Suasana berkabung menyelimuti rumah besar itu. Hari ini kediaman Adhikari dipenuhi oleh para pelayat. Kebanyakan orang yang melayat adalah teman-teman sekolah Aska, entah yang dari SMA Cakrawala maupun SMA Cemerlang. Sosok populer di klub basket sekolah yang tiba-tiba dikabarkan berpulang, tentu akan membuat kehebohan. Banyak yang merasa tidak percaya dengan kepergian kawan mereka yang tiba-tiba.
Dibandingkan semua orang yang melayat, Deon, Zani, dan Gino adalah orang yang paling terlihat terpukul saat melihat jenazah Aska. Mereka duduk di dekat jenazah sahabat terbaik mereka itu, menangisi kepergian Aska.
"Kenapa lo main pergi gitu aja, Ka? Lo gak mau main basket bareng kita lagi?" tanya Zani dengan sesenggukan. Laki-laki itu berusaha menghapus air matanya, tetapi tangisnya terus jatuh membuat wajahnya basah. "Gue gak nyangka lo pergi secepat ini!"
Deon yang duduk di samping Zani, menyentuh bahu cowok itu. Meski tidak menangis, Deon tampak sangat kehilangan. Matanya berkaca-kaca. Bersiap untuk menangis, tetapi ia tahan sekuat tenaga. "Umur emang gak ada yang tahu, Zan. Aska dipanggil duluan karena waktunya di dunia ini udah habis."
"Gue gak rela kehilangan salah satu sahabat gue." Zani terus menangis, tidak peduli dengan tanggapan orang lain mengenai dirinya yang mungkin kelihatan cengeng. Persetan dengan doktrin 'laki-laki tidak boleh menangis'. Nyatanya laki-laki juga manusia yang punya perasaan. "Gue masih belum ikhlas."
Kondisi Gino yang duduk di samping Deon tak jauh berbeda dengan Zani. Laki-laki itu bahkan sudah menangis sebelum sampai di kediaman Adhikari. Hanya saja sejak tadi Gino tidak banyak berbicara. Hanya diam memandang Aska.
"Besok kita gak akan ketemu lagi, Ka." Gino bersuara setelah sekian lama bungkam. Laki-laki itu mencoba untuk menghapus air matanya dan tersenyum. "Gue harap lo bahagia di sana. Yang tenang, ya, Ka. Kita semua akan selalu doa-in lo di sini."
Deon yang melihat itu, menepuk-nepuk bahu Gino pelan. "Aska anak baik, dia rela ngorbanin nyawanya demi nyelamatin adeknya. Gue yakin dia akan bahagia," ujarnya pelan. "Kita di sini harus ikhlasin dia pergi, supaya Aska tenang."
Gino mengangguk. Cowok itu kini melihat ke arah Zani yang masih menangis sesenggukan. Di antara mereka bertiga, Zani adalah orang yang paling merasa kehilangan. Saat di SMA Cakrawala dulu, Zani adalah orang yang paling dekat dengan Aska.
"Zan, ayo kita shalat," ajak Gino sembari tersenyum. Tangis laki-laki itu telah reda. "Kasih doa yang terbaik untuk Aska. Itu adalah satu-satunya hal yang bisa kita beri untuk dia sekarang. Tanda kalau kita sayang sama dia."
Zani mengangguk. Ia berdiri begitu juga Deon dan Gino. Mereka pergi untuk mengambil wudhu, sekaligus mengajak anak-anak lain untuk ikut shalat jenazah.
Sementara itu Alara sejak tadi diam memperhatikan dari tempatnya duduk. Matanya sembab tanda telah banyak mengeluarkan air mata. Tatapannya menyorot hampa. Tiba-tiba saja Erin menghampiri gadis itu, menepuk pundak Alara pelan.
Erin tersenyum saat Alara menoleh ke arahnya.
"Gue mau nunjukin sesuatu sama lo," ujar Erin pelan sambil meraih tangan Alara. "Ikut gue."
Alara menatap Erin bingung, tetapi tetap menuruti permintaan gadis itu. Alara beranjak dan berjalan dituntun oleh Erin ke sebuah kamar. Mereka masuk ke dalam kamar dengan nuansa biru. Barang-barang yang tertata rapi, ada beberapa aksesoris kamar berbau basket, hingga figuran foto terlihat memanjakan mata.
Alara berjalan menghampiri sebuah figuran foto yang ada di atas nakas, kemudian mengambilnya. Dia memandang foto Aska yang sedang memakai baju basket itu dengan mata berkaca-kaca. Dipeluknya foto Aska itu sambil tersenyum.
"Boleh aku ambil foto ini?" tanya Alara meminta ijin. Erin mengangguk sebagai jawaban.
"Gue bawa lo ke sini karena mau nunjukin sesuatu," ujar Erin kemudian. Gadis dengan pakaian hitam-hitam itu berjalan menuju meja belajar, dan mengambil sebuah boneka beruang usang yang dipajang di sana. Erin menghampiri Alara lagi, dan memberikan boneka itu. "Gue yakin lo tahu boneka ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa Lagi [Selesai]
Fiksi RemajaAska harus pindah ke SMA Cemerlang setelah adiknya -Erin- menjadi korban tabrak lari dan berakhir koma di rumah sakit. Dia ditugaskan sang Papa, untuk mengawasi seseorang di sekolah itu. Orang yang sama dengan orang yang pernah dia selamatkan. Haru...