38. THE TRUTH

99 18 3
                                    

Hai! Absen dulu yuk;💓💓
Kalian bisa check postingan di
Ig:wattpaddluvkyuru_
Oke jadi tanpa berlama-lama let's go to the story!🌈

Hai! Absen dulu yuk;💓💓Kalian bisa check postingan diIg:wattpaddluvkyuru_Oke jadi tanpa berlama-lama let's go to the story!🌈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kembali menyelam pada beberapa tahun silam, untuk mengulas setitik tentang kehidupan personal seorang anak laki-laki yang saat ini tengah menonton wanita dan pria itu masih beradu mulut. Di dalam rumah yang bisa terbilang megah ini, tidak berkesan nyaman bagi si kecil, Juan.

Saking asyiknya kedua orangtuanya saling melempar kalimat-kalimat yang kurang enak untuk didengar, sampai-sampai tidak menyadari bahwa semua itu nyatanya akan memberikan dampak lain bagi putra sulung mereka.

"NADA!" panggil Wanda, sang ibu.

Anak laki-laki itu tersentak, ketika tangannya ditarik paksa oleh sang ibu. "Ayo, cepat bersihkan halaman lalu cuci baju!"

"Kau gila! Tidak bisa kah terima saja kenyataan bahwa anakmu itu LAKI-LAKI!" ujar pria itu seraya menekankan intonasi pada akhir kalimat. "Berhenti memperlakukan Tama seperti anak perempuan!"

"Kamu yang gila Mas," kata Wanda. "Aku tidak pernah mengharapkan anak laki-laki, apalagi kalau dia harus seperti dirimu. Dan lihat, aku mengandung anak laki-laki lagi, itu semua karena dirimu!"

"Ibu!" Tama segera memeluk tubuh wanita itu, saat akan memukul perutnya yang membuncit.

"To-tolong biarkan adik hidup..." pintanya, tidak memperdulikan Wanda yang menghujani tubuh mungil itu dengan pukulan. Saat itu, anak laki-laki ini hanya memikirkan keselamatan adiknya yang masih berada di dalam kandungan.

"Tama," panggil pria itu dengan tegas.

Tama pun melangkahkan kaki guna mendekati Marino, walau tak bisa dipungkiri. Tungkainya serasa menjadi lembek seperti agar-agar ketika berhadapan dengan pria itu. "A-ayah... tolong jangan biarkan ibu menyakiti adik," ujarnya dengan penuh harap. Tubuhnya saat sudah bergetar hebat, dia tidak bisa menahan rasa ketakutannya.

Namun, ternyata, bukannya belas kasihan malahan tamparan keras mendarat di pipi.

"Lemah."

Satu kata itu berhasil membuat jantung Tama seketika terasa merosot ke bawah. Anak laki-laki itu menggenggam erat kedua tangannya, guna meredam segala rasa sakit.

"Jangan panggil dia dengan nama itu, namanya adalah Nada Juan Pradana."

"Terserah," pungkas Marino. Pria itu berjalan ke arah pintu seraya berkata, "Tapi, Tama Jagakarsa itu adalah putraku. Walaupun dia agak kelainan, setidaknya aku tidak memperlakukannya layaknya seorang laki-laki. Sesuai dengan kodratnya."

Singgah Yang Singkat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang