"Karena gue ... suka sama lo."
Jawaban itu membuat Alara membeku di tempat. Seharusnya kalimat yang merupakan pengakuan itu membuat hatinya berbunga-bunga karena bahagia. Namun kini yang gadis itu rasakan adalah kekecewaan.
Alara melepaskan genggaman Aska dari tangannya. Mata gadis itu mulai terlihat berkaca-kaca seolah siap menumpahkan air mata. Ia menunduk, terlihat lara.
"Pembohong."
Aska terkejut dengan respon Alara yang sangat di luar dugaan. Laki-laki itu kehilangan kata-kata ketika melihat gadis itu menatap ke arahnya dengan sorot penuh rasa benci.
"Kamu gak usah pura-pura lagi, Ka. Aku udah tahu semuanya," kata Alara dengan tangis yang mulai luluh. Tangannya mendorong bahu Aska dengan tanpa tenaga, "berhenti berpura-pura seperti teman."
Aska memegang tangan Alara dengan wajah tidak mengerti. "Lo ngomong apa sih, Ra? Ada apa?" tanyanya dengan sangat khawatir.
Alara menghempaskan tangan Aska dengan kasar. Gadis itu mencoba menghapus air mata yang terus bercucuran. Ia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Alara benci ketika ia harus menangis dan terlihat lemah.
"Ra—" Aska hendak memegang pundak Alara, tetapi segera ditepis oleh gadis itu.
"Cukup, Ka," Alara mundur satu langkah, menjaga jarak dari Aska, "Cukup."
"Ada apa sih, Ra? Lo kenapa jadi gini?!"
"Aku tahu kamu kakaknya Erin!" bentak Alara, membuat Aska terkejut, "aku tahu rencana kalian, aku udah tahu," Alara menggeleng tidak percaya ketika ia kembali mengingat semuanya, "kamu bener-bener jahat ..., lebih jahat dari Erin."
Rasanya seperti disambar petir di siang bolong. Aska benar-benar terpaku tanpa mampu mengatakan satu patah kata pun. Seharusnya ia tahu sejak awal bahwa hal ini pasti akan terjadi. Akan ada saatnya bom waktu akan meledak.
"Pada akhirnya ... kamu itu cuma luka, Ka."
*
"Orang yang lo percaya adalah orang yang akan paling membuat lo kecewa," Erin yang duduk satu meja dengan Alara di kafe itu tersenyum penuh maksud, "karena pengkhianatan terbesar adalah pengkhianatan seorang teman."
Alara memandang Erin malas. Entah apa yang ingin gadis itu katakan hingga menahannya di kafe itu. Sejak tadi yang Erin katakan hanya berputar-putar. Semakin menambah ketidakminatan Alara dengan pembicaraan mereka.
"Bisa to the point aja?"
Erin tertawa pelan. "Tapi gue mau main tebak-tebakan."
"Kalau gitu, silakan cari partner main yang lain. Aku gak punya waktu untuk permainan kamu," kata Alara dengan kesal.
"Dih, biasa aja kali!" Sandra berceletuk. Gadis itu menatap Alara Dengan sinis, "gak usah sok deh lo. Makin sini kok makin gak tahu diri. Heran gue."
Alara memilih untuk tidak menanggapi Sandra.
"Apa yang bakal lo lakuin kalau misalnya orang yang udah lo anggap teman ternyata sebenarnya lawan?" Tiba-tiba saja Erin mengajukan sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk Alara.
Alara menatap Erin tidak mengerti.
"Kalau gue bilang Aska itu kakak gue, lo bakal percaya?" Pertanyaan itu hanya membuat Alara bergeming dengan kening berkerut. Beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu tertawa.
"Gak usah ngarang," katanya, jelas tidak percaya.
Erin hanya mengulas senyuman manis.
"Coba deh lo pikir. Ngapain Aska tiba-tiba pindah dari Cakrawala ke Cemerlang di pertengahan semester? Terlebih ... dia pindah setelah gue kecelakaan, dan kemudian berteman dengan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa Lagi [Selesai]
Fiksi RemajaAska harus pindah ke SMA Cemerlang setelah adiknya -Erin- menjadi korban tabrak lari dan berakhir koma di rumah sakit. Dia ditugaskan sang Papa, untuk mengawasi seseorang di sekolah itu. Orang yang sama dengan orang yang pernah dia selamatkan. Haru...