-11- Always Be Mine

618 69 6
                                    

Di ruang keluarga di sebuah apartemen terdengar suara celotehan bayi berumur tujuh bulan. Bayi itu membuat gemas bagi setiap orang yang melihatnya. Bagaimana tidak? Pipi gembulnya dan mata bulatnya membuat wajahnya menjadi sangat menggemaskan.

Tak terkecuali dengan Kim Namjoon. Paman dari Min Ara itu selalu dibuat gemas setiap kali bertemu dengan keponakannya, Min Ara.

Kini Namjoon sedang berada di apartemen kakaknya, Kim Namra. Ia berkunjung karena rindu dengan keponakan kecilnya itu.

"Min Ara.. Sini Paman gendong."

Kemudian Namjoon mengambil Ara dari pangkuan Namra.

"Pegang yang benar, Namjoon." Tegas Namra karena ia tau bahwa adiknya itu terlalu ceroboh jika sedang memegang sesuatu. Namra hanya tidak ingin Namjoon nanti menjatuhkan putri kecilnya.

"Kau tenang saja, Noona." Ucap Namjoon dengan percaya diri. "Tidak mungkin aku menjatuhkan keponakanku sendiri."

"Sebentar aku buatkan kopi untukmu." Ucap Namra. "Kau jaga Ara dengan baik, ya. Jangan sampai jatuh."

Namjoon berdecak kesal. Kenapa kakaknya ini sangat tidak percaya sekali padanya?

Di saat Namra ke dapur untuk membuatkan kopi untuknya, Namjoon mengangkat tubuh kecil Min Ara. Bocah itu kegirangan ketika tubuhnya berada di udara.

Ketika Namjoon melihat Ara kegirangan dan tertawa, tiba-tiba saja ia teringat akan calon bayinya yang tidak pernah lahir. Dalam hati Namjoon merutuki dirinya sendiri, karena kebodohannya ia harus kehilangan dua hal penting sekaligus dalam hidupnya. Calon bayi dan istrinya.

Tanpa ia sadari air sudah menggenang di pelupuk matanya. Dalam satu kedipan, air itu jatuh membasahi pipinya. Namjoon pun tersenyum kecut. Kenapa juga ia menangisi hal yang hilang karena perbuatan bodohnya?

Dengan segera ia menghapus jejak air mata yang ada di wajahnya agar tidak ada orang yang mengetahuinya khususnya kakaknya.

Setelah membuat kopi untuk adiknya, Namra membawakan kopi itu ke ruang keluarga dan meletakkannya di atas meja. "Ini, minumlah!"

"Terima kasih, Noona."

Namra menyadari bahwa adiknya ini baru saja menangis. Mata merah milik Namjoon tak bisa berbohong. Namra pun menghela nafasnya kasar. Ia merasa kasihan jika melihat nasib adiknya ini. Dalam satu waktu kehilangan dua orang sekaligus. Tapi Namra juga menyalahkan Namjoon dalam hal ini. Karena kehilangan yang dialami adiknya ini adalah kesalahan yang telah Namjoon perbuat sendiri.

"Kau sudah menemui Eomma lagi?" Tanya Namra.

Namjoon menggeleng. "Eomma pasti tidak akan mau menemuiku."

"Kapan terakhir kali kau mencoba menemui Eomma?"

"Entahlah, sudah cukup lama. Mungkin sebulan yang lalu." Jawab Namjoon.

Namra kemudian mengelus bahu kekar adiknya. "Coba kau temui Eomma lagi. Siapa tau Eomma sudah memaafkanmu."

"Tidak, Noona." Tolak Namjoon. "Terakhir kali aku menemuinya, Eomma berakhir sakit dan harus menjalani rawat jalan. Aku tidak mau karena kedatanganku membuat Eomma sakit lagi."

Namra menatap iba pada adiknya ini. Memang semuanya berawal dari Namjoon sendiri. Tapi ia tidak menyangka jika ibunya sampai membenci Namjoon dan tidak mau memaafkannya.

"Kau masih mencintainya?" Tanya Namra tiba-tiba.

"Siapa?"

"Kau tau siapa yang aku bicarakan disini, Namjoon."

Always Be Mine (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang