Pulang sekolah anak-anak basket berlatih di lapangan. Jerry mengatakan bahwa satu bulan lagi akan ada turnamen basket antar sekolah. Itu sebabnya mulai hari ini, setiap pulang sekolah mereka semua akan berlatih sampai pukul lima sore.
Alara yang sudah bersiap pulang dengan tasnya, berdiri di lantai dua. Melihat latihan para anak basket dari atas sana. Perhatiannya hanya berpusat pada laki-laki yang saat ini sedang men-dribble bola. Dia, Askara.
Semenjak kehadiran Aska, Alara merasa punya penyemangat untuk sekolah. Setelah banyak masa-masa sulit di sekolah yang bahkan hampir membuatnya nekat bunuh diri, tentu mematahkan semangat Alara untuk sekolah. Namun setelah ada Aska, semua berubah menjadi lebih baik. Bahkan Sandra dan teman-temannya jadi jarang mengganggu Alara.
Ucapan Aska saat pertemuan pertama mereka kembali terputar di ingatan gadis itu. "Mungkin untuk sekarang semua masih menyakitkan buat lo. Tapi seiring berjalannya waktu, mungkin semua bisa berangsur membaik. Siapa tahu. sesuatu yang baik udah Tuhan siapin buat lo di masa depan nanti? Tapi kalau lo mau dapetin 'sesuatu' itu, lo harus bertahan."
Sekarang Alara mengerti. Sesuatu baik yang sudah Tuhan siapkan untuknya adalah Askara. Dan Alara sama sekali tidak menyesal telah gagal melompat dari jembatan waktu itu.
"Terimakasih," gumam Alara sambil menatap Aska dari kejauhan.
Tiba-tiba saja seseorang menarik rambut Alara dari belakang. Alara meringis kesakitan saat Sandra menyeretnya hingga masuk ke dalam kelas yang sudah kosong itu.
Tanpa melepaskan jambakannya di rambut Alara, Sandra menyiram wajah gadis itu menggunakan air mineral yang ia bawa. "Lo punya hubungan apa sama Aska?!" bentaknya.
Sandra melepaskan rambut Alara dan mendorong gadis itu hingga jatuh membentur tembok. Dia berjalan mendekat dan menginjak tangan kiri Alara seperti yang pernah dia lakukan. Mungkin yang kali ini lebih menyakitkan karena tangis Alara lebih keras.
"Gue udah mantau lo selama satu minggu ini. Ternyata lo dan Aska lebih dekat daripada yang gue duga," ujar Sandra, tak menghiraukan rintihan kesakitan Alara. "Padahal gue udah ngincer dia semenjak ketemu di rumah sakit. Tapi dia malah deket sama lo!"
Sandra melepaskan injakannya. Dia membungkukkan badan dan memukul kepala Alara beberapa kali. "Murid buangan gak cocok sama murid populer. Sadar diri dong. Asal lo tahu, orang-orang makin benci sama lo setelah lo caper sama Aska. Berasa lagi liat babu yang lagi halu bisa pacaran sama pangeran. Najis amat."
Alara menunduk dalam.
"Mending lo jauhin Aska, deh. Saingan lo itu gue." Sandra berdiri tegak sambil melipat tangannya di depan. "Gue rasa lo cukup tahu diri untuk sadar siapa yang lebih pantes bareng Aska di antara kita?" Sandra melirik Alara dengan sorot merendahkan.
"Jadi jangan pernah mimpi bisa bareng sama Aska, okay? Berhenti mempermalukan diri lo sendiri. Lo itu malu-maluin tahu gak. Jangan ditambah, nanti makin sampah." Sandra tertawa sinis kemudian pergi dari sana. Dia cukup yakin ancaman yang dia berikan sekarang akan banyak mempengaruhi Alara.
Sejak awal Alara itu tidak percaya diri, minder, dan selalu insecure. Jadi diberi kata-kata seperti itu sudah lebih dari cukup untuk membuat mentalnya down. Sandra yakin sekali.
•••
Alara bercermin sambil memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Ucapan Sandra tadi sore terus berputar di kepalanya. Apakah benar Alara seburuk itu? Apa benar semua orang membenci dirinya?
Gadis itu membuang napas lelah dan berjalan pelan menuju kasurnya. Dia duduk di atas sana sambil bermain Instagram. Tiba-tiba saja sebuah akun bernama aska.ra__ muncul di rekomendasi akun. Dari foto profil dan nama pengguna, Alara tahu itu adalah akun milik Aska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa Lagi [Selesai]
Fiksi RemajaAska harus pindah ke SMA Cemerlang setelah adiknya -Erin- menjadi korban tabrak lari dan berakhir koma di rumah sakit. Dia ditugaskan sang Papa, untuk mengawasi seseorang di sekolah itu. Orang yang sama dengan orang yang pernah dia selamatkan. Haru...