09. MUNDUR?

179 44 25
                                    


Hai! Absen dulu yuk;
Siapa yg udh nungguin cerita ini?
Oke jadi tanpa berlama-lama let's go to the story!🌈

Hai! Absen dulu yuk;Siapa yg udh nungguin cerita ini?Oke jadi tanpa berlama-lama let's go to the story!🌈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*-∆-*

Septha berdiri di depan pintu kelas, menatap ke arah kelas sebrang yang merupakan kelas sepuluh IPS tiga. Alisnya terangkat sebelah, heran ketika melihat bangku pojok depan yang kosong. Wich is bangku itu adalah milik cowok berkacamata, Nada Juan Pradana. Yang membuat Septha bertanya-tanya, kemanakah si pemilik bangku itu?

Padahal selama ini, Nada jarang sekali terlihat keluar dari kelas. Bahkan kata Maret, untuk sekedar beranjak dari bangkunya saja Nada enggan---- kalau tidak untuk mengerjakan tugas kelompok.

Cowok itu benar-benar mager, seperti layaknya orang-orang dengan motto hidup,

No life.

"Yok, Sep!" ajak Ambar dari belakang.

Septha mengangguk, Ambar menggandeng lengan panjang Septha. Gadis itu selalu tidak bisa kalau jalan tidak menggandeng lengan Septha. Septha pun sedikit heran dengan kebiasaan aneh itu. Sampai ada satu hal yang membuat Septha seketika mengerem kakinya.

"Loh, Mbar," panggil Septha. Ambar spontan menoleh dengan tatapan bertanya. "Bukannya itu..."

Ambar mengikuti jari telunjuk Septha yang mengarah pada seseorang di keramaian, yang sedang duduk di lorong rumah sakit. Mereka menyebutnya begitu karena di atas lorongnya terdapat atap, dan juga pembatas yang biasa digunakan untuk duduk-duduk. Dan biasanya yang duduk disana adalah para kaum hawa.

Atau lebih simpelnya gazebo.

Tapi kenapa, netra Septha menangkap siluet Nada yang duduk dengan santai disana?

Hal itu membuat Septha terheran-heran. Posisinya berhadap-hadapan dengan beberapa cewek yang juga duduk disana. "Dia kenapa? Tumben banget. Mau tebar pesona kah?" tanyanya.

Ambar menjingkatkan bahu. "Ntah, tapi masa sih Nada tebar pesona?"

"Kamu nggak liat, banyak cewek-cewek yang duduk di depannya. Mungkin aja dia mau tebar pesona," balas Septha. Ada sedikit rasa tidak nyaman saat melihat semua itu. Septha segera melangkahkan kakinya menuju ke sana. Melewati Nada, Arlo, dan seorang lagi yang bertubuh agak besar juga sama berkacamata seperti mereka.

Trio kacamata.

Itulah yang terpikir dalam otak Septha saat melihat mereka bertiga.

Ketika lewat, Septha melirik Arlo yang mendekatkan wajahnya ke telinga Nada. Seolah akan membisikkan sesuatu. Samar-samar Septha mendengar Arlo berbisik--- lebih tepatnya berbicara. Tidak bisa disebut berbisik karena Septha masih bisa mendengarnya.

"Aku mintain nomornya kalau pengen kenalan."

Kedua mata Septha spontan melebar. Seketika menoleh ke arah mereka berdua, Nada malah mengulas senyum tipis ke arahnya. Cowok itu malah tidak peduli dengan kalimat yang diucapkan Arlo kepadanya.

Singgah Yang Singkat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang