XXIV

58K 6.1K 268
                                    

Happy Reading All!!

🦖

"Syila?" Wanita dewasa itu menyapa, terdengar ragu antara yakin tak yakin.

Syila sendiri terpaku, menatap lamat pada wanita di hadapannya yang memberikan senyum padanya. Sementara Gara yang tak begitu paham situasi, ia mengambil langkah menyalimi Mama Devano sebagai bentuk kesopanan.

"Ini, Syila anaknya Pak Andre, 'kan?" Tanya wanita itu, langkahnya mendekat menghampiri Syila.

Syila yang masih terdiam tersadarkan saat tangannya di guncang kecil oleh Retha.

"I-iya." Syila menjawab dengan canggung, entah kenapa perasaannya berubah tak enak.

"Nggak salah Tante berarti. Kamu teman Devano?" Kembali bertanya dengan senyum ramahnya, orang-orang di sana seakan tak menyadari raut wajah Syila yang berubah. Bahkan Tatia yang baru saja tiba di ruang makan pun tak menyadarinya.

Syila hanya mengangguk, tak membuka mulut atau memberikan senyum.

"Kebetulan banget berarti ya, Tante ini sekretaris Papa kamu di kantor." Wanita itu tertawa kecil, ia menyambut uluran tangan anak laki-lakinya begitupula Tatia yang ikut-ikutan.

"Kak-kak!" Retha memanggil Syila, ia mengguncang pelan tangan Syila yang tengah ia genggam

Syila menunduk, menatap si bocah imut yang tengah menatapnya juga beserta cengirannya.

"Aku punya bando baru, liat." Retha menunjukkan kepalanya yang di lingkupi bando berwarna kuning, bocah kecil itu sampai menggoyang-goyangkan kepalanya.

"Om Pi yang beliin, bagus nggak?" Retha bertanya dengan binaran mata keingin tahuan.

Syila akhirnya mengangkat sedikit sudut bibirnya, "bagus." Pujinya tulus, bando tersebut memang terlihat bagus dan cocok saat di pakai Retha.

"Devan, temen-temennya ajak duduk di ruang tamu, gih." Wanita dengan setelan kantornya itu menepuk bahu sang putra, Devano mengangguk saja, mengiyakan.

"Yang nyaman ya, di rumah Tante, Syila, sama?" Wanita itu menatap Tatia penasaran.

"Tatia Tante." Tatia tersenyum ramah, menyebutkan namanya dengan senang hati.

"Yaudah, Tante tinggal dulu, ya. Tante cuman mau nganter ini pulang." Wanita yang sudah berumur itu menaruh bingkisan di tangannya di atas meja makan, ia kemudian mengusap rambut putrinya dan berpesan agar jangan merepotkan Abangnya.

"Mama pergi lagi, ya. Devan jaga adiknya baik-baik. Kalau bawa perempuan main ke rumah, pulangnya jangan sampai malam, kapan perlu pulangnya di anter." Pesannya pada sang putra, Devan mengiyakan, kembalinya menyalimi Mamanya begitu pula yang lain. Termasuk Syila yang nampak ragu.

Setelah Mamanya berjalan lebih dulu, Devano langsung mengajak teman-temannya menuju ruang tamu seperti yang sudah Mamanya perintahkan.

Syila yang sejak tadi diam hanya mengikuti, ia bahkan berjalan lebih dulu ketimbang yang lainnya. Tujuannya saat ini hanya pintu depan. Ia ingin memastikan sesuatu, sesuatu yang terus mengisi pikirannya sejak tadi.

Dengan langkah tergesanya, Syila akhirnya sampai di pintu utama rumah Devano yang tertutup. Syila tak membukanya, ia memilih berjalan menuju jendela dan menyingkap tirai yang menghalangi kaca tersebut.

Syila menatap lurus ke depan sana, ke arah sebuah mobil sekaligus pemiliknya yang begitu ia kenali. Syila tak berkata apa-apa, mulutnya bungkam bahkan tak ada sedikitpun pergerakan dari tubuhnya yang bisa saja keluar dan mendatangi dua orang itu.

Gara My BoyfieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang