XXXII

51.7K 6.4K 364
                                    

Happy Reading All!!

🦖

"Kalau ada apa-apa kasih tau, oke?" Gara mengelus rambut Syila di depan motornya yang baru saja di parkirkan karena tadi, ia dan Syila sempat keluar untuk mengambil ponsel Syila dan juga membeli makanan. Pulang ini, ia harus membelikan sesuatu pada sopir rumahnya karena sudah mengantarkan motornya tadi.

Syila mengangguk, seperti anak kecil di mata Gara.

"Makanannya di makan, ice cream nya juga, nanti cair." Gara kembali berpesan.

"Iya, Kak Gara tenang, oke? Gue nggak papa." Syila tahu, Gara yang begitu banyak berpesan, karena Gara mengkhawatirkannya. Gara terlihat begitu enggan meninggalkannya, tapi cowok itu juga tahu bahwa ia dan keluarganya butuh waktu untuk saling ada. Gara menekan egonya, Syila dapat melihat hal itu.

Gara tersenyum, "gue pulang." Gara menaiki motornya, memkai helmnya dengan benar.

"Hati-hati, kalau udah sampai kabarin." Syila mundur, ia memberi ruang agar Gara bisa mengeluarkan motornya.

Begitu motornya sudah berada di hadapan Syila, Gara sempatkan untuk mengelus rambut Syila sebentar.

Syila tersenyum, merasakan begitu banyak bentuk perhatian Gara padanya. Ia melambaikan tangan melihat Gara yang berlalu pergi dengan motornya.

Boleh Syila katakan sekali lagi, ia benar-benar bersyukur menemukan dan juga memiliki Gara dalam hidupnya. Cowok itu selayaknya Tatia sahabatnya, bedanya Gara berada di posisi yang spesial, tidak bisa di ganggu gugat.

Sambil menenteng kresek yang berisikan makanan, senyumnya belum luntur. Ia menatap ke depan dengan maksud ingin lebih fokus berjalan, tapi ternyata apa yang ia lihat malah membuat mata ceria dan senyum senang yang sempat timbul tadi langsung sirna.

Syila berjalan cepat, setengah berlari ingin menghindar tapi langkahnya tertahan. Tangannya di cekal, di tarik paksa hingga ia berbalik menatap pria dewasa yang dulu begitu agung menjadi cinta pertamanya.

"Tadi siapa, Syila? Temen kamu?" Suara itu bertanya dengan hati-hati, tautan tangannya bahkan masih menggenggam pergelangan tangan Syila.

Wajah muram Syila menatap pria di hadapannya, ia menarik paksa tangannya, membuat kresek makanan yang ia genggam erat bergoyang.

"Kenapa mau tau, Papa juga nggak ngasih tau aku kalau selingkuh, 'kan?" Syila bertanya serkas, ia marah, terutama karena kelakuan Papanya yang sampai membuat Oma tak sadarkan diri. Tidak cukupkah ia dan Mamanya yang di lukai?

"Nak, bukan begitu, Papa minta maaf sayang. Papa–"

"Pa." Syila memanggil, memotong ucapan Papanya untuk pertama kalinya.

Andre menatap anaknya, kata maaf yang sempat akan ia ucapkan dengan penuh penyesalan menggantung di tenggorokan begitu melihat tatapan putri cantiknya tak lagi sama seperti dahulu.

"Bisa Papa berhenti bikin aku natap Papa sebagai orang lain?" Syila bertanya, matanya dengan berani balik menatap mata sang Papa yang terlihat merah. Matanya juga masih merah, merah akan kesedihan dan juga kemarahan.

Andre langsung gelagapan, dengan cepat ia menggapai tangan putrinya. "Jangan ngomong gitu sayang, jangan, ya? Papa salah nak, Papa minta maaf sama Syila, sama Mama."

Syila membuang muka, minta maaf Papanya bilang? Mamanya bertahan dalam luka selama bertahun-tahun, ia terus di bohongi selama bertahun-tahun , lalu Papanya pikir Syila tak melihat bagaimana Papanya menghabiskan waktu dengan perempuan lain ketimbang dengannya dan juga Mamanya?

Gara My BoyfieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang