau kita nobar film? Lagi kepengen nonton nih, gimana pada setuju ngga?." bila mengalihkan pembicaraan, yang paling penting zada kembali baik-baik saja.

"Kalau gue sih yes, lo gimana dil?." tanya richa kepada zada.

"Boleh, yuk buruan." zada tersenyum sambil menarik ketiga tangan sahabatnya untuk menyalakan proyektor.

- 𝙃𝙖𝙡𝙖𝙢𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙡𝙖𝙠𝙖𝙣𝙜 -

Tak terasa sudah satu jam berlalu, keempat sahabatnya sudah larut dalam mimpinya masing-masing.

Yap, di pertengahan film salsa baru kembali ke tenda, melihat sahabat nya yang sedang nobar, ia pun langsung nimbrung persis di sebelah nata.

Zada menggelengkan kepalanya. Ia mematikan proyektor dan keluar dari tenda.

"Indah bgt bulannya." ucap zada terpukau melihat penampakan bulan purnama.

"Tapi menurutku, kamu yang lebih indah." ucap lelaki dengan suara seraknya.

Suara serak itu menggagetkan zada yang kebetulan sedang duduk di kursi panjang buatan papahnya.

Ia menengok ke sumber suara yang berasal dari arah belakang. "Kak?."

Alvin hanya tersenyum simpul kearahnya.

"Zada kirain kak alvin sudah pulang." lanjut zada, bagaimana tidak sudah sejam berlalu, ternyata alvin masih dirumahnya.

"Sebentar lagi. Boleh ngomong sebentar, zada?." tanya alvin.

Zada menganggukan kepalanya. "Boleh kak."

"Zada ada perasaan sama darez?." alvin menanyakan perihal perasaan zada untuk darez.

Zada yang diberi pertanyaan pun mendadak bingung. Apa alvin mengetahui nya? Salah nih gue terlalu memperlihatkan rasa suka gue ke kak darez.

"Ngga perlu dijawab kalau zada ngga mau, maaf ya udah lancang. Alvin pulang dulu yaa, zada jangan begadang, oke." alvin memutuskan untuk pulang, rasanya tidak baik untuk membicarakan ranah pribadi.

Sebelum itu, alvin mengusap lembut pucuk kepala zada. Zada sama sekali tidak bergeming, ia malah merasa nyaman dengan perlakuan kakak kelasnya itu.

"Sebenarnya, aku masih mau disini. Masih pengen natap mata kamu, masih pengen ngobrol berdua sama kamu. Tapi kelihatannya kamu lagi pengen sendiri." ucap alvin bermonolog dalam hati.

Cukup lama mengusap kepala zada, alvin pun disadarkan oleh lambaian tangan cantik zada yang tepat berada di depan wajahnya.

"Oh hm iya, jangan begadang yaa apalagi ini hawanya dingin. Ngga baik buat zada, yaudah alvin balik ya, assalamualikum." ucap alvin gelagapan.

"Waalaikumsalam, hati-hati kak alvin." jawab zada yang di selingi dengan senyuman.

Zada masih setia menatap kepergian alvin, hingga bayangan alvin menghilang dari perkarangan rumahnya.













Jika menyukai bab ini, silahkan pertimbangkan untuk memberikan vote.

Terima kasih🙌

DAREZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang