Bab 2: Makan Malam Berdarah

364 41 0
                                    

"Aku pulang!" Sahut Boruto membuka pintu rumahnya.

"Selamat datang!"

"Selamat datang, Kakak!"

Dua suara lembut menyambut kedatangan Boruto. Yang pertama terkesan anggun dan dewasa, itu dari ibunya, Hinata Hyuga.

Kemudian yang terakhir sedikit ceria dan kekanakkan. Siapa lagi jika bukan adiknya, Himawari Uzumaki.

"Hima, apa Ayah sudah pulang?" Tanya Boruto sembari mengelus rambut hitam adiknya.

"Belum ...." Himawari menjawab lesu seolah sangat menyesalkan hal itu.

"Boruto, sambil menunggu ayahmu, sebaiknya kamu mandi dulu. Ibu sudah siapkan air hangat." Hinata menyaut dengan tenang.

"Baik!"

Selang beberapa menit, terdengar suara cipratan air dari arah kamar mandi.

"Huh, Ayah bau itu. Dia selalu mengabaikan keluarganya. Benar-benar konyol, dia bertingkah sangat perhatian pada orang lain tapi cuek pada keluarga sendiri."

"Tidak apa jika ia ingin bersikap pahlawan. Setidaknya jangan melibatkan aku. Karena mu, aku harus selalu menjaga citra positif di mata orang luar. Aku harus menjadi teladan di akademi. Guru-guru banyak berharap padaku."

Boruto mengeluh sendiri di tengah kepulan asap air hangat. Dia menenggelamkan tubuhnya ke dalam air seolah itu akan melarutkan segala tekanan pada dirinya.

Tiba-tiba, di tengah lamunannya, sebuah suara kuno terdengar di dalam benaknya.

"Anak muda, apa kau ingin kebebasan?"

"Siapa?" Boruto terkaget-kaget. Ia melihat sekeliling dan hanya menemukan dirinya di kamar mandi.

Setelah beberapa saat mencari, ia menghela napas. Ia pikir itu hanya imajinasinya. Lagi pula, seluruh tubuhnya terendam dalam air, jika memang itu suara manusia seharusnya akan kabur. Justru karena itu terlalu jelas,  ia merasa dirinya hanya berhayal.

Setelah momen itu, makan malam pun datang. Hinata sudah menata meja dengan rapi.

Himawari di kursi  terlihat lucu, karena wajahnya yang imut hanya terlihat sampai sebatas leher. Tingginya masih belum cukup untuk duduk di kursi normal.

Boruto mengambil kursi yang berlawanan dengan Hima. Dia langsung duduk tanpa mengatakan apapun. Ia sudah terbiasa menunggu Ayahnya yang entah akan ada atau tidak di momen makan malam  ini.

Detik bergilir mendekati akhir waktu makan malam.  Boruto terus melamun menatap hidangan.

"Seperti yang kuduga, Ayah bau tidak akan pulang!" Gerutu Boruto.

"Boruto! Jangan kasar pada Ayahmu!" Bentak Hinata.

"Ya, kakak, Ayah tidak bau. Dia cuma berkeringat." Bela Himawari.

"Hum, keringat Ayah sangat bau. Kamu tidak tahu ini karena tidak pernah membantu ibu mencuci pakaian Ayah." Sanggah Boruto.

"Aku pulang ...," suara pintu terbuka terdengar samar diikuti suara hangat dari lelaki dewasa pada puncaknya.

"Sayang, kamu sudah pulang. Ayo segera makan. Anak-anak sudah menunggumu." Ujar Hinata senang.

Ia bergegas ke ruang depan untuk menarik suaminya, Naruto Uzumaki, Hokage ketujuh Desa Konoha.

"Ayah...!" Seru Himawari yang bergegas untuk memeluk kaki ayahnya.

"Hima ku yang lucu sudah besar. Biar Ayah gendong. Shuuu~" Naruto mengangkat Hima dan menerbangkannya seperti burung.

BORUTO: Jalan Baru ke Era KultivasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang