"Shikadai, apa kamu pikir desa ini terlalu sempit?" ujar Boruto menatap langit cerah.Tangannya membentuk cubitan kecil, seolah ingin menangkap langit dalam cubitan itu.
"Kecil? Yah, Konoha memang bukan desa terbesar. Kudengar Kirigakure memiliki pelabuhan dan laut yang luas." Shikadai juga menatap langit tetapi dengan tatapan termenung seolah dia memikirkan hal yang rumit.
"Bukan itu maksudku, entah itu Kirigakure, Kumogakure, atau desa shinobi lainnya, semua itu hanya bagian kecil dari dunia. Mengapa kita para Shinobi yang memiliki kekuatan, harus rela tinggal di tempat terpencil ini? Sedangkan, Negara Api ini dipimpin oleh daimyo tanpa kekuatan nyata. Dia menempati teritori dengan sumber daya yang melimpah, tetapi bahkan dalam perang besar Shinobi sebelumnya, tak ada kontribusi apapun darinya." Boruto membalas dengan nada sinis.
Lamunan Shikadai terhenti oleh perkataan itu. "Oi, oi, Boruto ... yang kamu katakan agak menakutkanku. Walau daimyo tak banyak berguna di perang sebelumnya, bukankah setelah perang, para daimyo itu mengirimkan banyak dana untuk membuat desa-desa shinobi lebih makmur? Lihat kemajuan Konohagakure saat ini, jika tanpa bantuan keuangan dari pusat, kita tak mungkin berkembang ke era teknologi yang canggih."
"Ha ha ha … Shikadai, jika itu orang lain, aku akan mengabaikan kenaifan ini. Namun, aku yakin kamu mengerti gambaran besarnya. Kita, Shinobi, ditempatkan di desa-desa otonom, bukan karena kebaikan daimyo yang memberi kita keleluasaan memerintah diri sendiri. Namun, itu untuk menjaga kepentingan mereka. Kita, Shinobi, adalah orang-orang berbakat yang bisa mengendalikan chakra karena garis keturunan. Sedangkan mereka, Daimyo, walau disebut bangsawan, pada akhirnya mereka tak punya cara untuk berlatih mengendalikannya."
"Karena mereka tahu kita tak bisa ditundukkan dengan kekuatan, maka kita diberi iming-iming sebuah hak untuk mengatur diri sendiri, yaitu dengan didirikannya desa-desa shinobi. Semua pendiri desa shinobi adalah tokoh-tokoh dengan kekuatan nyata. Tentu saja, mereka memiliki gengsi tersendiri dan tidak mau menjadi bawahan yang lain. Daimyo memanfaatkan gengsi ini dan dendam antar para tokoh hebat itu untuk memencar kita menjadi kekuatan yang tersebar dan saling memusuhi satu sama lain."
"Sekarang ini, desa-desa shinobi tidak lagi saling memusuhi berkat Aliansi Shinobi. Maka dari itu, para daimyo tak punya pilihan selain menyenangkan kita dengan mengirim dana besar untuk pengembangan desa. Shikadai, kamu bukan idiot yang tidak mengerti hal ini, kan?" Boruto menatap Shikadai dengan tajam.
Shikadai sedikit meringis, dia ingin segera menjawab tetapi mulutnya tertahan oleh banyak pikiran. Dia menghela napas, seolah melepaskan banyak hal rumit di kepalanya dan hanya memilih yang paling mudah dicerna.
"Ya, tentu aku bisa melihat sebanyak itu. Namun, lalu apa? Bukankah hidup kita dapat dibilang nyaman? Aku tak mengerti mengapa kau mengeluh tentang itu, Boruto?"
Shikadai menjawab malas, seolah pembicaraan ini hanya angin yang akan berlalu. Bagaimanapun, topik pembicaraan remaja kadang tidak menentu.
Keheningan yang aneh terjadi di antara keduanya untuk sementara waktu.
Boruto tiba-tiba berdiri dan menatap Shikadai di bawahnya. Tubuhnya menutupi Shikadai dari terik matahari.
"Shikadai, aku adalah anak seorang pahlawan Aliansi Shinobi. Aku adalah anak seorang Hokage. Aku adalah peraih nilai tertinggi di ujian tertulis dan fisik akademi. Aku adalah yang orang-orang desa sebut sebagai Tuan Muda."
"Sekarang, katakan padaku Shikadai, apakah menurutmu mungkin bagiku untuk duduk diam sebagai penduduk desa yang ramah? Atau apakah mungkin bagiku hanya bermalas-malasan sepertimu? Seseorang yang memiliki kemampuan tapi tak berbuat banyak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BORUTO: Jalan Baru ke Era Kultivasi
FantasyYang berbeda dari cerita aslinya: 1. Boruto terkesan lebih dewasa dan tidak menjengkelkan. 2. Karakter lawas tidak di-nerf, malah tambah kuat. 3. Alur cerita fresh, sehingga akan lebih banyak perbedaan dari alur aslinya. 4. Banyak karakter buatan sa...