Bab 5: Kartu Tersembunyi

219 37 0
                                    

Boruto memilah-milah buku dari rak satu ke rak lain. Sayangnya, dia tak menemukan buku sejenis yang mengandung informasi tentang Byakugan.

Buku paling dekat yang menyinggung Byakugan adalah 'Formasi Tim Pelacak Terbaik'. Buku ini menjelaskan tentang situasi ideal untuk menjalankan misi pelacakan.

Menurut buku ini, tim pelacakan ideal harus memiliki orang dengan mata yang jeli, telinga yang tajam, dan hidung yang sensitif.

Mata yang jeli mengacu pada kemampuan Byakugan dari klan Hyuga yang bisa melihat menembus jauh ke dalam objek.

Telinga yang tajam mengacu pada penyisiran skala luas dan teliti oleh pasukan serangga Klan Aburame.

Sementara hidung yang sensitif adalah kemampuan mencium dan membedakan bau target dari jarak jauh milik Klan Inuzuka.

Tentu saja, disamping formasi ideal itu ada beberapa kombinasi lain dengan kemampuan yang mirip. Namun, pondasi dari tiga kriteria tidak dapat diubah.

Buku ini sebenarnya cukup menarik bagi Boruto. Sayangnya, informasi tentang Byakugan terlalu sederhana sehingga Boruto tak bisa membuat kesimpulan tentang cara mengaktifkan mata barunya.

"Huh ...." Boruto menghelas napas kecewa.

Dia melirik Sarada masih membaca buku yang dia inginkan. Namun, sepertinya gadis ini memang tidak akan selesai dalam waktu singkat. Dia lebih yakin Sarada sengaja memainkan trik murahan untuk membuatnya jengkel.

Kemudian, dia pun memutuskan untuk menggunakan kartu tersembunyinya. Boruto bangkit dari kursi dan berjalan menuju lorong lantai ketiga perpustakaan akademi.

Melirik gerakan Boruto, awalnya bibir tipis Sarada sedikit terangkat, menunjukkan bahwa dia telah berhasil. Sayangnya, dahinya segera berkerut. Dia pikir Boruto akan turun dan meninggalkan perpustakaan, tetapi arah langkahnya justru menuju lorong lantai ketiga.

"Tunggu, Boruto. Mau kemana kamu?" Tanya Sarada penuh kehati-hatian karena takut suaranya terlalu berisik.

Boruto berbalik dan menjawab datar. "Karena sepertinya kamu sangat menyukai buku itu, aku tidak punya pilihan selain naik ke lantai ketiga."

"Lantai ketiga? Kamu tahu Guru Iruka hanya memberi kita izin untuk mengakses lantai kedua. Lantai ketiga untuk para Chunin dan memiliki Anbu yang menjaga lorong pintu." Ungkap Sarada penuh keheranan.

Sarada juga salah satu murid akademi yang memiliki akses khusus ke lantai dua perpustakaan akademi. Alasannya sama seperti Boruto, prestasinya di akademi terlalu mencengangkan.

Jika ini adalah masa di mana perang antar Shinobi masih berkecamuk, akademi sudah lama akan meluluskan jenius seperti Boruto dan Sarada untuk segera mengambil ikat kepala genin mereka dan  menerima misi.

Untungnya, ini adalah masa damai yang tidak menuntut anak-anak mempertaruhkan nyawa di medan perang. Generasi genin di masa damai umumnya memulai debut di usia 14 tahun. Sarada dan Boruto sama-sama berusia 10 tahun, dan mereka kemungkinan besar akan menjadi genin di usia 12 tahun.

"Tentu saja aku punya cara sendiri. Ini bukan urusanmu untuk ikut campur. Selamat tinggal!" Balas Boruto sinis. Melihat reaksi Sarada, ia tahu bahwa gadis ini sengaja mengerjainya.

Sarada tidak senang dengan jawaban sinis itu. Kemudian dia memikirkan sesuatu dan menjawab.

"Huh, enak sekali menjadi anak Hokage. Bisa menentang aturan sesukanya."

"Apa kamu bilang?" Boruto tiba-tiba meninggikan suaranya. Namun, melihat banyak orang yang menatap, dia segera menenangkan emosi. "Ya, benar katamu. Maka dari itu, kamu seharusnya juga menjadi Hokage agar anakmu kelak bisa mendapatkan hak istimewa."

Ya, hak istimewa untuk belajar dan bekerja keras lebih dari orang lain agar posisimu tidak jatuh. Boruto menambahkan di dalam hatinya.

Sarada diam saja. Awalnya, dia juga mengira Boruto akan marah, tetapi malah berbalik mendukung keinginannya menjadi Hokage. Dia tidak tahu apakah Boruto tulus atau tidak dalam kata-katanya. Yang jelas, bocah kuning itu segera pergi tanpa niat untuk berbicara lebih lama.

Boruto berjalan sepanjang lorong tangga menuju lantai ketiga. Tatapannya tertuju pada orang bertopeng di akhir lorong yang sedang berdiri tegap. Itu adalah Anbu yang menjaga akses ke lantai tiga.

Dibalik topeng putih bercorak binatang, Anbu itu menyipitkan mata. Awalnya, dia tidak senang melihat bocah yang tidak tahu aturan. Bocah ini bahkan tidak mengenakan ikat kepala genin. Namun setelah lebih jelas manatap, dia tahu identitas bocah ini dan ragu-ragu untuk berbicara.

"Tuan Muda Boruto, maafkan saya. Lantai ketiga hanya diperbolehkan untuk Shinobi level Chunin ke atas." Ujar pria itu sopan dan sedikit membungkuk hormat.

Jika ini adalah bocah lain, dia akan dengan kasar mengatakan hal-hal seperti 'Bocah, ketahui tempatmu dan pergi!' atau akan mengolok-ngolok sepeti 'Anak kecil ... pulang saja ...'. Sayangnya, ini adalah Tuan Muda Boruto.

Walaupun dia adalah Anbu yang hanya melayani perintah Hokage, tetapi Boruto ini adalah anak dari orang yang dia layani. Dia tidak bisa menyinggungnya untuk hal-hal sepele yang bisa diselesaikan dengan bicara.

Boruto tersenyum lebar dan membungkuk lebih hormat. "Paman ini, siapa nama Paman?"

Anbu itu ragu-ragu sebelum menjawab. "Seorang Anbu tidak membawa nama masa lalu mereka sejak dia menjadi Anbu. Tuan Muda bisa memanggilku sebagai Paman Singa Matahari."

Sudut mulut Boruto sedikit berkedut dan ingin tertawa, tetapi dia tahan sekuat mungkin. Kemudian, dia membalas dengan lebih rendah hati. "Paman Singa Matahari, si kecil ini tentu tahu peraturan perpustakaan akademi. Si kecil ini kebetulan memiliki Token Hokage yang diberikan oleh Hokage secara langsung. Menurut Hokage waktu itu, token ini bisa membuat si kecil memasuki lantai ketiga."

Melihat token berwarna perunggu kecoklatan, Anbu itu menjawab. "Jadi begitu. Menurut catatan memang salah satu Token Perunggu Hokage telah diberikan kepada seseorang. Ternyata itu ada di tangan Tuan Muda Boruto. Maafkan saya karena tidak mengenali pemilik token."

"Tidak apa-apa, Paman. Saya mengerti bahwa Anbu yang berjaga juga bergiliran. Dan token ini tidak pernah saya gunakan sejak pertama kali mendapatkannya setahun yang lalu. Jadi ketidak jelasan informasi adalah wajar."

Boruto tersenyum memaklumi kesalahan Anbu itu. Lagi pula, ini bukan sepenuhnya kesalahan Anbu Singa Matahari. Token perunggu ini ia dapatkan sebagai hadiah ulang tahun kesembilannya.

Pada waktu itu, Naruto menyuruhnya untuk segera mendaftarkan namanya sebagai pemilik token ke bagian pencatatan perpustakaan. Namun, Boruto yang membenci ayahnya tidak menurut. Dia yakin dirinya tidak memerlukan bantuan ayah bau itu untuk masalah sepele. Paling-paling, dia akan naik ke level Chunin secepatnya sehingga tak perlu memakai token untuk memasuki lantai ketiga.

Siapa sangka, kepercayaan diri waktu itu menghilang karena masalah yang saat ini ia hadapi. Walau dia benci untuk memakai kartu tersembunyi ini, tetapi itu lebih baik dari pada secara langsung meminta bantuan ayah bau.

"Terima kasih Tuan Muda Boruto atas pengertiannya. Izinkan saya memeriksa token sebentar sebagai formalitas!" Ujar Anbu Singa Matahari.

"Tentu Paman Singa Matahari. Silahkan!"

Setelah memeriksa sejenak, Anbu itu mengangguk. "Baik. Silakan masuk, Tuan Muda! Token ini aku kembalikan padamu."

"Terima kasih, Paman!" Boruto sedikit membungkuk sebelum masuk ke ruang dalam.

Dibalik topeng, Anbu itu tersenyum. Dia berpikir anak seorang Hokage memang berbeda dari bocah seusianya. Bocah Boruto ini tahu untuk maju dan mundur dalam percakapan. Jika itu adalah anak lain di posisinya, mungkin mereka akan menjadi sombong dan memamerkan otoritas orang tuanya.

Sedikit yang dia tahu bahwa alasan Boruto tidak menjadi sombong dan semena-mena adalah karena dia memahami karakter ayahnya. Jika dia benar-benar berbuat kesalahan pada orang lain, ayahnya tidak akan berpikir dua kali untuk menghukumnya.

BORUTO: Jalan Baru ke Era KultivasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang