XLVI

7.8K 716 50
                                    

Kalau kalian pembaca lama, aku saranin baca bab sebelumnya supaya nggak lupa alurnya, ya.

Happy Reading All!!

🦖

Setelah pertengkaran hebat dan juga penjelasan panjang yang Syila berikan pada Gara, perempuan itu akhirnya tertidur di pelukan Gara dengan sisa-sisa isak tangis yang masih terdengar.

Gara tak mampu berbuat banyak, ia hanya bisa melepaskan jasnya untuk di jadikan selimut bagi Syila dan terus-menerus mengusap pundak ringkih itu agar tenang dan merasa nyaman dalam pelukannya.

Gara menelan ludah pahit, kenapa bisa perempuan sebaik dan secantik ini mendapat perlakuan yang begitu buruk dari Papanya-dari laki-laki yang paling dicintainya? Gara tak habis pikir, rasanya ingin ia bawa pulang Syila kerumahnya, biarkan ia yang mengurus, biar Gara yang melimpahkan segenap cinta yang Syila butuhkan, biar Gara yang menerima limpahan cinta tulus dari Syila yang Papanya sia-siakan.

Gara tak rela, perempuan yang ada dalam pelukannya ini begitu ia cintai, Gara tak terima perempuan baiknya ini disakiti dengan begitu hebat.

Memikirkan bagaimana sakitnya Syila selama ini, Gara bahkan tak sadar bahwa air matanya perlahan jatuh. Laki-laki itu segera menghapus air matanya yang merembas sebelum menjatuhi Syila yang berada dalam pelukannya.

Dipeluknya tubuh kecil Syila dengan erat tanpa sedikitpun mengusik tidur nyenyak perempuan cantiknya itu. Gara melabuhkan beberapa kali kecupan di kepala Syila, ia peluk perempuan itu, ia cium, ia usap dengan lembut bahu ringkihnya yang kadang masih menyisakan getaran tangis. Gara berharap, segala bentuk perlakuannya saat ini mampu mengisi tangki cinta yang seharusnya di isi oleh Papanya Syila.

"Sesayang dan secinta ini gue sama lo Syila, mana mungkin gue bisa rela lo diporakporandakan dengan cara seperti ini sama Papa lo-cinta pertama lo yang nggak tahu diri itu." Gara mengatakannya dengan bergetar, ia peluk erat Syila agar hatinya bisa sedikit tenang.

Syila bergerak pelan dalam pelukannya, "Kak Gara.." Dan gumaman itu Gara dengar dengan sangat pelan.

"Iya sayang, I'm here."

Syila merapatkan pelukannya, bisa Gara rasakan bahwa pacar cantiknya ini sedang kedinginan.

"Kita pulang, okey?" Satu kecupan Gara berikan, ia pun dengan sangat hati-hati memindahkan Syila untuk bersandar di kursi agar terasa nyaman ketika ia bawa berkendara.

Gara memandang lama pada kekasihnya, ada keraguan besar yang saat ini menghantuinya.Tiba-tiba saja pikiran ini muncul ketika Gara melihat betapa lelah dan sendu wajah cantik itu.

Gara, ia seperti tak siap jika harus pergi meninggalkan Syila dalam keadaan gadis itu seperti ini, Gara ingin selalu membersamai, menemani Syila menyembuhkan luka-lukanya. Gara harus bagaimana? Sesulit inikah menyatukan cinta dengan impian? Kenapa dua hal itu terlalu berlawanan, harus ada yang di dahulukan salah satu di antara keduanya.

Gara menyandarkan bahu dan kepalanya, dengan posisi menyamping menghadap Syila, jemarinya bergerak menyentuh pipi gadis kesayangannya itu-cinta pertamanya.

"Gue harus gimana Syila? Lo, terlalu berat untuk gue ninggalin Lo disini tanpa kehadiran gue." Gara berbicara pelan, ia mengelus lembut pipi halus Syila.

Menurunkan tangannya, Gara beralih menggenggam tangan Syila, "bilang nggak Syila, dan gue nggak akan pergi." Gara bergumam pelan, selama ini ia adalah orang yang selalu berpikir secara rasional dan tak tergoyahkan.

Gara My BoyfieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang