"Kenapa perasaan aku gak enak banget?"
Entah kenapa, sejak Alara pulang dari sekolah, gadis itu merasa resah tanpa ada alasan apapun. Seperti ada yang mengganjal di hatinya. Seolah sesuatu buruk telah terjadi. Namun, gadis itu sama sekali tidak tahu sebab dari seluruh perasaan yang memenuhi hatinya itu.
Gadis dengan piyama bergambar Doraemon itu mencoba untuk kembali fokus ke buku latihan soal yang ada di atas meja belajar. Belakangan ini, Alara memang lebih banyak belajar dari sebelumnya. Ia tidak akan membiarkan nilainya turun walau sedikit.
Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Terlihat Silvi masuk sambil membawa segelas susu hangat. Alara tersenyum ketika ibunya memberikan susu itu kepadanya. "Makasih, Mah," ucap Alara sambil meminum susu hangat itu dengan senang hati.
Silvi mengelus rambut Alara sambil tersenyum. "Belajar yang rajin, ya, Ra. Jangan sampai peringkat kamu menurun. Mama mau kamu nanti masuk PTN lewat jalur prestasi. Kamu harus buktiin ke Papa kalau kamu anak yang hebat."
Alara menyimpan gelas yang sudah kosong itu ke atas meja belajar. Gadis itu memeluk pinggang ibunya dengan erat. Suasana hatinya langsung berubah kala mendengar ibunya mengatakan sesuatu lagi mengenai 'Papa' setelah sekian lama.
Kedua orang tua Alara bercerai, tak lama setelah bisnis Papanya bangkrut. Kedua orang tuanya jadi lebih sering bertengkar.
Sebetulnya, sebelum keadaan ekonomi keluarga mereka memburuk pun, orang tua Alara tidak pernah akur. Mereka sering bertengkar dan cek-cok, bahkan terkadang karena hal-hal kecil. Setelah bisnis Papa bangkrut dan Papa lebih sering di rumah, pertengkaran pun lebih rutin terjadi.
Merasa tidak ada lagi kenyamanan lagi yang mereka dapatkan sebagai pasangan suami istri, akhirnya Papa mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan ---tepat setelah ia mendapatkan pekerjaan baru di sebuah perusahaan.
Silvi yang selama ini menjadi ibu rumah tangga, kini bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Sementara Papa fokus dengan pekerjaan dan kehidupan barunya. Tak pernah sekalipun setelah sidang perceraian terakhir, Papa menemui Alara.
Padahal Alara sangat sayang Papa.
"Kamu udah tahu soal undangan itu?" Pertanyaan Silvi membuat Alara melepaskan pelukannya. Gadis itu menatap ibunya dengan kening berkerut bingung.
"Undangan apa?"
Menghela napas berat, Silvi akhirnya memberanikan diri untuk menunjukkan sebuah undangan kepada putrinya. Raut wajah wanita berumur 40-an itu terlihat muram. Lebih dari itu, ia khawatir dengan perasaan Alara ketika membaca undangan tersebut.
Alara terkejut ketika melihat nama Papa tertera di undangan pernikahan yang kini ada di tangannya. Iris cokelat terang itu perlahan mulai berair. Tanpa suara, gadis itu mulai menangis.
"Jangan nangis, Ra," kata Silvi sambil memeluk putrinya. Mata Silvi yang berkaca-kaca menunjukkan bahwa wanita itu juga sebetulnya ingin menangis, tetapi ditahan sekuat tenaga, "Gak usah nangis, itu pilihan hidup Papa."
Tangis Alara lebih kencang dari sebelumnya. Gadis itu menangis sambil memeluk ibunya dengan erat. Rasanya hancur ketika mengetahui Papa akan menikah kembali dengan wanita lain selain ibunya. Karena selama ini ... meski tak pernah diucapkan, Alara selalu berharap orang tuanya akan kembali bersama suatu hari nanti.
Dan saat itu, Alara akan memiliki keluarga kecil yang lengkap dan bahagia.
"Mungkin bahagianya Papa bersama wanita itu, bukan kita," lirih Silvi sambil mengusap rambut putrinya dengan tangan yang gemetar, "bagaimana pun juga, Mama ngerasa selama ini belum bisa jadi istri yang baik buat Papa kamu. Mama punya kekurangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa Lagi [Selesai]
Ficção AdolescenteAska harus pindah ke SMA Cemerlang setelah adiknya -Erin- menjadi korban tabrak lari dan berakhir koma di rumah sakit. Dia ditugaskan sang Papa, untuk mengawasi seseorang di sekolah itu. Orang yang sama dengan orang yang pernah dia selamatkan. Haru...