Bab 8: Pemicu

218 37 0
                                    

Selesai membaca catatan Uzumaki Tenrou, Boruto hanya bisa melamun. Badannya bersandar ke kursi dan tatapannya mengarah ke langit-langit.

Boruto berpikir dalam benaknya. Apa makna hidup? Apa itu baik dan jahat? Apa itu ikatan? Apa itu cinta? Apa itu benci?

Apakah karena seseorang berhubungan baik denganku maka dia orang baik? Atau apakah karena seseorang berbuat jahat padaku maka dia orang jahat?

Boruto tiba-tiba memikirkan ayahnya. Jika standar orang baik adalah ayahnya, kemungkinan semua orang di dunia adalah penjahat.

Namun, apakah jika ayahnya suatu hari berbuat jahat maka dia adalah penjahat? Menurut catatan itu, hati manusia berubah-ubah. Lalu, apakah ayahnya akan berubah?

Boruto benar-benar tidak mengerti. Di dunia ini, benar-benar ada orang yang berjuang karena kebencian, tetapi tak mendapatkan hasil yang diinginkan.

Adapula orang yang berjuang karena cinta, tetapi mengorbankan dirinya sendiri demi kebahagiaan yang lain.

Kalau begitu, apa yang diperjuangkan Uzumaki Boruto? Apakah untuk melampaui ayahnya? Apakah untuk menjawab harapan orang lain?

Boruto merasa kehilangan diri. Suasana hatinya menjadi buruk. Dia bahkan tidak peduli untuk mencari buku tentang Byakugan lagi. Dia juga tidak repot-repot mendeskripsikan sandi yang disebutkan dalam catatan untuk mendapat warisan Klan Uzumaki.

"Huh ... hari ini aku merasa ingin tidur seharian dan tidak memikirkan apapun. Pulang saja kah? Tidak. Masih ada janji ke rumah sakit." Ujar Boruto pada diri sendiri.

Kemudian, dia segera beranjak keluar dari bilik baca. Dia meletakkan kembali buku 'Darah Tidak Murni Klan Hyuga' ke rak yang seharusnya.

Boruto memasukkan tangannya ke saku jaket. Di sana adalah tempat catatan Uzumaki Tenrou disimpan. Ia ragu-ragu bagaimana mengurus masalah ini.

Sebelumnya, ia sempat berpikir untuk menghancurkan catatan itu. Berpura-pura seolah semuanya tak pernah terjadi dan melupakannya. Namun, Boruto tak tega melihat kenangan terakhir dari pria tua menyedihkan ini berakhir begitu saja. Hidup pria tua ini sudah sangat kasihan, membiarkan warisan terakhirnya musnah akan terlalu kejam.

Boruto pun memutuskan untuk membawa catatan ini pulang. Sekarang, pertanyaannya adalah apakah Anbu yang berjaga akan memeriksanya? Bagaimanapun, ini adalah kali pertama Boruto menginjakkan kaki di area Chunin perpustakaan. Dia tidak begitu jelas tentang prosedur keamanan yang diterapkan.

Dia membuat keputusan. Identitasnya sebagai Tuan Muda seharusnya bisa memberi jalan keluar. Ia segera berjalan ke lorong dan menyapa Singa Matahari.

"Paman, terimakasih atas kerja keras Anda dalam bertugas. Si kecil dengan tulus meminta paman untuk menjaganya di masa depan saat kembali berkunjung!" Boruto berkata sopan.

Singa Matahari terkesiap dengan kesopanan Boruto. Dia tiba-tiba memiliki kesan yang lebih baik lagi pada bocah ini. Jika sebelumnya apresiasinya hanya di bintang 1, saat ini nilainya naik ke bintang 3.

"Tuan Muda Boruto terlalu sopan. Sudah menjadi kewajiban saya untuk menjalankan tugas. Jika di masa depan Tuan Muda mengalami masalah, tentu saja saya bersedia membantu. Namun, saya pikir hal itu hampir mustahil sejak Tuan Muda memiliki Hokage di belakangnya. Bantuan saya tidak bisa dibandingkan dengan Hokage." Singa Matahari membalas dengan ramah.

"Tidak, tidak. Bantuan paman pasti bernilai banyak. Si kecil ini masih muda dan perlu banyak belajar. Kalau begitu, si kecil ini permisi dulu. Ibuku kebetulan sedang menunggu di rumah sakit." Terang Boruto.

"Silahkan, silahkan, Tuan Muda. Semoga Nyonya Hinata sekeluarga selalu sehat. Saya tidak berani menunda pertemuan kalian." Singa Matahari buru-buru membentuk gestur untuk lewat.

BORUTO: Jalan Baru ke Era KultivasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang