Chapter 34: Bimbingan Orang Tua

68 17 0
                                    

Chapter 34: Bimbingan Orang Tua

Di kantor redaksi, setelah segmen video berakhir, mereka melihat bahwa pemirsa memberi banyak minat pada tayangan tadi. Karena ini adalah masa-masa santai, sebagian besar orang yang tidak bekerja akan menonton siaran menjelang akhir tahun. Banyak gadis remaja labil terkesan dengan Boruto dan juga Inojin.

Sekalipun hanya terdapat satu pemenang, mereka masing-masing telah secara tidak langsung membuat basis penggemar tersendiri.

Ketika Boruto melirik ibunya yang tidak bersuara, ia gugup dan mencoba berbicara, “I-ibu … ini … aku tidak tahu orang mana yang lancang sekali merekamnya.”

Hinata menjawab, “Gerakan menghindarmu tadi cukup bagus. Kamu mengendalikan otot-otot mikro di tubuhmu dengan baik. Akan lebih bagus lagi jika kamu bisa menggabungkannya dengan teknik berbasis chakra.”

Boruto terkejut. Awalnya dia mengira ibunya akan marah. Siapa sangka dia justru berkomentar positif. “Ibu, apakah ada saran untuk meningkatkan gerakanku? Jika aku menambahkan teknik Pergerakan Cepat, kontrolku atas situasi akan hilang. Aku tidak yakin bisa menghindar dengan gerakan eksplosif seperti itu.”

Hinata berdiri dan menuju sofa. “Kemarilah. Berbaringlah di sofa. Ibu akan ke atas dulu mengambil sesuatu.”

Boruto mengangguk dan menuruti ibunya.

Himawari yang sedari tadi menonton juga penasaran. Dia juga kegirangan melihat aksi kakaknya dan bertanya banyak hal. Namun, Boruto hanya menjelaskan dengan setengah hati pada gadis cilik ini. Ia merasa adiknya belum mampu memahami hal-hal dalam perspektif Shinobi dan tidak banyak berbicara tentang itu. Hal ini membuat Himawari jengkel dan membuang muka dari kakaknya.

Ketika Hinata turun, ia membawa sekotak peralatan medis. Kemudian, dia juga menyiapkan baskom berisi air panas dan handuk bersih.

Boruto bingung dan bertanya, “Ibu, untuk apa semua ini?”

Hinata menjawab, “Tidakkah kamu ingin meningkatkan teknik gerakanmu?”

Boruto masih belum mengerti. “Itu benar. Tapi, apa gunanya peralatan ini?”

“Lepas celana panjangmu!”

Boruto malu dan menjelaskan, “Ibu, aku hanya memakai celana dalam. Tidak memakai celana pendek.”

“Lalu? Kamu bahkan pernah ibu mandikan. Apa yang harus dipermasalahkan?”

“Ta-tapi … aku sudah besar.”

Hinata tak menggubris keluhan Boruto dan melepas celana panjangnya dengan paksa. Setelah itu, ia mengelap bagian betis sampai telapak kaki Boruto dengan air hangat. Kemudian, perlahan-lahan ia memijatnya dengan teknik tertentu.

Boruto semakin penasaran dan bertanya, “Ibu, apa hubungannya ini dengan meningkatkan teknikku?”

“Untuk mengeluarkan chakra dalam tubuh ke luar, Shinobi perlu membuka titik-titik chakranya. Umumnya, Shinobi hanya bisa membuka titik-titik dominan mereka seperti di bagian tangan dan kaki. Kecuali mereka menekuni cara latihan khusus, jarang sekali Shinobi membuka bagian lainnya.”

“Kamu tahu, bahkan jika kebanyakan Shinobi telah membuka titik di kaki dan tangannya, itu semua hanya bagian dari jalur chakra utama. Banyak sekali titik-titik sekunder dan tersier yang masih menutup. Semakin kamu bisa membuka titik sekunder dan tersier tersebut, semakin mudah kamu mengendalikan chakra di dalam tubuhmu. Sekarang, Ibu akan membantu kamu membuka mereka dengan keterampilan medis yang telah ibu latih.”

Mendengar penjelasan ibunya, Boruto mengangguk paham. Dia menjadi rileks dan mencoba sebisa mungkin menuruti apa yang ibunya perintahkan.

Hinata membuka kotak medis yang dia bawa. Isinya adalah jarum akupuntur perak. Perlahan dan pasti, Hinata menusukkan jarum-jarum itu ke titik-titik chakra sekunder dan tersier di kaki Boruto.

Walau yang dikatakan Hinata terdengar mudah, pada kenyataannya keterampilan ini butuh tingkat presisi dan ketelitian yang tinggi. Jika yang ditusuk bukanlah titik chakra yang dimaksud, ada kemungkinan justru merusak syaraf pasien dan menyebabkan kemampuan motoriknya menurun. Untuk kasus yang parah, bahkan kecacatan organ bisa terjadi.

