07. LAMPU HIJAU?

192 48 1
                                    

Hai! Absen dulu yuk;
Siapa yg udh nungguin cerita ini?

Oke jadi tanpa berlama-lama let's go to the story!🌈

"Kalau semesta terus mempermainkan seperti ini, manusia bisa apa selain mengikuti alur?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau semesta terus mempermainkan seperti ini, manusia bisa apa selain mengikuti alur?"

*****

"Maksud kamu apa sih Mar? Bisa-bisanya bilang gitu di depan Juan," protes Septha tidak terima. Ia mencebikkan bibirnya, "Pas ada aku lagi!"

Maret tertawa puas, "Haha biarin. Yang penting kalian berdua udah aku kenalin satu sama lain!" ujarnya tersenyum bahagia.

Septha menghentakkan kakinya ke jalan. "Ish, padahal aku udah niat mau apel terus setiap hari. Kalau begini kan, setiap ketemu dia jadi malu aku!" Kalau begini, rencana Septha untuk tebar pesona di kelas Maret hangus sudah.

Wella menepuk pundak Septha pelan. "Hey, gak apa-apa. Dia gak akan mikir yang aneh-aneh tentang kamu," katanya menenangkan. Mengetahui Septha sering berpikir berlebihan, ia selalu memikirkan kejadian terburuk yang kemungkinan bakal terjadi di masa depan. Itulah Septha. "Lagian, nyatanya dia juga nggak kasih lampu merah. Malah senyum-senyum gitu. Berarti kan masih ada harapan."

Maret mengangguk-angguk setuju. "Iya juga ya, tadi dia malu-malu loh pas ketemu sama kamu! Lampu hijau nih."

"Masa sih?" tanya Septha tidak percaya.

Maret berdecak kesal seraya memutar bola matanya malas. "Alah, kamu gak usah sok gak tau. Tadi malah tatap-tatapan gitu, mana kayak drama India saja."

Septha seketika bungkam dengan pernyataan Maret, gadis itu memanyunkan bibirnya. Kemudian kembali tersipu ketika mengingat tatapan mata yang Nada layangkan kepadanya.

"Btw, foto profilnya Nada bikin aku ngakak lagi," lanjut Maret diselingi gelak tawa.

Lisa jadi ikut tertular virus tertawa Maret. "Iya, njir! Kayak apaan dah, foto siapa sih itu?"

"His little sister, maybe?" sahut Septha menimpali. "Eh, tapi gitu-gitu adiknya cantik juga loh. Satu keluarga kayaknya isi visual semua deh!"

"Iya juga sih, tapi ya nggak gitu juga konsepnya." Maret merengek, "Hadeh, dia itu ada-ada aja."

"Tapi aku jadi mikir, apa dia bakal ilfil sama aku?"

"Ah, nggak kok. Kamu ini berlebihan," tepis Septha mengelak.

"Udah cantik, pinter, alim lagi. Beuh!"

Septha terdiam, ia tidak mau menambahi apa-apa lagi. Septha benci, harus menjadi seseorang yang sempurna. Septha tidak sesempurna itu, ia lelah harus menjaga sikap sebaik mungkin di depan publik. Terkadang, Septha ingin bertingkah layaknya anak sebayanya. Pergi keluar bersama teman-temannya, bar-bar, dan tertawa terbahak-bahak bersama mereka. Semua itu ia lewatkan selama bertahun-tahun.

Singgah Yang Singkat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang