Happy Reading All!!
🦖
Tidak ada yang terjadi, anggap saja begitu. Syila tak suka dirinya berlarut-larut dalam kubangan tangis dan kesedihan. Jika makin di pikirkan malah makin membuat luka hatinya tambah sakit, lebih baik ia pura-pura lupa saja.
Mungkin dalam bayangan Papanya, ia kini entah dimana sambil terus menangis meratapi luka dalam keadaan hati kacau balau.
Tapi nyatanya, si gadis remaja yang tadi sempat menumpahkan air matanya bahkan meluapkan setumpuk beban hati dan pikirannya, kini tengah berada di salah satu kursi yang tersedia di pelataran mini market sambil melahap se-cup mi yang ia beri toping sosis dan bakso.
Syila makan dengan lahap, belum lagi di atas meja masih banyak makanan ringan yang belum ia sentuh. Untung saja ia adalah orang praktis yang selalu menyimpan uang di casing ponselnya, kalau tidak, mana bisa semua ini ia beli.
Syila ini, bukannya benar-benar baik-baik saja. Hanya saja ia tegaskan sekali lagi, dia bukan orang yang suka berlarut-larut, apalagi dalam keadaan perutnya yang lapar. Bukan Syila sekali jika suka menyiksa diri, setidaknya jika orang tuanya tak sepenuhnya menyayanginya, biar ia sendiri saja yang dengan sepenuh hati menyayangi dirinya.
"Huh, panas!" Syila menjulurkan lidahnya, keterlaluan sekali memang makanannya ini, ikut-ikutan menyakitinya.
Dengan hidung yang masih meninggalkan bekas merah bahkan sedikit beringus dan juga mata sembab, Syila tetap melanjutkan makannya, tak peduli dengan pandangan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya.
Biarlah, biarlah ia terlihat aneh dan lusuh, Syila tak peduli. Selain ingin mengenyangkan perut, ia juga ingin sedikit meringankan sesak di dadanya.
Baru tiga suapan yang Syila dapatkan, ponselnya berbunyi, menandakan sebuah panggilan masuk yang membuatnya menatap nama yang tertera di layar.
Pacarnya ternyata.
Syila mengangkat panggilan tersebut, "halo?"
"Semuanya oke, 'kan? Lo nggak bales chat gue." Suara Gara terdengar, ada nada khawatir yang sempat Syila tangkap dari nada suaranya.
Syila menjauhkan ponselnya dari telinga, menatap pop-up layar ponselnya yang memang menampilkan chat Gara. Cowok itu bilang sudah sampai rumah, lalu juga menanyakan keadaan Oma dan juga dirinya.
Kembali membawa benda pipih itu ke dekat telinga, Syila menjawab pertanyaan Gara, "oke kok Kak." Syila memilih berbohong, jika mengatakan yang terjadi, ia yakin Gara akan langsung mendatanginya.
"Maaf ya, gue baru liat hp soalnya." Lanjut Syila lagi.
"Udah di makan makanannya? Ice cream nya nggak cair, 'kan?" Saat khawatir, Gara memang cenderung menjadi banyak bicara hampir menyerempet cerewet, mirip Mommynya kalau kata keluarga.
Syila menatap makanannya yang ada di atas meja, ia teringat akan makanan yang Gara belikan terbuang sia-sia.
"Ini gue lagi makan, tapi bukan yang Kak Gara beliin. Soalnya, tadi makanannya jatuh, ice cream nya juga." Syila menjelaskan, merasa tak enak sebenarnya karena Gara sudah susah-susah membelikan dirinya dan juga keluarganya makanan tapi malah terbuang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara My Boyfie
Romance"Pasangin dasi." "Bawain tas gue." "Sisirin." "Suapin." Dan banyak lagi perintah si tuan muda Sagara Azam Pratama pada adik kelasnya, Arrsyila Zakia. Bukan karena Syila itu cupu, atau Syila gampang di bully, bukan juga karena Syila yang merusak bara...