Untungnya, Hinata adalah anggota Klan Hyuga. Dengan kemampuan yang dimiliki mata Byakugan, dia tidak khawatir akan salah menentukan titik chakra. Setiap tusukkan yang Hinata lakukan seperti membangun bendungan. Ia harus memastikan bahwa chakra Boruto mengalir dan mengisi jalur baru yang ia rangsang.

Awalnya, aliran chakra Boruto masih terlihat enggan mengalir ke jalur yang baru. Kemudian, Hinata terus merangsangnya dengan fluktuasi lemah dari chakranya sendiri. Setiap ketukan yang ia lakukan di pangkal jarum adalah isyarat pada chakra anaknya untuk datang menuju tempat itu.

Ketika chakra Boruto merasa bahwa mereka kedatangan fluktuasi chakra asing, mereka tampak bergejolak marah dan mencoba mengajari chakra asing itu bahwa tubuh tuannya tidak boleh diganggu. Sungai deras pun akhirnya mengisi jalur yang awalnya kosong.

Hinata terus mengulangi hal yang sama dari hulu ke hilir hingga akhirnya setiap jalur utama chakra di kaki Boruto terhubung dengan jalur-jalur sekunder dan tersier.

Hinata telah selesai dan berkata, “Sekarang, coba berdiri dan berjalan seperti biasa.”

Boruto mengiyakan dan berjalan di sekitar rumah, kemudian dia berseru, “Luar biasa! Ibu adalah yang terbaik. Aku merasa sangat ringan seolah aku bisa terbang kapan saja.”

Boruto buru-buru memeluk ibunya dengan suka cita.

Hinata mengelus rambut putranya dan berbicara, “Jangan senang dulu. Kamu masih belum terbiasa dengan jalur chakra yang baru terbentuk. Setelah kamu mulai terbiasa, gabungkan teknik gerakanmu sebelumnya dengan chakra. Seharusnya kamu bisa membentuk sebuah jutsu baru yang cocok untuk dirimu sendiri dari situ.”

Ketika seorang pemenang mendapatkan hadiahnya, ada pula pecundang yang merasa terpuruk.

Inojin bersujud di depan ibunya, Ino Yamanaka. “Maafkan aku, Ibu. Aku mempermalukan Klan Yamanaka dan menjadi tontonan semua orang.”

Ino Yamanaka terlihat tenang di atas sofa ruang keluarga. Ia menunjukkan pesona wanita dewasanya dengan baik. Rambut pirang panjang dan mata safir hijau membuatnya lebih karismatik dari pada artis-artis cantik di televisi. Jika ini bukan musim dingin, Ino Yamanaka akan terkesan lebih berani dengan pakaian terbukanya. Sekarang, dia berdandan sopan dan anggun di depan anak-anaknya.

“Hah … tidak perlu terlalu terpukul, nak. Kamu telah melakukan yang terbaik. Lagi pula, lawanmu adalah Boruto.” Ino mencoba memberi anaknya kata-kata kasih sayang.

Mendengar itu, Inojin justru tidak rela. Amarahnya sudah memuncak kepada siapapun yang merekam duelnya melawan Boruto. Tidak apa jika dia menang, masalahnya dia menjadi pecundang di sini. Ditambah, kata-kata ibunya sekarang terdengar seperti Inojin sampai kapanpun akan selalu di bawah Boruto. Ini membuat harga dirinya sangat terpukul.

“Kakak, bangunlah. Lantainya dingin. Tidak ada yang menyalahkanmu di sini.” Inori memegang bahu kakaknya untuk membuatnya bangun.

Inojin yang selalu mendengarkan permintaan adiknya tidak menolak, tetapi tatapannya masih tertunduk.

“Ibu, bahkan jika ibu tidak marah, aku marah pada diriku sendiri. Aku bersumpah akan berlatih keras dan melampaui bocah kuning itu!” tegas Inojin membulatkan tekadnya.

Ino masih tenang dan berkata, “Berlatih keras itu bagus. Namun, terburu-buru mencapai hasil tanpa proses yang tepat justru akan merugikan untuk masa depanmu. Inojin, sekalipun kamu bilang jutsu milik klan tidak terlalu cocok denganmu, tapi masih ada hal yang bisa kamu ambil. Klan Yamanaka sangat mahir dalam latihan chakra tipe Yin dan energi spiritual. Jika kamu bisa menggabungkannya ke dalam gambar-gambarmu, itu akan menjadi lebih kuat. Ibu pernah berbicara panjang dengan ayahmu dalam masalah ini. Gaya Tinta akan semakin kuat jika imajinasi penggunanya diperluas. Untuk memperluas imajinasi, informasi yang kamu terima di alam sadar saja tidak cukup. Kamu harus mengembangkan alam bawah sadarmu sebagaimana orang berlatih genjutsu. Apa kamu mengerti?”

Mendengar nasihat ibunya, Inojin merasa darahnya bergejolak. Ia seperti melihat jalan baru yang harus dia eksplorasi secara mandiri. Di jalan ini, kemungkinan tak terbatas menunggunya.


BORUTO: Jalan Baru ke Era KultivasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang