13: teman

57 18 4
                                    

"Erina, ayo main!"

"Erina, ayo jalan-jalan bareng!"

"Erin, berangkat sekolah bareng yuk?"

"Erin, aku punya hadiah buat kamu."

Sekeras apapun Aska kecil berusaha untuk membuat Erin menerima dirinya, tetap saja hanya penolakan demi penolakan yang anak itu dengar. Terkadang bahkan cacian dan sikap yang kasar yang dia terima. Namun meski begiu Aska tetap tersenyum dan tidak pantang menyerah, walau hatinya sudah banyak terluka.

"Erin, kenapa kamu bilang ke temen temen kamu kalau aku bukan kakak kamu?"

"Ya emang bener 'kan? Emangnya kamu siapa? Anak pungut?"

Bahkan Erin tidak mau mengakui Aska sebagai seorang kakak kepada teman-teman SD-nya. Erin mengatakan bahwa Aska adalah anak tetangga, sehingga mereka berangkat dan pulang sekolah bersama.

"Dia miskin sih, makanya nebeng mobil aku. Supaya dianggap orang kaya." Seperti itu kata Erin kepada teman-temannya saat mereka bertanya, kenapa Aska selalu berangkat dan pulang sekolah bersama Erin.

Melihat itu, Aska hanya diam dan memaafkan Erin tanpa anak itu minta. Seperti kata orang tuanya, Aska harus menyayangi Erin seperti adiknya sendiri, dan memaafkan segala kesalahan yang anak perempuan itu buat. Jika tidak, Aska akan kembali dibuang dan ditelantarkan, seperti yang dilakukan oleh ibu kandungnya.

Suatu hari jam pelajaran Olahraga. Kondisi tubuh Erin saat itu kurang baik. Wajahnya pucat dan badannya hangat. Namun tak ada yang menyadari hal itu. Rani dan Rendra terlalu sibuk bekerja hingga tak tahu kalau putri mereka sedang tidak enak badan. Mereka membiarkan Erin berangkat sekolah seperti biasa.

Sekarang anak-anak kelas 5 itu diperintahkan untuk mengelilingi lapangan sebanyak tiga kali, oleh guru olahraga mereka yang pergi sebentar karena dipanggil kepala sekolah. Aska berlari di belakang Erin yang semakin lama larinya semakin memelan.

Hingga tiba-tiba saja, badan Erin ambruk. Semua anak yang ada di sana terkejut termasuk Aska. Segera Aska menghampiri Erin untuk melihat keadaannya. Suhu badan anak perempuan itu sangat panas, dan Erin terlihat sudah sangat lemas meskipun kesadarannya masih tersisa sedikit.

"Pak Ridwan-nya gak ada. Gimana dong?"

Anak-anak lain yang terlihat panik itu mengerumuni Erin. Aska juga sama paniknya dengan mereka. Namun tiba-tiba saja ucapan Rendra tentang Aska yang harus menjaga dan melindungi Erin kembali teringat oleh anak laki-laki itu. Aska tidak bisa diam saja. Dengan modal nekat anak itu menggendong Erin di punggungnya.

"Erin, bertahan. Kita ke UKS sekarang," kata Aska sambil berlari menggendong Erin dengan sekuat tenaga menuju ke UKS.

Seburuk apapun perlakuan Erin kepadanya, Askara Adhikari tetap akan menjalankan tugasnya sebagai kakak yang menjaga dan melindungi Erina Adhikari seumur hidupnya.

———

"Erin, ayo bangun."

Sepulang sekolah Aska menjenguk Erin seperti biasa. Dia memandang gadis yang tengah memejamkan mata dengan masker oksigen di wajahnya itu dengan sorot sedih. Sudah lama Erin koma. Aska semakin dibuat khawatir dengan keadaan adiknya tersebut.

"Lo di sekolah bikin banyak masalah, ya? Ngerundung orang kayaknya jadi hobi tersendiri buat lo. Bahkan gue masih inget, orang yang pertama lo rundung itu gue." Tiba-tiba saja Aska teringat dengan masa lalu mereka. Laki-laki itu tertawa miris sambil menghapus setetes air mata yang tiba-tiba saja keluar dari sudut matanya.

Sampai Jumpa Lagi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang