Bab 9: Rumah Sakit

235 36 0
                                    

"Nenek, ingat untuk selalu makan teratur. Jika tidak, lambungmu akan sakit lagi." Ujar Sakura pada wanita tua dihadapannya.

Wanita tua ini berusia sekitar 70-an. Matanya sudah terlihat rabun. Bagi orang normal yang tidak ikut berperang, walaupun hidup sampai usia 70 adalah sesuatu yang baik, tetapi kebanyakan dari mereka hidup penuh ketakutan.

Sebenarnya, walau dibilang orang normal, bukan berarti wanita tua ini tak memiliki bakat chakra. Kebanyakan orang normal yang hidup di desa Shinobi adalah orang yang menyerah mengambil jalan berdarah. Bakat garis darah yang diturunkan dari leluhur mereka sudah sangat tipis, sehingga hampir tidak bisa menguasai jutsu paling dasar sekalipun.

Hanya orang-orang berkemauan keras yang mau tetap berjuang di jalan penuh rintangan ini tanpa bekal yang mumpuni. Contoh nyata orang seperti ini yang masih hidup adalah Maito Gai dan Rock Lee.

Kedua orang itu memiliki bakat yang buruk dalam mengendalikan chakra. Khususnya dalam teknik yang ada hubungannya dengan perubahan bentuk chakra menjadi jutsu independen. Mereka paling banyak hanya bisa melakukan sirkulasi chakra di dalam tubuh dan mengandalkan gerakan taijutsu yang diperkuat.

Sayangnya, taijutsu bukan arus utama dalam dunia Shinobi. Untuk memperkuat taijutsu, seseorang harus melatih tubuh secara ekstrim. Kebanyakan orang menyerah di tengah jalan ketika merasakan betapa sulitnya berlatih taijutsu sampai puncaknya.

Terlebih lagi, Taijutsu lebih cocok untuk pertarungan satu lawan satu. Di zaman perang, sangat jarang terjadi pertarungan yang hanya melibatkan dua orang. Maka dari itu, lebih baik mengembangkan teknik Ninjutsu yang mayoritas memiliki daya rusak meluas.

"Baik, Dokter Sakura. Akan kupastikan nenek selalu makan tepat waktu." Seorang gadis remaja justru membalas Sakura. Gadis ini kemungkinan adalah cucu si nenek.

"Ya, jika ada sesuatu yang salah, jangan ragu untuk menghubungi rumah sakit. Penyakit lambung nenekmu sudah terlalu kronis." Imbuh Sakura.

"Baiklah, terimakasih. Kami pergi sekarang!" Kedua orang segera meninggalkan ruangan.

"Maaf ya, Hinata, kamu menunggu lama. Ini sudah jam makan siang, sebaiknya kita bicarakan masalahmu sekarang. Apa ada yang perlu dikonsultasikan?" Sakura menghampiri sebuah ruang tunggu khusus. Itu adalah ruang yang dibuat bagi tamu-tamu pentingnya.

"Sebenarnya, bukan aku yang ingin diperiksa, tapi Boruto. Hanya saja anak ini mengatakan akan bertemu di jam makan siang. Sekarang, dia sepertinya melupakan itu." Jelas Hinata.

"Oh, apakah ada masalah dengan Boruto?" Tanya Sakura penasaran.

Hinata pun menjelaskan perlahan kejadian pagi ini.

"Oh, Boruto merasa dirinya membangkitkan Byakugan? Kamu telah menyelidiki dengan matamu dan melihat gejala mirip kebutaan?" Sakura sedikit terkejut.

"Aku juga tidak yakin. Jalur chakra dari orang buta memang biasanya akan terputus sebelum menyentuh bola mata bagian dalam. Namun, itu artinya kebutaan orang itu parah dan hampir mustahil bisa melihat. Hanya saja, Boruto berkata matanya masih normal." Jelas Hinata penuh kecemasan.

Sakura mengerutkan kening. "Ini cukup aneh. Kalau memang benar kejadian ini mirip seperti yang kau katakan, maka kita sepertinya perlu pemeriksaan menyeluruh."

Ketika kedua wanita mengobrol, suara ketukan terdengar diikuti oleh suara bocah lelaki.

"Ibu, Bibi Sakura, ini aku."

"Boruto, masuklah! Pintunya tak terkunci." Ungkap Sakura.

"Permisi ..." suara Boruto terdengar lelah.

"Boruto, kamu kenapa? Wajahmu terlihat pucat." Hinata buru-buru berdiri dan mendekati putranya. Tangannya memeriksa wajah pucat bocah itu dengan lembut.

BORUTO: Jalan Baru ke Era KultivasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang