Bab 20: Tuan Muda Arogan

151 21 1
                                    

Sebuah gubuk yang terbuat dari tembok batu berdiri kokoh di tepi sungai. Api unggun kecil dan bulan menyinari gubuk tersebut.

Formasi bebatuan yang membentuk gubuk ini jelas bukan fenomena alami. Itu adalah formasi yang dibuat klon Naruto menggunakan teknik elemen tanah.

Walau ia tak dikenal atas kecakapannya menggunakan elemen tanah, Naruto adalah eksistensi puncak di dunia ini.

Menggunakan kelima transformasi elemen bukanlah masalah baginya. Hanya saja, dia akan lebih mahir menggunakan afinitas utamanya, yakni elemen angin.

Maka dari itu, Naruto hampir tidak pernah mempelajari teknik elemen lain yang lebih kompleks walaupun statusnya sebagai Hokage memungkinkan dia mempelajari jutsu apapun yang ada di Konoha, kecuali jutsu Kekkai Genkai yang memerlukan afinitas garis darah.

Bagi Naruto, dirinya saat ini tidak membutuhkan peningkatan dalam kuantitas jutsu, melainkan peningkatan kualitas seutuhnya untuk mencapai level kekuatan yang lebih tinggi.

Jika langkah itu bisa diambil, dia yakin dunia Shinobi akan mencapai tonggak sejarah baru.

Hal seperti keabadian mungkin masih sulit dicapai, tetapi umur panjang bukanlah suatu halangan jika langkah tersebut benar-benar bisa diambil.

Klon Naruto masih menutup matanya mengambil posisi meditasi. Ia menjaga Boruto yang saat ini tertidur pulas di dalam gubuk batu.

Jika diperhatikan, mata Boruto mulai bergerak-gerak perlahan. Sepertinya, bocah ini akan segera terbangun.

Benar saja, tak lama berselang gumaman lemah terdengar, "Aku ... di mana?"

Klon Naruto membuka matanya dan berkata, "Kamu sudah bangun, Boruto?"

Boruto menengok lemah menuju sumber suara. "Ayah? Apa yang terjadi? Mengapa aku merasa sangat lemah?"

Klon Naruto menerangkan, "Kamu kelelahan secara fisik maupun mental. Wajar saja jika tubuhmu tak mampu menanggungnya."

Boruto mengingat sesuatu. "Ah, benar juga. Aku ceroboh dengan menghilangkan klon cacat itu tanpa persiapan."

"Jadikan ini pelajaran. Di masa depan, kamu tidak akan selalu mendapatkan pengawasan ayah saat latihan. Jangan gegabah dan memaksakan dirimu." Naruto menasihati putranya.

"Humph! Siapa juga yang membutuhkan bantuan ayah." Boruto merajuk.

Klon Naruto hanya bisa menggelengkan kepala. Kemudian, dia berdiri menuju api unggun. Di atas api ternyata sudah ada panci hitam berisi sup ikan. Klon Naruto segera menyendok sup ke dalam mangkuk batu yang dia buat.

Aroma sup yang harum dan segar bisa dicium bahkan oleh Boruto di kejauhan.

Tiba-tiba, suara perut keroncongan terdengar di dalam gubuk.

Boruto segera berbalik karena malu. Dia memeluk perutnya dengan erat agar suara itu tidak muncul lagi.

Klon Naruto memasuki gubuk dan berucap,"Boruto, makanlah sup ikan ini. Ayah sengaja membuatkannya untukmu."

Boruto sedikit menengok dan berkata, "Aku tidak lapar--"

Sebelum Boruto menyelesaikan kalimatnya, suara perut seolah memprotes pernyataan pemilik tubuh.

Naruto kembali menggelengkan kepala. Ia tahu bahwa putranya akan selalu berpura-pura tangguh di depannya. Namun, Naruto tidak membuat harga diri bocah ini hancur.

Naruto berkata, "Ayah akan meletakkan sup ikan di sini. Makanlah selagi masih hangat."

Klon Naruto segera keluar dari gubuk dan kembali mengambil postur meditasi.

BORUTO: Jalan Baru ke Era KultivasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang