00: prolog

256 32 5
                                    

Anak laki-laki berumur 7 tahun itu duduk di kursi belakang mobil sambil memeluk boneka beruang usang dengan senyuman yang cerah. Di samping kanan dan kirinya ada sepasang suami istri, yang telah resmi menjadi orang tua angkatnya mulai dari hari ini.

"Kamu masih ingat tujuan kamu, 'kan? Kamu harus jadi kakak sekaligus teman untuk Erin. Paham?" Rani mengelus lembut rambut anak laki-laki di sebelahnya.

"Iya, Mah." Anak laki-laki bernama Askara itu mengangguk patuh. "Aku gak sabar ketemu Erin. Pasti dia baik kayak Mama dan Papa. Aku bakal ajak dia main sama boneka ini." Aska menunjukkan boneka beruang kesayangannya itu dengan cengiran polos.

Rendra mengernyit tidak suka. Dia melirik boneka di tangan Aska itu seolah benda tersebut telah mengganggu pandangannya. "Kamu bisa buang boneka itu, dan beli mainan apapun yang kamu mau setelah sampai di rumah nanti. Lagian kamu anak laki-laki, ngapain main boneka?"

"Tapi boneka ini kenangan dari Shaki," gumam Aska sambil menunduk, memandang boneka beruangnya dengan sorot sendu. "Aska gak bisa tidur kalau gak ada boneka ini. Jadi, izinin Aska simpan boneka ini, ya? Aska janji gak akan nakal." Anak itu beralih menatap Rendra dan Rani dengan wajah memelas yang dapat membuat siapa saja merasa iba.

Belum sempat memberi jawaban, mobil yang mereka tumpangi berhenti -menandakan bahwa mereka telah sampai di tempat tujuan. Segala perhatian mulai teralihkan. Apalagi saat Aska dituntun keluar mobil dan melihat rumah besar nan mewah yang akan menjadi tempat tinggalnya mulai dari sekarang.

Aska melompat-lompat kecil di tempat, terlihat begitu menggemaskan hingga membuat Rani tertawa pelan.

"Ini rumah kita, Mah, Pah? Besar banget kayak yang sering aku lihat di tv. Yeay! Jadi orang kaya!"

"Ayo masuk."

Untuk pertama kalinya Aska menginjakkan kaki di rumah yang sebagus ini. Selama ini dia hanya menghabiskan waktu di panti asuhan kecil yang menjadi tempatnya tinggal. Hidup seadanya dengan hanya mengandalkan sedekah dan donasi dari para donatur yayasan. Tidak ada yang menyangka bahwa takdir akan membawa dirinya pergi ke sebuah rumah besar yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya.

Aska merasa beruntung karena diadopsi oleh keluarga kaya raya. Bukan hanya mendapatkan orang tua, bahkan sekarang ia juga akan memiliki seorang adik perempuan angkat. Rasanya begitu sempurna kehidupan baru yang akan ia jalani itu. Demi apapun, perasaan Aska sekarang amat bahagia.

Saat mereka baru masuk beberapa langkah ke rumah, seseorang tiba-tiba datang menodongkan pedang mainan ke leher Aska. Sontak hal itu membuat Aska tersentak kaget.

"Berhenti!" teriak anak perempuan dengan rambut dikucir dua itu.

Aska berkedip bingung menatap anak perempuan di hadapannya. Gemuk dan mempunyai pipi yang chubby. Jika saja anak perempuan itu tidak menunjukkan ekspresi marah dan tidak sedang menodongkan pedang mainan, pasti anak itu akan terlihat sangat imut dan lucu.

"Erin, kamu ngapain? Turunin pedang mainannya, sayang." Rani mencoba untuk berbicara kepada putrinya, tetapi anak perempuan bernama Erina itu tak mau mendengarkan.

"Dia siapa? Ngapain masuk rumah ini?!" teriaknya kesal.

Rendra tersenyum dan berjongkok di depan Erin. Pria berkacamata itu mulai menjelaskan dengan perlahan, "Erin pernah bilang kalau Erin selalu kesepian setiap Mama Papa kerja dan gak ada di rumah, 'kan? Karena itu, Mama sama Papa ngasih kejutan buat kamu. Mulai sekarang dia adalah kakak kamu. Namanya Askara, dia memang seumuran sama kamu, tapi kamu boleh anggap dia kakak. Erin boleh panggil dia Kak Aska. Sekarang kamu gak akan kesepian kalau Mama Papa kerja, karena ada Kak Aska yang akan temenin kamu main dan jaga kamu."

Aska tersenyum manis sambil melambaikan tangannya. Mencoba untuk memberi kesan baik. "Hai, aku Askara. Mulai sekarang aku kakak kamu."

Ekspresi wajah Erin berubah marah. Anak perempuan itu membanting pedang mainannya ke lantai sambil memekik marah. "AKU GAK MAU PUNYA KAKAK!!!"

Semua yang ada di sana terkejut melihat reaksi Erin yang di luar dugaan. Rani yang mulai khawatir, mencoba untuk menenangkan putri semata wayangnya tersebut.

"Erin, bukannya kamu bilang kesepian? Jadi Mama sama Papa bawa temen main buat kamu. Kenapa marah, sayang?" Rani hendak memegang tangan Erin, tetapi segera ditepis oleh anak itu.

"AKU GAK PERNAH BILANG MAU KAKAK!" bentak Erin langsung. Anak itu menatap kedua orang tuanya murka. "Erin cuma mau kalian yang nemenin Erin main! Mama Papa jangan kerja terus, Erin kesepian di rumah. Erin mau Mama Papa ada di rumah terus. Bukan bawa kakak kayak gini!"

Baik Rendra maupun Rani tersentak mendengar pengakuan Erin. Ternyata mereka berdua salah paham. Mereka kira Erin mengatakan bahwa ia kesepian karena menginginkan teman. Namun ternyata yang putri mereka butuhkan hanya mereka berdua saja, bukan orang lain.

Aska mulai berkaca-kaca sambil memeluk boneka beruangnya dengan erat. "Kamu gak mau nerima aku jadi kakak kamu?" tanyanya pelan.

"Iya! Mending kamu balik lagi sana, hush! Aku gak mau punya kakak, apalagi kayak kamu. Apa itu di tangan kamu? Boneka jelek. Nanti kalau kamu jadi kakak aku, aku bakal ketularan jelek! Mending pergi sana!" Erin mendorong bahu Aska hingga anak itu jatuh ke lantai.

Rani dan Rendra yang terkejut mencoba untuk menenangkan putri mereka. Tidak ada yang berniat membantu Aska untuk kembali berdiri. Hati Aska terasa seperti teriris. Kedua matanya berair, menatap orang tua angkatnya yang terlihat hanya peduli kepada putri kandung mereka saja. Padahal ia yang dikasari, tetapi tidak ada seorang pun yang datang menghampirinya.

"Aska gak mau pulang ke panti," gumam Aska mulai terisak tangis. Anak itu masih berada di posisi jatuhnya di atas lantai. Duduk sambil memeluk boneka beruangnya erat. "Aska janji bakal jadi anak baik, tapi jangan buang Aska, ya? Cukup ibu kandung Aska aja yang buang Aska. Kalian jangan ...."

***

Cerita ini sebenarnya sudah tamat, tapi mau direvisi dulu. Aku sisain satu bab. Kenapa? Hm, pengen aja sih.

Sampai Jumpa Lagi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang