09: berkenalan

67 18 0
                                    


"Hai, kita ketemu lagi." Aska sambil melambaikan tangan dengan ramah.

Alara mematung dengan sorot mata tak percaya. Melihat seseorang yang pernah dia temui beberapa hari lalu di jembatan, kini ada di hadapannya--- di sekolah yang sama dengannya.

Karena terkejut Alara kehilangan keseimbangannya hingga hampir terjatuh. Refleks Aska maju untuk menahan Alara. Namun tanpa bantuan Aska pun, gadis itu masih sanggup menjaga keseimbangan badannya. Saat menyadari bahwa jarak mereka berdua terlalu dekat, Alara spontan mundur dua langkah ke belakang untuk menjaga jarak.

Aska memandang tumpukan buku paket yang Alara bawa. "Bukunya berat, ya? Sini gue bantu," ujarnya. Dia pikir pasti Alara keberatan membawa semua itu sendirian. Tanpa menunggu Alara menyetujui tawarannya, Aska sudah terlebih dahulu mengambil alih buku paket tersebut hingga menyisakan satu buah buku di tangan Alara untuk gadis itu bawa.

"Eh?" Alara merasa bingung dan tidak enak hati. "Gak usah, aku bisa, kok."

Saat Alara hendak mengambil kembali buku-buku itu dari tangan Aska, cowok itu langsung menjauh sambil menggeleng tegas. "Biar gue aja yang bawa."

"Tapi—"

"It's okay. Gak usah ngerasa gak enak. Justru harusnya gue yang ngerasa gak enak kalau ngeliat ada cewek kesusahan dan gue cuma diem aja," potong Aska, mengerti dengan raut cemas gadis di depannya. Senyuman terlukis di wajah Aska, seolah menunjukkan bahwa dia betulan tak merasa keberatan.

Sebuah perasaan senang dapat Alara rasakan di lubuk hatinya. Baru kali ini ada orang yang mau membantu dirinya dengan ikhlas seperti sekarang. Sebenarnya tolong menolong memang kewajiban sesama manusia. Namun untuk Alara yang selalu dijauhi dan tidak dipedulikan, perlakuan sesederhana ini terlampau membuatnya merasa bahagia. Tanpa sadar gadis itu tersenyum.

"Ya udah, perpustakaannya di mana? Gue murid baru di sini, jadi belum tahu denah sekolah ini."

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor sekolah yang ramai. Banyak pasang mata tertuju kepada dua remaja itu. Alasan yang paling utama adalah kehadiran Aska di sisi Alara. Wajah Aska yang tampan dan cukup asing, membuat orang-orang menjadi penasaran kepadanya.

"Murid baru?"

"Kelas berapa, sih? Kok baru lihat?"

"Manis banget, ih! Tapi kok jalan bareng dia?"

Bisikan-bisikan para siswi yang terdengar saat mereka melewat, membuat Alara menunduk malu. Diliraknya Aska diam-diam. Cowok itu hanya menatap lurus, tidak acuh dengan perhatian banyak orang di sekitar mereka. Dalam hati Alara bergumam, mungkin dia emang udah biasa jadi pusat perhatian. Makanya biasa aja.

Alara akui, memang Aska ini tampang-tampang cowok populer sekolah.

"Lo gak mau nanya gitu gue awalnya sekolah di mana? Kenapa pindah? Kelas berapa? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya? Padahal tadi gue udah bilang kalau gue murid baru di sini," kata Aska sambil tertawa pelan. "Gak penting banget, ya?"

Alara hanya diam sambil menunduk. Dia bingung harus berbuat apa? Alara jarang sekali bersosialisasi. Sejak tadi dia ingin bertanya ataupun sekadar basa-basi, tetapi urung karena ia merasa malu dan canggung untuk sekadar mengajak orang lain berbicara.

"Oh, itu ...." Alara bergumam tidak jelas. "K–kamu sejak kapan sekolah di SMA ini?" tanya gadis itu akhirnya.

"Baru hari ini."

"Oh ...." Alara manggut-manggut. Dia merasa bingung akan mengatakan apa lagi. Dia benci saat berada di fase seperti yang sedang dia rasakan sekarang. Rasanya tidak enak. Dia ingin berbicara tapi bingung, namun jika terus diam tak bersuara suasana menjadi semakin canggung.

Sampai Jumpa Lagi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang