Happy Reading All!!
🦖
"Happy to see you Gara, I love you. Maksudnya apaan nyimpen foto beginian?" Syila langsung ngegas begitu kalimat yang tertulis di foto tersebut selesai ia baca. Ditangannya foto tersebut sudah ia hadapkan langsung kehadapan wajah Gara.
Gara kelabakan, ia meraih foto tersebut dan meletakkannya secara sembarang—kemanapun, terserah foto itu mau hilang atau tidak, yang jelas ada singa betina dihadapannya yang sedang mengamuk dan harus ia tenangkan.
"Nggak ada maksud apa-apa, okey?" Gara berbicara selembut dan se pelan mungkin, tangannya mencoba meraih kedua bahu Syila yang sayangnya langsung gagal karena perempuan itu langsung ambil langkah mundur.
"Nggak ada maksud tapi disimpan? Emangnya gue bakal percaya? Oh, tau, cinta pertama Kak Gara kan, makanya masih disimpan? Atau malah masih cinta sampai sekarang?" Syila berkacak pinggang, perasaan kesal di dalam dirinya terasa begitu meluap-luap karena foto tersebut. Ngomongnya saja Syila satu-satunya, tapi laki-laki itu masih menyimpan foto berdua dengan seorang gadis kecil, bule, mana cantik pula. Kalau hanya foto biasa Syila tak akan seperti ini, tapi tulisan dibelakangnya itu memicu segala jenis emosi didalam diri Syila. Bagaimana caranya agar Syila tak meluap-luap karena hal itu?
Gara mengesampingkan bagaimana Syila merubah sebutan aku menjadi gue untuk saat ini, melihat dari bagaimana amarah dari perempuan dihadapannya ini, Gara bahkan seolah bisa melihat kobaran api dari sepasang mata bulat tersebut yang kapan saja bisa membakarnya.
"Tenang dulu, ya? Kita duduk dulu baru aku jelasin." Gara meraih lengan Syila, mencoba membawa si cantiknya yang tengah marah ini untuk duduk di sofa yang sedari tadi ditempati Kara yang sibuk membolak-balik setiap lembaran buku ditangannya.
Syila yang tengah marah tentu saja tak mau di sentuh-sentuh begitu—sekalipun hanya seujung kuku. Ia bersedekap tangan dan lebih memilih berjalan sendiri tanpa harus digandeng-gandeng, memangnya akan menyebrang jalan?
Gara tersenyum kecil melihat tingkah Syila ketika sedang cemburu padanya, ia sekuat tenaga menahan sudut bibirnya agar tidak tersenyum makin lebar. Tapi bagaimana bisa? Begitu matanya melihat Syila yang tengah duduk berdampingan dengan Kara—ditambah ekspresi wajahnya yang begitu tak bersahabat itu membuatnya harus meraup wajah untuk menetralkan ekspresinya yang ingin sekali tertawa. Syila dan Kara seperti dua orang yang bertukar kepribadian, membuat Gara benar-benar harus menahan diri untuk tidak menunjukkan betapa gemasnya ia saat ini.
Syila begitu lucu, Gara bisa gila kalau begini.
"Mau minum dulu?" Gara bertanya, siapa tahu Syila merasa kehausan akibat marah-marah.
"Banyak banget basa-basi nya." Syila sewot, ia ini sedang tidak butuh air tapi butuh penjelasan.
Gara melipat bibirnya kedalam, menahan tawa tentu saja. Apalagi ketika ia melihat Kara mulai memperhatikan interaksi mereka dengan wajah polosnya itu, Gara rasa ini ujian untuknya.
"Foto itu diambil waktu SMP, waktu olim di Singapura. Kenapa bisa foto itu ada di dalam buku? Ya karena buku itu hadiah dari si Elle ini tadi. Bukan karena foto itu berharga banget jadi aku simpan, tapi memang foto itu udah dari awal ada didalam buku, aku sendiri bahkan udah lupa kalau ada foto itu di dalam buku yang notabennya udah lama banget nggak aku baca, sayang." Tak Gara sangka bahwa meladeni kecemburuan Syila mampu membuatnya bicara panjang lebar seperti ini, dan ini pun bisa Gara tebak tidak akan selesai dengan mudah melihat dari bagaiman ekspresi perempuan dihadapannya ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gara My Boyfie
Storie d'amore"Pasangin dasi." "Bawain tas gue." "Sisirin." "Suapin." Dan banyak lagi perintah si tuan muda Sagara Azam Pratama pada adik kelasnya, Arrsyila Zakia. Bukan karena Syila itu cupu, atau Syila gampang di bully, bukan juga karena Syila yang merusak bara...